BAGIAN 5

119 8 0
                                    

Sementara itu pertarungan antara Tanuwirya dengan Eyang Winatama juga berlangsung sengit. Tanuwirya yang menggunakan senjata berupa pedang yang memancarkan cahaya putih keemasan terus mengibas-ngibaskan senjatanya ke arah lawannya. Setiap ayunan pedang itu selalu mengeluarkan kilatan-kilatan cahaya putih disertai hawa panas yang sangat menyengat.
Duaar...! Duaarr...!
Beberapa kali kilatan cahaya itu menghantam tanah yang kosong sementara Eyang Winatama terus menghindar dari hantaman sinar mematikan tersebut.
"Hiyaaa...!"
Sreeettt...!
Tak mau kalah, Eyang Winatama juga mengeluarkan jurus ampuh untuk balik menyerang Tanuwirya. Kedua tangannya terkepal dan dihentakkan ke arah Tanuwirya dari jarak sekitar empat tombak. Dari kepalan tangan Eyang Winatama keluar selarik sinar kemerahan yang menghujam lurus ke arah dada Tanuwirya.
Namun dengan sekali kibasan pedangnya, Tanuwirya berhasil menepis sinar kemerahan itu.
Slapp...!
Duaarrr...!!
Terdengar ledakan keras dari sebuah bongkahan batu cadas berlumut yang tak jauh letaknya dari pertarungan tersebut karena terhantam sinar kemerahan yang ditepis oleh pedang Tanuwirya.
"Hahaha... Percuma saja, Eyang. Semua ajian yang Eyang miliki tidak ada yang bisa menyentuh kulitku. Kau tak akan bisa mengalahkanku, Eyang!" kata-kata Tanuwirya terdengar pongah dan mengejek Eyang Winatama.
"Tanuwirya! Jangan kau pikir dengan merebut pedang Kilat kau akan jadi pendekar sakti!" teriak Eyang Winatama.
"Kita lihat saja nanti, Eyang! Akan kubuktikan bahwa akulah yang akan jadi pendekar terhebat di jagad ini!" jawab Tanuwirya dengan penuh percaya diri.
"Jangan sombong kau, Tanuwirya! Kau akan celaka karena kata-katamu sendiri!" tegas Eyang Winatama.
"Persetan! Hiyaaatt....!"
Tanuwirya kembali melancarkan serangan dahsyatnya. Dia langsung menggunakan jurus-jurus dari rangkaian Aji Reksa Jalapati tingkat tinggi.
"Hup...!"
Eyang Winatama pun tak mau kalah meladeni dengan jurus-jurus tingkat tinggi pula.
Kembali pertarungan berlangsung sengit. Keduanya berusaha untuk saling menjatuhkan. Namun Tanuwirya dengan senjata pedang Kilat memang sangat sulit ditaklukkan, apalagi dengan Aji Reksa Jalapati yang memang merupakan pasangan dari pedang Kilat.
Entah sudah berapa lama keduanya bertarung, namun terlihat sedikit demi sedikit Eyang Winatama mulai kewalahan. Apalagi serangan kilatan cahaya yang keluar dari kibasan pedang Kilat itu terus-menerus mengarah ke dirinya seakan tiada hentinya.
Hawa panas yang menyertai kilatan cahaya dari pedang Kilat membuat udara di sekitar pertarungan itu menjadi panas. Hal ini mengakibatkan konsentrasi Eyang Winatama mulai kendor. Beberapa kali kilatan cahaya putih keemasan itu hampir mengenai dirinya.
Pertahanan Eyang Winatama mulai goyah. Tanuwirya mengetahui hal itu dan dengan cepat mengepalkan tangan kirinya dengan pengerahan Aji Reksa Jalapati tingkat tinggi.
Kepalan tinju tangan kirinya mengarah tepat ke dada Eyang Winatama yang terlihat mulai goyah.
Dess...!
Eyang Winatama sudah tak sempat lagi menghindar dari pukulan Tanuwirya yang mengandung tenaga dalam tinggi tersebut. Kontan pukulan tangan kiri Tanuwirya mengahantam telah dada Eyang Winatama.
"Uhh...!"
Eyang Winatama terpental ke belakang sejauh tiga tombak.
"Hoeekk...!"
Eyang Winatama memuntahkan darah kental dari mulutnya. Dia memegangi dadanya yang terasa panas serta sekujur tubuhnya terasa sulit digerakkan.
"Hahaha... Sudahlah, Eyang. Sebaiknya kita sudahi saja pertarungan ini. Aku tidak ingin membunuhmu, Eyang!" kata Tanuwirya.
Dengan sisa-sisa tenaga yang ada, Eyang Winatama duduk bersila dan segera di alirkan hawa murni ke seluruh tubuhnya. Tangannya di dekapkan di depan dada, kemudian mulai mengatur nafasnya. Tapi akibat pukulan Aji Reksa Jalapati itu memang mengerikan. Hawa murni yang coba dialirkan ke tubunya hanya tersendat di titik nadi dan tersumbat di situ.
"Hoeekk...!"
Kembali Eyang Winatama memuntahkan darah segar agak kehitaman dari mulutnya. Matanya berkunang-kunang karena aliran hawa murninya tidak sempurna mengalir.
"Hahaha... Kenapa Eyang masih bersikeras?" ejek Tanuwirya melihat keadaan Eyang Winatama.
"Keparat kau, Tanuwirya! Lebih baik aku mati daripada menuruti belas kasihanmu!" sergah Eyang Winatama.
Sementara itu Pandan Wangi yang tengah bertarung dengan Saraswati mengetahui keadaan Eyang Winatama yang terkena pukulan Tanuwirya agak merasa kuatir juga. Sambil bertarung, sesekali dia menoleh melihat ke arah Eyang Winatama.
Namun hal itu malah membuat konsentrasi Pandan Wangi jadi lengah. Dan Saraswati melihat kalau perhatian Pandan Wangi mulai terpecah.
Dengan gerakan secepat kilat, diayunkan tombaknya dengan gerakan memutar lalu mencelat lurus mengarah ke Pandan Wangi.
"Hiaatt...!"
Pandan Wangi yang sedikit lengah mencoba menghindari terjangan senjata tombak beracun milik Saraswati dengan memutar miring tubuhnya ke kiri sekuat tenaga.
Namun gerakannya sedikit terlambat. Tak ayal ujung tombak beracun itu sempat menggores lengan kanannya.
Srettt...!
"Akh...!"
Pandan Wangi memekik ketika lengannya terkena sabetan tombak musuhnya. Seketika darah merembes keluar membasahi bajunya. Dia mendekap lengannya yang terluka.
"Hahaha... Sebentar lagi kau akan mati, perempuan laknat!" Saraswati tertawa lebar melihat musuhnya terkena sabetan tombaknya.
Pandan Wangi merasakan lukanya terasa panas menyengat, perutnya terasa mual dan pandangannya mulai kabur. Napasnya tidak teratur seakan sulit sekali untuk menarik napas, tenggorokannya tersekat. Pandan Wangi jatuh terduduk, dari hidungnya mulai mengeluarkan darah.
"Kakang Tanuwirya, sebaiknya kita kirim saja mereka semua ke neraka. Buat apa terus bermain-main seperti ini, huh...!" kata Saraswati pada Tanuwirya.
"Baik, Saraswati. Lebih baik kita bunuh saja sekarang, biar mereka segera cepat sampai ke neraka!" jawab Tanuwirya.
"Hiaaattt...!"
"Hyaaatt...!"
Tanuwirya melompat sambil mengangkat pedang Kilat ke atas dan siap dihujamkan ke kepala Eyang Winatama. Sedangkan Saraswati juga berlari sambil menghunuskan tombaknya ke arah Pandan Wangi.
Sudah tidak ada kesempatan lagi bagi Eyang Winatama dan Pandan Wangi untuk menghindar. Keduanya sudah sama-sama kehabisan tenaga, ditambah lagi Pandan Wangi yang terkena racun dari tombak milik Saraswati.
"Dewata Agung! Mungkin memang sudah takdirku mati kali ini..." desah Pandan Wangi dalam hati.
Demikian juga dengan Eyang Winatama yang sudah pasrah menerima takdir kematiannya.
Pedang Kilat yang memancarkan cahaya putih keemasan itu semakin dekat mengarah ke kepala Eyang Winatama. Dia hanya diam dan memejamkan matanya menunggu detik-detik kematian menghampiri dirinya.
Namun ketika mata pedang Kilat tinggal berjarak sekepalan tangan, tiba-tiba saja sekelebat bayangan putih bergerak menyambar tubuh Eyang Winatama!
Wuzz...!
Jlebb...!
Pedang Kilat itu menancap keras ke tanah bekas Eyang Winatama tadi berada. Begitu juga dengan Sarawsati yang hujaman tombaknya hanya menerjang angin kosong.
Serentak keduanya terkejut bukan kepalang! Mereka saling berpandangan, seakan ingin saling bertanya apa yang baru saja terjadi.
Namun belum juga rasa terkejutnya hilang, mendadak muncul angin topan yang luar bisa besar menerjang ke arah kedua orang tersebut.
Werrr....!
Wuussshh...!
Pohon-pohon di sekitar pertarungan tadi langsung oleng dan tercerabut dari akarnya, beterbangan menyambar apa saja yang dilaluinya. Begitu juga dengan bebatuan besar dan kecil juga beterbangan tak tentu arah menghantam semua yang di sekitarnya.
"Hupss...!"
Tanuwirya dan Saraswati berusaha sekuat tenaga dengan pengerahan tenaga dalam tinggi menahan dahsyatnya terjangan angin topan yang berputar di sekeliling mereka. Namun tenaga dalam Saraswati tampaknya tak sekuat Tanuwirya karena tubuhnya mulai oleng.
"Kakang...!" teriak Saraswati ketika tubuhnya tak kuat lagi menahan dan mulai terombang-ambing pusaran angin topan.
"Saraswati...!" Tanuwirya dengan segenap tenaga yang dimilikinya menggenjot kakinya mencelat dan melompat tinggi mendekap tubuh Saraswati.
Slapp!
Buggh...!
Keduanya jatuh bergulingan di tanah sambil saling berpelukan erat. Dan tubuh mereka baru berhenti berguling saat menubruk gelondongan pohon besar yang tumbang. Beruntung keduanya mempunyai ilmu tenaga dalam tinggi. Jika orang biasa mungkin sudah binasa.
Mereka kemudian bangkit dan melihat ke sekelilingnya. Angin topan dahsyat yang tadi menerjang daerah itu tiba-tiba saja lenyap. Yang tertinggal hanya bongkahan batu serta pohon-pohon yang tumbang saling tumpang tindih tak karuan. Seperti habis diamuk kawanan gajah, tempat itu porak-poranda.
"Kakang, apa yang terjadi? Angin itu tiba-tiba saja lenyap!" tanya Saraswati kebingungan.
"Hmmm..." Tanuwirya hanya bergumam saja.
"Dan... mereka juga menghilang, Kakang!" kata Saraswati yang tidak lagi melihat Pandan Wangi dan Eyang Winatama yang tadi bertarung.
"Pendekar Rajawali Sakti..." desah Tanuwirya dengan suara lirih hampir tak terdengar.
"Apa?" tanya Saraswati.
"Ya... Ini pasti ulah Pendekar Rajawali Sakti! Aku sering mendengar jika Pendekar Rajawali Sakti mampu menciptakan angin topan dahsyat!" tegas Tanuwirya.
"Lalu bagaiman sekarang, Kakang?" tanya Saraswati.
"Mereka sedang terluka, pasti tidak akan jauh bersembunyi dari sini. Kita kejar dan habisi mereka, Saraswati!" jawab Tanuwirya dengan mantap.
Saraswati mengangguk, sejurus kemudian mereka berlari sambil mengerahkan ilmu meringankan tubuh meninggalkan tempat pertarungan yang telah porak-poranda itu.

***

162. Pendekar Rajawali Sakti : Pedang KilatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang