Suara tangisan seorang anak kecil menyusup ke dalam mimpinya. Perlahan semakin jelas terdengar seiring kesadarannya yang kembali dari tidurnya.
Mata Alby terbuka, berkedip pelan membiasakan cahaya di sekitarnya lalu terdengar sedikit keributan dari seorang wanita yang berusaha menenangkan anak kecil itu.
"Siapa? Ini ... rumah sakit?" Sembari mengedarkan pandangannya ke sekeliling pikirannya mulai sibuk menerka apa yang tengah terjadi pada dirinya.
"Benar juga .... "Dengan sedikit kepayahan Alby bangkit dari tempat tidurnya. Rasa nyeri terasa menusuk kepalanya saat tubuhnya sudah terduduk membuatnya meringis pelan.
Matanya sempat menatap tangan kanannya yang terpasang selang infus saat dia menggunakan kedua tangannya untuk menekan kedua sisi kepalanya.
Kedua kakinya terasa berat, meski tertutup selimut dia sudah cukup tahu kalau kini kakinya tengah terpasang gips yang tebal.
Suara tangisan anak kecil itu berhenti setelah terdengar suara pintu yang dibuka dengan seseorang yang memasuki ruangan itu.
Alby tidak terlalu memperhatikan, pikirnya itu pasti dokter datang untuk menangani anak kecil yang sakit dan dirawat dalam ruangan ini bersamanya.
"Aku harus mencari bantuan sebelum ...," lirihnya berusaha menekan tombol khusus yang ada di atas kepala ranjangnya untuk memanggil perawat atau dokter.
Namun, sebuah tangan menahannya dari arah belakangnya diikuti sebuah teguran lembut. "Sebelum apa?"
Tubuh Alby langsung terasa menegang mendengar suara yang sudah sangat familier itu, tidak ada yang lain, Enzo sudah ada di belakangnya dengan tangan kanannya yang menggenggam erat tangan kiri Alby.
Enzo terlihat seperti biasa, rapi dengan kemeja putih, berdasi merah tua, dan berjas biru gelap senada dengan selana bahannya.
"Sial, ternyata dia," batin Alby teringat suara pintu dan orang yang masuk tadi. Dia kita itu dokter ternyata justru orang yang paling tidak ingin dia lihat saat ini.
Dengan ekspresi sinis Alby menoleh pada Enzo, tatapan matanya yang tajam menusuk langsung pada mimik menyebalkan pada wajah Enzo beserta seringai andalannya itu.
"Selamat pagi, Sayang," ucap Enzo sembari membalikkan tubuh Alby dan mengikis jarak dengannya.
Dengan refleks yang bagus Alby berhasil menghindari sebuah ciuman yang hendak diberikan oleh Enzo padanya.
Enzo terkekeh pelan mendapati itu lalu kembali menegakkan tubuhnya dan melepaskan tangan Alby yang digenggamnya.
"Sepertinya keberuntungan masih berpihak padaku." Enzo kembali buka suara sembari berjalan ke sisi kiri ranjang, melepaskan jasnya untuk dia taruh pada kursi yang ada di dekatnya lalu duduk di pinggiran ranjang itu dengan menghadap Alby pada jarak yang cukup dekat.
"Jika terlambat datang sedikit saja kau pasti sudah meminta bantuan pihak rumah sakit dan menghubungi orang kepercayaanmu, meminta mereka membantumu pindah dari ruangan ini atau bahkan pindah perawatan ke rumah sakit lain untuk menghindariku, kan?" lanjut Enzo setengah berbisik dengan sesekali menekankan beberapa bagian kalimatnya diikuti mimik serius yang tersirat pada wajahnya.
Di akhir kalimatnya senyum Enzo kembali mengembang dengan sedikit memiringkan kepalanya ke kiri.
Tatapannya cukup mengintimidasi membuat Alby memalingkan wajahnya ke kanan. "Apa maumu?" sahutnya langsung menanyakan tujuan Enzo yang sebenarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blindly Loved [Smut, Yaoi/BL]
RomanceKisah seorang polisi yang dicintai secara membabi buta oleh seorang pria berprofesi detektif swasta penyandang abasiophilia sampai mengalami stockholm syndrome. •• Abasiophilia (abasiofilia): ketertarikan psikoseksual kepada orang dengan gangguan mo...