by : Tiffani Alicia
Apa kalian pernah merasa hidup kalian menjadi berantakan hanya karena beberapa kesalahan yang sama sekali tidak kalian sadari?
Ini semua bermula sejak Nindi mengajakku datang ke peramal gila yang buka lapak di alun-alun kota beberapa pekan lalu. Nenekku pernah bilang, apa yang kamu percayai itu yang akan terjadi, oleh karena itu aku selalu menanamkan pikiran positif mengenai alur hidup dan masa depanku. Semua ucapan nenekku terbukti benar. Pada saat aku selalu mempercayai keberuntungan yang akan selalu menemaniku, semuanya benar-benar terjadi. Kepopuleran, gebetan super ganteng, teman-teman yang bisa diajak kerjasama waktu semesteran sampai masuk 5 besar, semumanya benar-benar aku dapatkan. Yah, bukannya aku murid yang bodo banget ya, cuma aku tidak sepintar itu sampai bisa masuk peringkat 5, hehe.
Sialnya, mungkin aku sedikit terpengaruh dengan ucapan peramal paruh baya gak stylish itu. Baju tua dan wewangian ala nenek buyutku yang khas, keriput di pipi dan sekitar matanya membuatku mau tidak mau menjadi sedikit takut. Sekeras apapun aku berusaha meyakinkan otakku agar tidak percaya, hatiku selalu menolak dan mempertanyakan, "Bagaimana jika itu beneran terjadi?"
"Darah!" adalah kata yang pertama kali diucapkan oleh wanita aneh itu saat melihat gelas yang aku pegang. gelas putih adalah media peramal aneh itu untuk meramal. Gelas itu berisi serbuk hitam entah apa namanya yang sudah dicampur dengan sedikit air. Aku curiga itu adalah bubuk arang curian dari tukang sate depan gang dekat rumahku. Dengan tatapan fokus dan yakin, peramal itu menuntun tanganku untuk menggoyangkan mangkuk itu lalu membacanya.
Aku memegangi mangkuk itu dengan sedikit gemetar saat peramal itu menyebutkan kata pertamanya. Aku tidak mengerti, tapi sudah bisa aku pastikan kalau orang itu akan mengucapkan hal-hal yang tidak ingin aku dengar. Bodohnya, meskipun aku tidak mau mendengar, aku tetap saja mendengarkannya.
Peramal itu melanjutkan kata-katanya dengan mata terpejam seolah benar-benar sedang membaca kehidupan di masa depanku. "Kejadian mengerikan akan segera datang dikehidupanmu. Akan ada darah yang tumpah. Rasa sakit..."
"Stop!!" Ucapku memotong perkataan sang peramal dan meletakkan mangkuk putih itu di atas meja dengan kasar. Ucapan peramal itu semakin berat dan tegas membuatku semakin merinding.
"Kematian akan semakin dekat! Kamu harus berhati-hati..." sambung sang peramal tanpa memperdulikan ucapanku yang ingin dia berhenti.
Aku mendengus kesal. "Saya bilang berhenti sekarang juga! Nindi ayo pulang!!" Kataku sambil menarik tangan Nindi yang mulai memperhatikanku dan peramal itu secara bergantian.
Nindi menatap bingung kearahku, "Fani tapi ramalannya belum selesai" Pekik Nindi sedikit menahanku.
"Ayo pergi sebelum dia ngomongin hal gila yang lebih serem lagi! buruan!!" Kataku tegas dengan nada memaksa.
"Kita belom bayar!" Teriak Nindi.
"Bodo amat!!" Aku segera pergi dari tenda peramal itu tanpa basa-basi lagi. Salahnya sendiri, seharusnya kan peramal memberi ramalan yang baik-baik aja supaya pelanggannya seneng. Bukan kayak begini.
Aku mengehentakkan kakiku kesal. Merutuki Nindi yang mengajakku ke peramal. Yah, meskipun pada awalnya aku iya iya saja pas diajak, tapi kan kalau ujungnya seperti ini aku jadi sebel.
Beberapa minggu setelah sang peramal mengucapkan kata-kata buruk itu, aku mulai sedikit memikirkannya dengan serius. Entah karena tersugesti atau bagaimana, aku mulai merasa ada seseorang yang berjalan mengikutiku diam-diam, terlebih waktu malam. Hingga pada suatu malam, saat aku berada di kegelapan, tangan besar dan kuat itu menarikku. Mencengkeram leherku dengan kuat. Napasku tersenggal, Tidak ada oksigen yang berhasil menerobos kedalam paru-paruku.
Ucapan peramal itu satu persatu mulai menjadi kenyataan. Mulai dari terror yang meyeramkan, sampai kejadian nyata yang menakutkan. Apakah ramalan itu benar-benar akan menjadi nyata? Apakah ini hanya sugesti dari pikiran bawah sadarku semata? Atau kutukan, karena aku tidak membayar peramal itu kemarin?
Apapun itu, aku mohon, izinkan aku untuk hidup lebih lama lagi.