Chapter 3

88.1K 7K 376
                                    

Drrrtz....Drrrtz....

Getaran ponsel selalu menjadi hal yang bisa membangunkanku dengan mudah. Entah kenapa, mungkin bawaan zaman kuliah praktik di rumah sakit dulu. Sekalinya Drrrtz...Drrrtz...itu artinya nggak lain dan nggak bukan pasti kondisi emergency atau paling nggak pasien baru. Jadi, kupingku harus peka dengan panggilan sebelum diteriaki perawat senior.

Kulirik jam weker di samping tempat tidurku, waktu menunjukkan pukul tiga pagi. Langsung komat-kamit merapal mantra, semoga aja bukan sesuatu yang mengharuskanku bangkit segera dari tempat tidur, berpakaian tanpa mandi untuk kemudian mengejar apapun yang terjadi di tambang dengan status emergency. Dooh... Jangan pula pagi-pagi buta begini ada accident, alamat bakal nggak tidur dua hari dua malam lagi nih.

A' REVAN CALLING....

"Halo A' Revan?" jawabku seraya meletakkan ponsel di kuping dan berbaring miring dengan mata terpejam. Mengumpulkan nyawa yang nyaris berserakan di lima benua.

"La, buka mata La. Ada sesuatu terjadi, La," teriaknya kencang. Aku sampai tergeragap dan si ponsel meluncur bebas dari genggaman.

Mataku langsung terbuka sepenuhnya, bangkit dan kemudian mencoba turun dari kasur. Malangnya, kakiku berkhianat cukup baik sehingga aku keserimpet gulungan selimut dan jatuh dalam bunyi berdegum. Bruugh.... Alamak!

"La? La? Kamu ngapain?" Suara A' Revan masih terdengar dari ponsel yang belum di-loudspeaker. Tandanya ponsel murah, suaranya bocor. Eh.

"Jatoh."

"Hahahaha...." Reaksinya tak harus menunggu sampai sedetik.

"Astaga, diketawain pula," rutukku sambil meletakkan ponsel di atas meja rias setelah menyetel mode loudspeaker.

"Kamu ngapain sih? Suaranya kedengeran jauh amat."

"Pasang baju ini! Ponselnya ku loudspeaker. A' Revan udah otw?"

"Otw? Kemana?" tanyanya bingung.

Aku langsung membeku. Kemudian mencantolkan kembali seragamku yang berkilau di tengah gelap ke gantungan baju dan mengembalikannya ke lemari. Terlihat bersinar karena seragam kami menyisipkan pelengkap yang disebut scotlight pada bagian bahu, lengan dan dada.

"Kan A' Revan nelepon? Ada accident kan?" tanyaku mulai meragu. Aku berdiri bersandar membelakangi lemari pakaianku yang tak seberapa besar, tapi cukup untuk menahan bobot tubuhku yang mungil. Memijit pelipisku yang pusing akibat terbangun tiba-tiba.

Lagi-lagi tawa membahana khas A' Revan terdengar. "Bukan, La. Bukan...tapi yang ini jauh lebih penting dari accident."

Nguing! Radarku langsung aktif siaga,"Jangan bilang pergantian level delapan lagi A' Revan?" cicitku ngeri.

"Ini lebih dari sekadar pergantian level delapan," jawab A' Revan dramatis. "Ini menyeramkan."

"Hah, terus kenapa A' Revan?" sahutku. Kantukku hilang entah kemana. Jangan bilang keputusan PHK massal sedang digulirkan mengingat kondisi perusahaan yang terus seret gegara bisnis batubara yang lagi layu. Ingatanku langsung menghitung kemungkinan terburuk yang bakal menimpaku. Waduh...piring nasi, cicilan rumah dan kreditan di bank. Haish...

"Anu...La," A' Revan menjeda kalimat. Efeknya semakin menambah cepat degupan jantung di dadaku. Bertalu-talu. "Kulit manggis kini ada ekstraknya!" serunya tiba-tiba.

"Tuhan....," teriakku sambil melempar ponsel ke kasur diiringi tawa A' Revan yang nggak cuma membahana aja. Aku bisa bayangin dia ngakak sampai megangin perut dan keluar air mata karena berhasil mengerjaiku. Argh!

Beautiful Mining ExpertTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang