Bel tanda istirahat berbunyi dua kali. Para siswa berhambur keluar kelas menuju kantin walau ada beberapa yang memilih menetap di kelas. Seperti kelas X-IPA 2 yang terlihat ramai. Hampir semua siswi enggan meninggalkan kelas hanya untuk berkenalan dengan Alvin. Remaja itu hanya mengulas senyum ramah dan menjawab seadanya. Di sekolahnya yang dulu dia juga mendapat perlakuan seperti ini jadi dia sudah terbiasa. Berbeda dengan gadis yang duduk di depannya, dia merapatkan diri pada tembok disampingnya. Bahunya meringkuk tidak nyaman karna beberapa gadis lain yang berdesakan di dekat mejanya guna bisa lebih dekat dengan Alvin. Iris kelabu itu terus memperhatikan betapa tidak nyamannya Viola. Dia memikirkan cara terbaik untuk membebaskan dirinya dan Viola dari belenggu gadis-gadis centil di depannya. Jujur dia sangat jengkel.
Tiba-tiba kerumunan itu menyingkir memberi jalan pada tiga gadis lain yang berteriak memerintah agar mereka semua minggir. Mereka adalah Revi and the geng. Semua orang mengenal mereka terutama Revina Sinta Adijdaya. Ayahnya orang terkaya nomor dua di Asia dan merupakan pemilik yayasan sekolah ini, jadi wajar saja dia bersikap semaunya dan menganggap semua orang lebih rendah darinya. Bahkan guru pun tidak bisa berkutik jika itu menyangkut Revi.
"Kalian lonte-lonte miskin jangan coba deketin calon gue!" Dia menatap teman-teman sekelasnya dengan tatapan merendahkan. Tidak ada yang berani membalas.
"Emang ya, udah jalang budek lagi! Ngapain lo pada masih disini?"bentak Ghea yang merupakan pengikut setia Revi.
Revi mendelik tajam pada Ghea. "Lo bisa diam gak Ghe, gue mau pedekate sama my love Alvin,"bicara imut yang dibuat-buat. Gadis lain sudah pergi dari sana tidak ingin membuat masalah pada 'The Devil Queen' dari SMA Bhakti. Itu adalah julukan yang diberikan oleh siswa di sana yang tentu saja dia tidak tahu. Sementara itu Viola tremor karna berada dekat dengan Revi. Dia ingin kabur tapi jalannya terhalang oleh Ghea. Alvin menyadari gerak gerik Viola, dia merasa harus membawa gadis kurus itu keluar sekarang. Dia ingin berdiri namun di tahan oleh tangan nakal Revi pada pundaknya.
"Maaf, gue mau ke kantin," bohong Alvin agar gadis bersurai pirang itu menyingkir. Tapi, Revi gadis yang sudah terbiasa dimanja itu tidak akan menyingkir. Dia menatap Alvin yang terlihat ogah-ogahan. Dia tidak perduli, yang ada di benaknya hanya tekat untuk menjadikan Alvin miliknya.
"Gue Revina Sinta Adijdaya. Anak yang punya yayasan,"katanya angkuh. Alvin hanya berdehem tidak mengalihkan pandangan dari gadis yang meringkuk di depannya.
"Bokap gue orang terkaya di Asia nomor dua loh," gadis itu tidak menyerah. Di pikir remaja berwajah malaikat itu akan terpikat pada hartanya. Tidak. Alvin tidak tertarik.
Karna terus diabaikan, gadis itu mulai jengkel. Dia sadar perhatian Alvin tertuju pada sesuatu. Dia mengikuti arah pandang iris kelabu itu. Tersenyum miring mendapati orang yang sudah mencuri perhatian laki-laki yang dia suka. Viola merasa atmosfer di dekatnya semakin tidak nyaman. Seakan bisa merasakan tatapan tajam yang menusuk punggungnya. Dia bergidik ngeri tidak berani melihat ke belakang. Revi murka. Wajahnya merah padam. Dia melangkah ke meja Viola, kemudian tanpa aba-aba menarik bahu gadis malang itu. Mendorong tubuh ringkih itu hingga menubruk meja di sampingnya lalu tersungkur di lantai. Sangat cepat bahkan Alvin pun tidak sempat terkejut. Revi menginjak tangan Viola, mengusek sepatu mahalnya pada tangan mungil itu. Viola menahan kaki Revi dengan tangan kanannya.
"Ampun Rev,"cicit Viola. Revi menghentikan aksinya. Dia mengangkat kakinya tapi, dia pindahkan pada bahu kiri Viola membuat gadis itu tengkurap di lantai. Dia meringis menahan sakit. Bahkan sakit yang kemarin belum sembuh dan dia harus disakiti lagi.
"Lo jalang gatau diri. Anak haram yang cuman jadi benalu di keluarga Azkals,"geram Revi menahan diri agar tidak berteriak. Dia masih sadar sejak tadi Alvin memperhatikan tingkahnya dan dia tidak perduli.
"Berhenti!"perintah Alvin sedikit meninggikan suara. Revi hanya berdecih. Emosi semakin memuncak karna yang dia cintai lebih membela gadis yang dia benci. Dia menyingkirkan kaki jenjangnya lalu sedikit menunduk agar sejajar dengan Viola. Jari-jari lentiknya mencengangkan pipi tembem milik Viola. Dia menekan lebam di sudut bibir gadis. Menatap iris coklat di depannya yang seakan memohon agar dia dilepaskan.
"Seharusnya Lo yang mati hari itu. Bukanya Tante Vivian," bisik Revi membuat Viola meneteskan cairan bening dari sudut matanya. Yang dikatakan Revi jauh lebih menyakitkan daripada perlakuannya.
Sebuah tangan kekar menyentak bahu Revi membuatnya tersungkur di lantai. Alvin menangkup wajah kecil Viola dengan kedua tangannya yang lebar. Memastikan gadis itu baik-baik saja lalu menghapus air mata dengan jarinya. Dia membantu Viola berdiri. Sebelum dia membawa gadis itu pergi dia melempar tatapan tajam pada Revi yang masih terduduk di lantai.
Setelah kedua orang itu menghilang di balik pintu, Revi dibantu Ghea dan Yola berdiri. Tangannya mengepal sejurus kemudian dia menendang bangku milik Viola. Dia bertekat membalas Viola saat pulang sekolah. Peraturannya 'yang merebut miliknya harus dihukum.'
_________
"Tahan Vio,"ucap Alvin yang tengah mengobati luka di sudut bibir Viola. Mereka berada di UKS. Duduk berhadapan di atas ranjang. Dia meniup luka itu. Wajah mereka terlalu dekat, 'hanya perlu maju sedikit maka-.'
"Astaga Vio sadar," dia membatin setelah sadar akan pikiran kotornya. Ternyata Viola gadis normal. Selama ini tidak pernah sedikitpun dia punya ketertarikan pada lawan jenisnya. Ya itu karna tidak satupun remaja laki-laki yang mendekati dirinya seperti yang dilakukan Alvin. Namun perasaan senang itu segera sirna. Laki-laki ini terlalu sempurna untuknya. Mungkin dia hanya kasihan. Atau dia akan menjauhi dirinya setelah dia tahu.
Sadar Vio sadar
Iya, Alvin siswa baru jadi dia masih bersikap baik pada Viola. Wajahnya kembali murung memikirkan dia akan sendirian lagi di sekolah ini. Alvin berhenti meniupi sudut bibir Viola. Dia menyadari raut kecewa di wajah gadis itu.
Dia menyentuh pipi kanan Viola agar balas menatapnya. "Lo gak perlu khawatir, ada gue yang jagain lo. Mulai sekarang biarin gue yang ngelindungin elo. Yaeh, gue emang gak tau apa masalah Lo tapi, apapun itu gue gak akan ninggalin lo apa lagi Bikin Lo sakit,"iris kelabunya menatap Viola lembut. Bibir merahnya mengukir senyum tulus yang mampu membuat jantung seorang Viola berdetak lebih cepat.
Viola mengangguk kaku lalu menunduk menyembunyikan rona merah di pipinya. Wajahnya terasa panas. Dia tidak boleh jatuh cinta pada laki-laki seperti Alvin. Ingat. Mungkin saja Alvin hanya kasihan. Alvin yang gemas melihat tingkah malu-malu Viola membawa tangannya ke puncak kepala yang masih betah menunduk. Refleks tangannya mengelus puncak kepala gadis di depannya. Viola mematung.
'sialan. Alvin sialan. Bikin baper doang tanggung jawab enggak!' gadis itu merutuki perlakuan lembut Alvin yang memporak-porandakan perasaannya. Dia menggigit bibir bawahnya. Tangannya meremas rok sekolahnya. Alvin yang menyadari hal itu beralih mencubit pipi kanan Viola yang tidak ada lukanya. Dia terkekeh tanpa suara. Mengerjai gadis polos ini akan jadi hobi barunya. Di sekolahnya yang dulu dia tidak bisa melakukan hal ini. Akan ada macan yang mengamuk.
Alvin menarik tangannya memasukkan ke saku celana. Tanpa sadar Viola menghembuskan nafas lega. Tapi, hatinya berkata tidak rela. Dia ingin terus merasakan tangan Alvin. Laki-laki jangkung itu mengajaknya kembali ke kelas karna bel masuk sebentar lagi akan berbunyi.
________
See u next chapter 🔪
Saya janji akan vote dan komen
KAMU SEDANG MEMBACA
RA-HA-SIA
Teen FictionViola Kaselora Azkals tidak pernah merasa bahagia. Diperlakukan tidak baik sejak kecil bahkan mengalami pelecehan membuat dia menderita depresi yang cukup parah. Diperkosa kakak kelasnya saat SMA semakin memperburuk kondisi mental seorang Viola. Se...