Bab 1 - Milikku

171 2 0
                                    

"Kau milikku. Mulai sekarang, kau miliku."

Ucapan itu keluar begitu saja dari mulut seorang laki-laki berambut hitam dengan mata tajam yang tak henti menatapnya setelah upacara pemakaman selesai. Dia adalah Jonathan, laki-laki yang membuat tubuh Naya terdiam kaku karena tidak bisa berbuat apa-apa. Ada rasa waswas dan takut ketika bertatapan dengan mata elangnya. Nada tegas yang sulit untuk dibantah.

Naya sedikit terhuyung saat tangan kekar itu merengkuhnya. Dia dibawa pergi meninggalkan pemakaman ayah dari laki-laki itu. Pria tua yang menebusnya di klub malam dan berniat menjadikannya istri telah mati dan Naya harusnya bebas, tapi kenapa dia malah terjebak bersama Jonathan?

Sayangnya, mulut Naya seolah terkunci rapat. Dia tidak bisa menolak ketika laki-laki yang harusnya menjadi anak tirinya membawa dia menuju mobil. Bagai kambing yang dicocok hidungnya, Naya hanya bisa menurut. Namun sebelum pergi, Naya sempat melihat seorang wanita tua menatapnya sinis dari kejauhan. Wanita yang dia tahu merupakan ibu kandung dari Jonathan sekaligus istri dari Vincent, ayah Jonathan.

Tak hanya itu, tindakan Jonathan juga sempat membuat beberapa orang di area pemakaman keheranan saat melihat Jonathan pergi begitu saja, padahal upacara pemakaman baru selesai. Harusnya, laki-laki itu diam sejenak atau paling tidak menunjukkan raut wajah sedih, tapi ekspresi itu tidak pernah ada.

Beberapa orang dari mereka bahkan menyayangkan sikap Jonathan. Mereka justru terlihat lebih respect dan memerhatikan seorang laki-laki muda berambut blonde, yang tidak lain adalah George. Saudara tiri Jonathan yang ikut melihat pemakaman jenazah ayahnya untuk terakhir kali.

Naya sedikitnya mengetahui tentang keberadaan saudara Jonathan, tapi dia tidak pernah mau bertanya lebih jauh. Naya juga tidak mau ikut campur, yang paling penting saat ini adalah kebebasannya.

"Jangan melihatnya! Kau ingat, kau adalah milikku sekarang," tegur Jonathan ketika melihat Naya menatap ke arah George. Menyentuh dagu Naya dan membuat wanita itu menatap ke arahnya.

Naya mengangkat alisnya. Kebingungan jelas terlihat di sana. Dia tidak mengerti dengan ucapan Jonathan. Naya hanya melihat mereka, bukankah itu wajar? "Menatap orang bukanlah sesuatu yang salah."

Jonathan langsung mengeraskan rahangnya ketika jawaban dari Naya mampu menyulut rasa marah. Bahkan tangannya dengan serentak merengkuh pinggang ramping Naya dan langsung memasukkannya ke dalam mobil bersama dia, hingga mereka duduk berdampingan. Seorang pria tua yang duduk di depan sekaligus merupakan sopir Jonathan, langsung melihat tuannya dari arah kaca spion. "Jalan sekarang."

"Maaf, Tuan, kita akan ke mana?"

"Kenapa kau bertanya? Tentu saja ke rumah," jawab Jonathan dengan nada sedikit kesal.

Sayangnya, Naya yang mendengar itu langsung membulatkan matanya. "Tunggu, kenapa ke rumah? Kau akan membebaskanku, 'kan?"

Naya menatap Jonathan dengan tatapan menuntut. Dia jelas tidak tahu, rumah yang mana yang Jonathan maksud. Tidak mungkin bukan, kalau laki-laki itu akan membawanya tinggal bersama? Namun sayangnya, bukan jawaban yang dia dapat, melainkan tatapan kemarahan terlihat di sana. Hingga sebuah jawaban meluncur dari bibir tebal Jonathan.

"Tidak."

Kening Naya sontak langsung berkerut dalam. Dia sama sekali tidak memahami ucapan Jonathan. Atas dasar apa laki-laki itu tidak mau membebaskannya? "Kenapa?"

"Jangan bertanya lagi. Kau tahu aku tidak akan melepaskanmu," ucap Jonathan, mengakhiri pembicaraan dan memerintahkan sang supir untuk terus melanjutkan perjalanan, meninggalkan area pemakaman. Laki-laki itu bahkan tidak membiarkan ibunya ikut serta. Jonathan hanya membawa Naya.

"APA? JONA--"

"Panggil aku, Nathan."

"Tapi--"

Jonathan langsung kembali mengalihkan pandangannya dari Naya. Membuat wanita itu tak berani melanjutkan perkataannya. Jelas terlihat kalau Jonathan tidak mau dibantah dan Naya sama sekali tidak tahu apa yang ada dalam isi pikiran laki-laki itu. Apa tujuan Jonathan sebenarnya? Dia tidak bisa menebaknya. Hal yang bisa Naya lakukan hanyalah melihat Jonathan yang sibuk menatap keluar jendela. Memerhatikan paras rupawannya yang di atas rata-rata. Rahang kokoh, hidung mancung, dan tatapan tajam. Otot lengan yang terlihat menonjol.

Naya tidak begitu mengenal Jonathan. Mereka hanya pernah bertemu dua kali. Pertama, saat Vincent memperkenalkannya dan saat kekacauan di klub malam beberapa malam lalu. Peristiwa yang membuat Vincent tewas dan dia yang diselamatkan oleh Jonathan.

Terlintas dalam pikirannya, kalau Jonathan yang merencanakan semua itu, tetapi, semua itu dibantah saat Naya mengetahui kalau penyerangan tersebut tersulut karena ada orang lain yang mengacau dan membuat kerusuhan. Menyebabkan Jonathan tidak sengaja menembak ayahnya sendiri hingga mati.

"Mulai sekarang, kau akan tinggal bersamaku."

***

"Apa-apaan berita ini! Mama tidak pernah habis pikir dengan apa yang ada dalam kepalamu. Kenapa kamu membatalkan pertunanganmu dengan Sherly begitu saja, Nathan!"

Isabel menatap berang ke arah anaknya. Melempar sebuah surat kabar tentang pembatalan pertunangan yang dilakukan oleh anaknya. Jonathan membuat semua masalah menjadi tambah rumit. Kematian Vincent yang dikabarkan karena Jonathan yang membunuhnya, pertunangan laki-laki itu yang dibatalkan secara sepihak dan Naya yang kini dibawa ke kediaman Jonathan.

Secara langsung, Jonathan mengakui kalau itu adalah rencana yang telah dia rancang untuk memiliki wanita itu, dengan membunuh ayahnya dan membatalkan pertunangan. Banyak media yang tentu langsung berspekulasi buruk tentang mereka. Apalagi status Isabel yang tadinya merupakan seorang pelayan, kini tiba-tiba menjadi seorang kepala keluarga dan anak sah dari istri pertama Vincent, justru tidak mendapat tempat di rumah itu. Hal itu kembali mencuat dan menjadikan mereka sebagai sorotan.

Isabel yakin, semua orang berpikir seperti itu. Meski tidak secara langsung, namun pasti ada yang diam-diam melakukannya.

"Mama tidak perlu khawatir, aku akan mengurusnya," jawab Jonathan terlampau tenang. Laki-laki itu seolah tak terganggu sama sekali dengan rumor dan media yang memberitakan buruk tentangnya. Memangnya, sejak kapan namanya baik?

Selain dari berita anak haram dengan status rendahan, si pengeruk harta kekayaan sang ayah, atau sifat kejamnya yang tak tanggung-tanggung, tidak ada hal baik tentangnya. Mungkin ada, hanya saat Jonathan berhasil mengembangkan bisnisnya dan menjadi orang yang paling ditakuti. Namanya tak pernah lepas dari kontroversi. Begitu juga setelah kabar kematian sang ayah tersiar dan pertunangan yang batal.

"Kamu itu! Mama sampai bingung menjelaskan apa pada orang tua Sherly! Mereka malu karena ulahmu. Apalagi kamu membawa masuk wanita milik ayahmu sendiri, kamu pikir itu hebat? Apa yang akan mereka pikirkan tentang kita?"

Jonathan mengalihkan perhatiannya pada jam tangan, dia tersadar karena terlalu lama meninggalkan Naya di rumah. Wanita itu pasti berniat kabur. "Aku tidak bisa lama di sini, aku harus pulang."

Tanpa menjawab pertanyaan mamanya, Jonathan bangkit dan beranjak untuk pergi. Namun Isabel yang kepalang marah, menahan dan menampar wajah anaknya. "Usir wanita itu! Mama tidak akan merestui kalian!"

Diusapnya pipinya dengan lembut, menatap sang ibu dengan sorot marah. Garis rahangnya tampak mengeras, dia jelas kesal dengan tuntutan Isabel. "Terserah, aku tidak peduli."

"NATHAN! DENGARKAN MAMA!"

Jonathan berlalu begitu saja tanpa mendengar perkataan mamanya sama sekali. Dia hanya ingin Naya. Hanya wanita itu. Mamanya tidak bisa melarang apa pun yang Jonathan mau. Apa pun yang dia inginkan. Sebelum benar-benar pergi, Jonathan menyempatkan diri untuk menatap Isabel. Mamanya sudah banyak berubah.

You are Ours (Tersedia Di Innovel)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang