Fated Mate

1.3K 112 12
                                    

"Tsukki, kamu pernah dengar soal fated mate?" Yamaguchi membuka pembicaraannya dengan Tsukishima.

Sekarang mereka berdua sedang duduk di taman dekat rumah, memilih menghabiskan waktu sebentar karena masih enggan pulang ke rumah.

Tsukishima menaikkan sebelah alisnya, dia juga menurunkan headset yang dia pakai di telinganya. "Nggak, apa itu?"

"Katanya, ada beberapa kasus alpha dan omega itu memiliki pasangan yang sudah ditakdirkan dari dulu. Mereka biasanya bisa merasakan pheromones satu sama lain dengan kuat, bahkan bisa saja pheromones mereka nggak bisa dirasakan orang lain kecuali fated mate-nya."

"Hmm... lalu?" Tsukishima yang masih belum paham kemana arah pembicaraan Yamaguchi, bertanya lagi.

"Mungkin aja kamu sebenarnya punya fated mate? Makanya orang lain nggak bisa merasakan pheromones-mu."

"Hah?!" seru Tsukishima kesal. "Aku hanya recessive, Yamaguchi! Jangan mengada-ada!" dia menaikkan nadanya.

Yamaguchi tersentak. "M-maaf Tsukki," cicitnya. Dia menunduk, padahal dia membicarakan ini untuk menghibur Tsukishima.

Tsukishima sendiri terkejut karena sudah refleks membentak satu-satunya sahabat kecilnya itu. "Hah.." dia mengusap wajahnya kasar. "Aku nggak suka topik soal alpha-omega ini, Yam. Kalau mau mengobrol cari topik lain aja."

Tsukishima memang paling benci kalau sudah bahas masalah sub gender. Hal ini karena Tsukishima bukan terlahir sebagai recessive beta-omega, tapi dulu dia lahir sebagai beta seutuhnya. Namun, saat menginjak kelas 5 SD, dia mendadak sakit-sakitan dan harus cuti dari sekolah selama beberapa minggu. Saat diperiksa, ternyata gen omeganya muncul. Saat itu Tsukishima benar-benar terpuruk. Bagaimanapun, sejak dulu cita-citanya adalah menjadi seorang atlet voli, namun impiannya berakhir karena gen omega muncul entah dari mana. Dia paham kalau seorang omega tidak bisa berkarir di semua bidang, salah satunya olahraga, kecuali dia memiliki mate.

Saat itu, Tsukishima masih terlalu kecil untuk menghadapi perubahan yang begitu besar. Dia masih ingat jelas saat heat pertamanya datang saat dia kelas 2 SMP, saat itu dia benar-benar stress dan kebingungan, akhirnya yang bisa dia lakukan hanya menangis saja di kamarnya. Tsukishima juga masih belum bisa menerima fakta bahwa dia harus mengonsumsi supressant setiap harinya agar pheromonesnya tidak muncul dan membahayakan dirinya. Kebingungan itu bertumpuk menjadi stress, bahkan sifatnya yang semula ceria pun menjadi hilang.

Kebahagiaannya ada di voli, itu membuat Tsukishima tetap memaksa untuk mengikuti club voli walaupun dia harus selalu menahan rasa sakit melihat teman-temannya bertanding di lapangan tanpa dirinya. Diam-diam, setiap malam Tsukishima selalu berdoa agar bisa secepatnya dipertemukan dengan mate-nya agar dia bisa bermain di voli sepenuhnya.

Tsukishima merasakan sentuhan lembut di bahunya. "Tsukki?" Yamaguchi memanggilnya, menyadarkannya dari lamunannya. "Semangat, Tsukki! Kamu kan bisa ikut pelatihan ke Tokyo, kita akan senang-senang disana!" Hiburnya. Dia tau persis apa yang ada di pikiran Tsukishima, bagaimanapun Tsukishima hanya mengeluarkan keluh kesah didepannya.

Tsukishima tersenyum kecil. Dia bersyukur memiliki Yamaguchi sebagai sahabatnya. "Ya.. makasih Yam."

***

Akhirnya, tiba hari dimana mereka berangkat ke Tokyo untuk ikut pelatihan gabungan. Tidak seperti biasanya, kali ini Yamaguchi menjemput Tsukishima ke rumahnya karena khawatir. Yamaguchi memang senang Tsukishima bisa ikut, tapi dia tetap saja khawatir.

"Tsukki! Sudah minum suppressant? Sudah bawa juga kan? Obat-obatan? Nomor telepon orang tuamu punya semua kan?" Yamaguchi langsung menyerbu Tsukishima yang baru saja keluar dari rumahnya.

"Yamaguchi, berisik." Ketus Tsukishima. "Aku sudah bawa suppressant, jangan khawatir."

"Maaf  Tsukki!" Ucap Yamaguchi. "Ayo, yang lain menunggu!"

Mereka berdua lalu berjalan bersama ke sekolah. Sampai sekolah mereka disambut oleh yang lainnya, karena kebetulan memang merekalah yang tiba paling terakhir.

"Tsukishima! Kamu beneran ikut!" Seru Hinata girang. Nishinoya juga sama, bahkan dia sampai melompat ke punggung Tsukishima.

"Yay! Omega raksasa kita ikut!" Sorak Nishinoya girang.

"Sakit! Turun dari atasku!" Omel Tsukishima mencoba melepaskan Nishinoya dari punggungnya. Semua tertawa melihatnya.

"Ayo semuanya berkumpul!" Daichi, kapten mereka memanggil sambil menepuk tangan. Secepat kilat mereka berkumpul di depan bus yang akan dibawa oleh Takeda-sensei. Setelah mereka semua diabsen oleh Suga, mereka langsung menaiki bus karena mereka hampir kesiangan.

Perjalanan dari Miyagi ke Tokyo menjadi tidak terasa karena tingkah kocak Hinata, Nishinoya, dan Tanaka. Sebenarnya Tsukishima terganggu, jadi dia lebih memilih menyumpal telinganya dengan headset dan mendengarkan lagu sambil tidur. Begitu sampai di Tokyo, mereka bertemu dengan para pemain dari Nekoma. Daichi berpisah dan menyapa kapten Nekoma, Kuroo Tetsurou.

"Jadi itu satu-satunya alpha di pelatihan ini?" Nishinoya bertanya pada Hinata. Diam-diam Tsukishima mendengarnya, dia pun melirik ke arah kapten Nekoma itu.

Kuroo Tetsurou namanya. Dia ada di kelas 3, sama seperti kapten Karasuno sendiri. Dia memiliki tubuh yang tinggi dan otot yang terbentuk dari hasil berlatih voli. Siapapun akan tau dia alpha dalam sekali lihat. Rambutnya berwarna hitam, menurut Tsukishima, bentuknya seperti pantat ayam. Sebelah matanya tertutup poninya. Dari caranya berbicara, Tsukishima menyimpulkan kalau kapten Nekoma itu extrovert dan sangat easy-going.

Ah, kenapa aku memperhatikan dia? Batin Tsukishima. Dia menggeleng-gelengkan kepalanya, berusaha menghilangkan pemikirannya barusan.

"Tsukishima, kamu dipanggil oleh Takeda-sensei." Kiyoko memanggil Tsukishima sambil menunjuk ke arah para pembimbing yang berkumpul dengan beberapa orang yang Tsukishima yakin adalah para omega.

Tsukishima mendengus. Dia malas sekali kalau harus bergabung dengan omega lain, karena sebenarnya sampai sekarangpun dia terkadang masih tidak menerima perubahan gen-nya. Mau tidak mau dia berjalan menghampiri mereka. Para pembimbing club dari sekolah lain menyapanya, dia juga berkenalan dengan omega-omega dari sekolah lain. Para pembimbing memberikan mereka beberapa arahan juga saran, salah satunya untuk tidak terlalu mengikuti latihan individu tanpa pelatih untuk mencegah heat mereka muncul.

Diam-diam, Kuroo memperhatikan mereka dari kejauhan. Matanya menangkap satu orang omega disana yang menarik perhatiannya. "Eh? Dia omega?" Tanyanya, tanpa sadar pada siapa.

"Yang mana?" Kenma yang kebetulan ada di sampingnya balik bertanya, walaupun matanya tetap berfokus pada gadget di tangannya.

"Yang kacamata dari Karasuno. Posturnya nggak mirip omega sama sekali." Jawab Kuroo. Menurutnya, penampilan Tsukishima yang tinggi lebih mirip ke arah beta daripada omega. Yah, walaupun dia tidak sepenuhnya salah.

Kenma mengangkat kepalanya, mengikuti kemana arah mata Kuroo tertuju. "Hm, kalau bukan omega untuk apa dia disitu." Singkatnya, lalu kembali melanjutkan permainannya yang harus dia pause hanya untuk menanggapi Kuroo.

"Hm.." Kuroo tetap memperhatikan Tsukishima dari jauh, tidak mengubah pandangannya barang sedetikpun. "Aku penasaran dia main sebagai apa?"

Kenma mengunci layar smartphone-nya lalu bertanya. "Memangnya kenapa? Suka?"

"Hah?!" Kaget Kuroo. "Jangan ngaco. Sudah, aku mau sapa yang lain dulu." Lalu dia beranjak dari sana, menghampiri satu team yang baru saja sampai.

Kenma melirik ke arah Kuroo dan Tsukishima bergantian, dia memergoki Kuroo yang sesekali mencuri pandang ke arah omega dari Karasuno itu. Kenma menggedikkan bahunya. Entah apa yang dia pikirkan, tapi yang pasti pikirannya tidak pernah salah.

***

Mate With My Enemy (Haikyuu Omegaverse! AU) 🔞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang