"Nata, Nata"
Teriakan seseorang di pagi itu mengawali hariku. Namaku Renata Larasati, saat ini aku duduk di sekolah menengah pertama kelas dua. Tinggiku? Tinggi badanku sekitar 155 cm, berat badanku 40kg. Cukup ideal untuk anak seumuranku. Dan ini adalah ceritaku.
"Yan, tunggu sebentar . Aku keluar sekarang" Ucapku
Aku buru - buru memakai sepatuku, ibuku yang sedari tadi mengomeliku karena tidak sarapan masih terus berbicara dari ruang makan. Selesai memakai sepatu, dengan cekatan aku memakai tas ranselku dan berpamitan dengan Ibu.
"Bu , nata berangkat sekolah dulu" Teriakku dari luar.
"Dasar anak itu, selalu saja tidak sarapan terlebih dahulu" Gumam ibuku.
Pintu gerbang rumah ku buka perlahan, terlihat sesosok pria yang dari tadi menungguku untuk berangkat bersama ke sekolah. Sosoknya ideal, untuk tinggi badan yang cukup bahkan melebihi anak sekolah menengah pertama pada umumnya. Ryan namanya, aku bahkan lupa bagaimana aku bisa mengenalnya dan menjadi teman dekat dengannya. Yang kutahu pasti adalah Ryan teman yang selalu ada di sisiku saat aku membutuhkan bantuannya.
"Maaf nunggu lama ya Yan" Ucapku
"Ah, sudah biasa Ta menunggumu. Dasar lelet" Jawabnya sambil tertawa.
Sial, pagi - pagi sudah mengejekku saja. Memang aku terkenal sedikit lambat dalam bersiap - siap, karena aku malas untuk buru - buru. Apalagi jika berurusan dengan sekolah, aku lebih suka datang terakhir dan pulang pertama. Seperti itulah prinsipku.
"Dah yuk, buru . Malah melamun" ucapnya
"Tau tau aku tampan, tidak usah melamuni ketampananku gitu dong Ta" tambahnya
Ye, aku melamun bukan karena terpesona oleh dirimu. Dasar Ryan, dari awal bertemu sampai sekarang tidak berubah sifatnya. Oh iya, aku berangkat naik kendaran umum bersama Ryan, yah walau terkadang dia suka bandel dan membawa motornya ke sekolah.
Perjalan dari rumahku ke sekolah tak membutuhkan waktu yang lama. Hanya sekitar 15 menit dengan menaiki kendaraan umum untuk sampai sekolah. Sekolahku merupakan sekolah negeri di Kotaku, cukup terkenal walau tak menjadi sekolah unggulan sih. Memiliki bangunan yang cukup besar dan halaman yang luas serta lokasi yang dekat dengan rumahku lah yang menjadikan alasan aku memilih sekolah ini.
"Pagi Ta"
Aku menoleh ke arah suara yang menyapaku, kulihat sosok seorang wanita yang tinggi nya tidak jauh berbeda denganku. Kurasa dia juga merupakan keturunan orang luar, karena bentuk wajahnya yang tidak seperti orang Indonesia. Yaps, Nia namanya, dia adalah temanku yang cukup akrab denganku, lantaran kami suka bergosip.
"Pagi Nia, Tumben kita bertemu pagi di gerbang sekolah ya" Jawabku
Nia hanya tersenyum lembut dan mengarahkan pandangannya kearah Ryan. Aku respon menoleh kearah tatapan mata Nia. Iya iya, mungkin karena Ryan lah aku tidak telat datang sekolah, sehingga bisa bertemu dengan Nia sepagi ini. Melihat aku sudah mengetahui makna respon dari Nia. Mereka tertawa kencang bersamaan. Dasar teman - teman yang sukanya mengejekku. Tetapi aku benar - benar nyaman dengan mereka, walau sering jadi bahan ejekan mereka karena aku lelet.
Teng... Teng... Teng... saking asiknya obrolan kami bertiga, kami sampai tak sadar waktu. Bunyi Bel sekolah yang menandakan bahwa jam pertama akan segera dimulai yang menjadikan tanda obrolan kami harus berhenti. Aku dan Nia berpamitan kepada Ryan, karena Ryan berbeda kelas denganku dan Nia. Sesampainya di kelas , aku langsung duduk di kursi kesayanganku, terletak di tengah bagian pojok kanan. Pemandangan depan sekolah yang terpampang jelas melalui jendela inilah yang menjadikan alasanku menyukai tempat duduk ini. Nia duduk disebelahku, bukan karena tak ada tempat duduk lain, melainkan karena aku dan Nia selalu ingin bergosip walau ditengah jam pelajaran sekalipun.
"Ta, kamu tau ga? Bimo anak kelas VIII B?" Tanya Nia.
"Hah!? Yang mana Ni? Sumpah aku gak tau. Kamu salah bertanya kepadaku, aku kan tidak terlalu memperdulikan sekitar" jawabku
Nia mendengus pelan. Mungkin didalam benaknya dia berpikir kok bisa ada orang yang tidak peduli sekitar. Aku yang kepo karena perbincangan tentang Bimo ini dimulai oleh Nia yang mendapat julukan sang ratu gosip membuatku adem panas seketika. Bukan karena sakit, karena rasa penasaran.. Apa? Memang ada gosip apa sampai Nia pun memulai obrolan tentang Bimo.
"Emang kenapa sih Ni?"
Aku kalah dengan rasa keingin tahuanku, sehingga bertanya balik ke pada Nia. Mendengar perkataanku barusan , Nia tersenyum mengejek.
"R.A.H.A.S.I.A" Jawabnya.
"Ah, kamu gitu Ni. Udah mulai obrolan duluan bertanya tentang si Bimo ini, eh malah main rahasia - rahasiaan segala" Tukasku gemas.
Nia tertawa mendengar responku, dia hanya menjelaskan bahwa nanti aku akan tahu sendiri kenapa. Aku kesal sekali, kenapa tidak diselesaikan coba bahasannya, bikin orang penasaran saja. Tapi mau bagaimana lagi, Nia sekali bilang tidak yang tidak akan cerita.
Selang beberapa waktu guruku datang, guru Matematika. Kenapa harus matematika sih jam pertama gini, apalagi dapatnya Bu Tama. Sekedar info, Bu Tama inu oranya judes banget. Gatau lagi deh, kenapa suaminya bisa bertahan sama dia. Materi demi materi terus dijelaskan, hingga tak terasa bel istirahat pertama berbunyi.
"Akhirnya, bisa istirahat. Otakku lelah menerima materi ini"
"Hush, sompral mulutmu Ta. Bu Tama masih di dalam kelas" Bisik Nia pelan kepadaku.
Aku langsung menutup mulutku, takut bila tiba - tiba ada pertanyaan dadakan dari Ibu Tama satu ini. Akhirnya Bu Tama keluar ruangan, aku bergegas berdiri untuk menuju kantin. Perutku berasa lapar sekali, mungkin karena aku tidak sarapan tadi pagi.
"Ni ayo kekantin, perutku lapar" ajakku
"Ayo Ta, sama" Jawab Nia.
Aku dan Niapun segera keluar ruangan kelas untuk menuju kantin, sampai tiba - tiba ada yang memanggilku. Aku berhenti sejenak lalu mencari siapa yang memanggilku. Aku tolah toleh kanan kiri, atas bawah untuk mencari siapa yang memanggilku. Sampai tatapanku menuju kearah kelas VIII B yang posisi ya berseberangan dengan kelasku.
"Nata" Teriak seorang cowo .
Aku mengernyitkan mataku, berusaha melihat jelas siapa yang memanggilku. Bari?? Ada apa dia tiba tiba memanggilku? Lambaian tangan Bari seolah memberi isyarat kepadaku dan Nia untuk berhenti menunggu sebentar, sementara dia langsung berlari kearahku. Ada apa sih? dari tau kenapa orang - orang bertindak berbeda dari biasanya, pertanyaan itu sponta muncul dalam benakku. Dan sekarang, aku , Nia dan Bari berdiri berhadapan. seperti cinta segitiga adegan seperti ini ucapku dalam hati.
"Nat , nanti sepulang sekolah ikut yuk. Nonton bioskop bareng di Mall" Ucap Bari
"Hah!?" Responku kaget.
Kenapa tiba - tiba coba, Bari mengajak nonton film di bioskop. Memang kami cukup akrab, tapi dia sudah punya pacar kan. Kok bisa mengajak perempuan lain untuk nonton bioskop.
"Ah iya, tenang aja Nat. Rame - rame kok nontonnya" Tambahnya.
Duh kan jadi malu, pasti kira bahwa aku berpikir macam - macam barusan. Baripun menanyakan ulang kepadaku tentang ajakannya barusan.
"Gimana? Mau ga?"
"Hah!? oh iya oke Bar" jawabku singkat
Baripun tersenyum dan memberi tahu, jika Nia mau ikut juga tidak apa. selepas itu dia langsung berlari menjauh dari kami. Aku dan Nia bertatapan mata , merasa keheranan dan bingung. Bari mengajakku? Nonton?.
![](https://img.wattpad.com/cover/269309760-288-k646776.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Geminis : The truth
Non-FictionCerita kisah kehidupan, tentang sesuatu hal yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya oleh dua gadis remaja. Renata Larasati dan Samantha Claudia adalah seorang gadis remaja yang hidup dengan biasa - biasa saja, sebelum sesuatu hal merubah hidup mere...