Singkat

9 2 2
                                    

Sound - Luluh ( Samsons) - Melani ft Rusdi cover

Berminggu-minggu selepas itu, sahabat-sahabat Aya terus membuat hatinya semakin bimbang.

Siang itu sepulang sekolah Aya segera membaringkan tubuh di atas kasur miliknya. Masih melekat seragam putih Abu-Abu di tubuhnya. Gadis itu menatap langit-langit kamar. Sesekali ia menghela nafas berat.

“Ay, fokus. Please,“ gumamnya.

Lalu ia beranjak dan membuka layar handphonenya. Tiba-tiba mamah masuk ke kamar Aya tanpa mengetuk pintu.

“Ay, ganti baju. Hp terus. Belajar, Ay. Sebentar lagi kamu naik kelas tiga,” ujar mamah yang setelah itu pergi.

Gian, kamu tahu? Apa yang begitu melelahkan bagi Aya? Ketika ia butuh kekuatan untuk menghadapi segala kejutan yang diberi oleh semesta, tak ada satu pun yang memahaminya. Ia merasakan semuanya sendirian.

Bahkan ia tidak dibiarkan istirahat sebentar saja. Padahal esok ia akan ke Bogor mengikuti rapat OSIS, tapi tetap saja untuk mamah belajar adalah hal yang utama.

Kamu tidak tahu bukan, Gian? Dia bukan gadis yang begitu ceria ketika berada di tengah keluarganya. Ia tak pandai mengikuti candaan abang atau adiknya. Ia hanya pandai menertawai, Gian.

Maaf, Gian. Jika saja cerita ini sampai di tanganmu, kamu hanya akan menemukan sedikit kebahagiaan dalam diri Aya. Dan kamu tak perlu merasa iba karena gadis yang kamu kenal ini jauh lebih kuat yang kamu kira.


***


Pagi itu langit Bogor sedikit sendu dengan gerimis di sana. Padahal mengikuti rapat OSIS sepenuhnya bukan karena Aya ingin, tapi setidaknya ia ingin hatinya sedikit tenang.

Di sana begitu menyenangkan. Aya lihat bagaimana Dedew begitu bahagia bisa lebih dekat dengan kak Pasha. Ia lihat sahabatnya itu sibuk berfoto. Sedangkan ia hanya duduk sembari tersenyum melihat bagaimana sahabat-sahabatnya tertawa.

“Guys, kalo kalian mau belanja dulu, silahkan. Soalnya sebentar lagi waktunya kita pulang,” ujar salah satu senior.

Aya dan sahabat-sahabatnya berjalan menyusuri pusat perbelanjaan. Ia lihat Dedew sudah menggenggam sebuah kantong plastik yang katanya itu adalah hadiah untuk kak Pasha. Hingga akhirnya ia menghentikan langkah di satu toko. Matanya tertuju pada sebuah jam kecil berbentuk gitar.

“Ini bagus, Neng,” ujar si penjual tiba-tiba.

“Eh iya, Bu,” kata Aya yang masih fokus melihat jam di depannya.

“Bagus, Neng, buat kado. Apalagi buat pacar,” kata si penjual asal.

Lalu Aya menoleh, ia terdiam sejenak. Kamu tahu, Gian? Entah ada apa dengan perasaan Aya saat itu. Ia benar-benar membeli jam berbentuk gitar itu. Tapi saat itu memang dia sudah mulai merasa nyaman dengan perasaannya, padahal ia sendiri tidak tahu kebenaran tentang perasaan kak Fian terhadapnya.

Tanpa pikir panjang setelah dua minggu berlalu, Aya dengan berani memberikan jam itu pada kak Fian. Tidak ada yang aneh pada sikap kak Fian, masih sama seperti biasanya. Ia selalu tersenyum di hadapan Aya.

“Nih, Kak,” kata Aya sembari menyerahkan sebuah kantong berisikan sebuah jam berbentuk gitar yang sudah ia bungkus rapi dengan kertas kado.

“Hah? Dalam rangka?“ tanya Kak Fian bingung.

“Bukan apa-apa, kok. Hadiah aja, buat kenang-kenangan,“ ujar Aya.

Gian, hari itu jantung Aya seperti ingin meledak. Jemarinya gemetar ketika memberikan kado untuk kak Fian. Apakah memang seperti itu ketika sedang dekat dengan seseorang yang disukai?

Sayangnya Aya tak pernah merasakan hal itu padamu ya, Gian. Belum sempat kalian bertemu, semesta sudah lebih dulu memisahkan rasa yang kalian punya.


***


Gian, kamu tahu tidak? Katanya hujan di bulan Juni itu menyenangkan. Tapi tidak untuk Aya. Tanpa kejelasan ia harus menanggung rasanya sendiri, Aya pikir separuh hatinya kala itu ikut dibawa pergi oleh kak Fian. Selepas kelulusan para senior, tidak pernah lagi ada kabar dari kak Fian. Dan hari ini ia baru menyadari perasaannya hanya ditanggung oleh dirinya sendiri.

Bukan, ini bukan salah kak Fian. Hanya Aya saja yang terlalu naif memakai perasaan karena terbawa oleh candaan sahabat-sahabatnya yang menjodohkannya dengan kak Fian.

Tak hanya Aya yang merasakannya. Begitu pun Dedew, ia bahkan terlihat sangat patah karena kak Pasha. Aya dengar dari Wiwi, kak Pasha secara tidak langsung menolak Dedew.

Laki-laki itu mengatakan bukan tidak suka pada Dedew hanya saja masih ada luka yang perlu ia sembuhkan. Entah, Aya pun tidak paham tentang masalah asmara sahabatnya itu.

Selepas hujan turun, wajah langit hari itu berwarna teduh. Aya terus melihat sang bumantara dari balkon di depan kelasnya. Gadis itu terus berpikir tentang mimpi-mimpinya yang bahkan ia sendiri pun sedikit tak percaya diri. Bagian akhir dari perjalanan hidupnya di masa SMA sedikit menyenangkan. Bahkan ia akan berterima kasih pada semesta karena telah memperkenalkannya dengan perasaan jatuh sekaligus patah di waktu yang bersamaan.

Lucu bukan, Gian? Aya yang saat itu sedang bimbang karena hatinya, dan kamu yang sibuk fokus dengan pelajaran-pelajaran untuk menghadapi ujian nasional. Tapi, Gian ... bukan Aya tidak peduli saat itu. Melainkan karena gadis itu percaya sebuah nilai bukan menentukan bagaimana suksesnya kita di masa depan.

Gian, kamu tahu tidak? Aya memang gadis pemimpi tapi mimpinya cepat sekali pupus. Terlebih lagi mimpinya sudah dipatahkan oleh orang yang bahkan sangat ia percaya.

Walaupun terlambat kamu perlu tahu ini, Gian. Aya sangat suka dengan seni, apa pun itu. Salah satunya dengan seni tulis. Bahkan gadis yang kamu kenal ini pernah membuat sebuah novel di buku catatan yang selalu ia bawa, tapi sayang karyanya justru dianggap lelucon. Dan itu membuat buku catatan yang dulu selalu ia bawa kini hanya terpajang di pojok rak buku, tidak tersentuh kembali.

Sedikit mengingat kembali, sebenarnya memang sejak dahulu Aya sudah mengagumimu, Gian. Hanya saja ia baru menyadarinya sekarang. Bagaimana gadis itu tersenyum ketika kamu begitu cepat menjawab soal matematika yang begitu rumit baginya. Atau sekedar melihatmu dari arah baris paling belakang ketika kelas kalian terpilih menjadi pengibar bendera dan kamu kala itu berdiri di baris paling depan.



***



Dear Gian,

Gian, kamu tahu? Waktu begitu singkat.

Padahal aku mau menjadi apa-apa yang bisa membuatmu ingin lebih lama.

Bahkan lebih dari sekedar selamanya.

Jika kamu tanya harus berapa lama kita bersama, jawabannya ada di kata terakhir kalimat ketiga.

Dan kamu harus paham, Gian. Bahwa bersamamu, aku sangat membenci kata terakhir di kalimat pertama.

Gian hari ini apa kabar?
Apa hari ini kamu sudah bahagia?
Jangan bosen ya nunggu cerita patah hati dari Aya, besok-besok aku cerita lagi.
Bersambung....

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 07, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dear Gian Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang