Chapter 3: You can read me like a book

54 6 1
                                    


"Hey Iwa-chan, kita kan sudah kelas 3 SMA sekarang. Dimasa depan nanti apa yang mau kau lakukan?" Oikawa berkata dengan malas sambil membolak balik majalah yang ia pinjam dari anak-anak perempuan di kelas.

"Entahlah, aku sama sekali belum memikirkannya."

"Hmm menurut ramalan bintang disini, gemini cocok dengan pekerjaan seperti pembawa acara dan guru. Haahhh..., tapi siapa yang mau memperkerjakan Iwa-chan sebagai pembawa acara atau guru? Alis mu itu selalu berkerut! Kau pasti akan membuat murid-murid dan penonton takut!"

"Oy Oikawa, lebih baik kau tutup mulutmu sebelum orang yang ada dihadapanmu membunuhmu." Hanamaki mencoba memperingatkan Oikawa, namun ia terlambat karena tinjuku sudah terlebih dahulu mendarat diatas kepala si bocah keparat ini.

"SAKIT!!". Oikawa mengelus elus kepalanya.

"Nah kan dah dibilangin. Gara-gara pertanyaan tadi aku juga jadi kepikiran, kira-kira apa yang akan kita lakukan setelah lulus nanti ya? Apa yang akan kau lakukan Oikawa?"

"Aku? Mungkin aku tidak akan banyak berubah setelah aku lulus. Aku akan tetap menyapa Iwa-chan di pagi hari, mengganggu nya di jam makan siang, dan pulang bersama Iwa-chan setelah selesai dengan pekerjaanku. Oh aku juga akan mengganggu Iwa-chan setelah itu." Oikawa berbicara dengan enteng, dan entah kenapa bulu kudukku merinding mendengarnya.

"Oy Oikawa, kau ini stalker ya?? Serem banget dah, itu sih bukan rencana masa depan namanya! Dan kau juga mengatakan akan mengganggu Iwaizumi dua kali!!"

"Makki jahat! Aku bukan stalker, dan yang tadi aku katakan beneran kok!". Oikawa merajuk sambil melirik kearahku.

"Bukankah kau mendapatkan tawaran untuk bisa bergabung dengan tim Jepang?". Matsukawa yang tadinya diam saja selama pembicaraan tiba-tiba membuka mulutnya. Aku tiba-tiba membeku, seakan ada selapis es tipis yang pecah hanya dengan kata-kata singkat itu.

"A-a itu em.., ha-haha aku tadinya ingin memberitahu mu Iwa-chan, haha, surprise!! Kaget kan??". Oikawa berusaha mengendalikan situasi, namun isi kepalaku telh kosong dan sulit bagiku untuk memproses kata-katanya yang tergagap.

"Apa aku baru saja mengatakan sesuatu yang seharusnya tidak aku katakan??"

Semua orang terlihat bingung dan panik. Namun aku tidak tau apa yang harus aku katakan. Aku hanya bisa merasa marah tanpa tau apa yang membuatku begitu marah. Aku mengepalkan tanganku dan beranjak dari kursiku, tanpa sengaja kursiku jatuh ke lantai dan membuat suasana menjadi semakin tegang. Tanpa berkata apapun aku pergi keluar kelas. Bel kelas berbunyi, pertanda jam istirahat telah usai. Namun aku tidak bisa membawa diriku kembali ke kelas itu, kalau aku kembali kesana aku takut perasaanku akan meledak. Aku tidak tau harus melangkahkan kakiku kemana, tanpa sadar aku sudah berada di dalam ruangan klub. Tidak ada seorangpun disana, hanya ada bola voli, buku komik yang berserakan di lantai dan remah-remah cemilan yang belum dibereskan dari Latihan kemarin siang. Aku merasa bodoh karena berjalan kearah ruangan klub yang seharusnya aku hindari. Ketika aku berbalik badan hendak keluar dari ruangan tersebut, tiba-tiba Oikawa sudah berada di ambang pintu dengan nafas yang terengah engah.

"Hah.. hah.. sudah kuduga kau ada disini Iwa-chan". Oikawa berjalan mendekatiku sambil menyeka keringatnya. Tanpa sadar kaki ku berjalan mundur menghindarinya.

"Jangan mendekat! Aku sedang tidak ingin berurusan denganmu!". Tanpa sadar aku meninggikan suaraku dan berteriak padanya, Oikawa pun berhenti mendekat kearahku.

"Hey Iwa-chan, sebenarnya apa yang membuatmu begitu marah??". Oikawa berbicara dengan nada yang rendah dan terasa dingin. Aku tidak suka nada suara ini, aku tidak suka suaranya yang dingin namun terdengar seperti menahan tangisan di pangkal tenggorokannya. Aku tidak menyukainya. Tapi sebenarnya apa yang membuatku begitu marah? Bukankah seharusnya aku juga merasa senang untuknya? Oikawa selalu menyukai voli, dan mendapatkan tawaran untuk bisa bergabung dengan tim nasional adalah hal yang bagus, lantas kenapa aku begitu marah? Kenapa aku begitu gelisah? Bukankah aku sudah mengubur perasaanku dalam-dalam? Bukankah aku sudah lama merelakannya sejak Oikawa terus bergonta ganti pacar selama duduk di bangku SMA ini? Lantas mengapa?.

"Iwa-chan, lihat aku". Lagi-lagi, sama seperti waktu itu, kata-katanya menyihirku dan aku tidak dapat melihat kemanapun selain kearah matanya yang berwarna coklat hazelnut. Oikawa berjalan mendekat kearahku, namun aku masih berada dibawah pengaruh mantra hingga tak bisa melangkah kemanapun. Ia terus berjalan mendekat hingga aku bisa merasakan hembusan nafasnya di wajahku. aku mendengar suara debaran jantung yang begitu keras, apakah ini debaran jantungku atau debaran jantung Oikawa?. Oikawa yang lebih tinggi dariku sedikit menundukan kepalanya dan menatap mataku. Tiba-tiba ia menyandarkan kepalanya ke pundakku.

"O-OI APA YANG KAU LAKUKAN?!" Aku hendak mendorong kepala bodoh ini dari pundakku namun tiba-tiba Oikawa menahan tanganku dan menggenggam jemariku dengan jarinya yang terasa halus di kulitku yang kasar. Oikawa menurunkan kepalanya dan menyandarkan telinganya tepat diarah jantungku.

"Bukankah disini berisik sekali? Dari awal aku bisa mendengarnya, deg deg deg, suara jantung yang berdebar dengan cepat." Aku menahan nafasku, takut perasaanku akan keluar dari mulutku jika kami berbagi udara yang sama dalam ruangan ini. Oikawa menarik tanganku yang sedari tadi ia genggam dan menempatkannya di dadanya.

"Iwa-chan, bukankah disini juga sangat berisik?? Suaranya sangat kencang hingga aku bisa mendengarnya dengan telingaku. Tapi kau dan aku berbagi irama jantung yang sama hingga suara jantung ini terdengar seperti satu. Dari hati menuju tubuh, dari tubuh menuju hati, ada begitu banyak benang yang terjalin, iwa-chan.. katakana... bukankah kau mencintaiku?". Oikawa menarik tanganku kearah wajahnya sambil terus menggenggam erat tanganku dengan kedua tangannya. Tanganku yang tadi merasakan degup kencang dari jantung Oikawa, kini merasakan hangatnya air mata yang mengalir di pipi Oikawa. Tanpa sadar jari jempolku mengelus pipi Oikawa yang basah. Kini ia melihat kedalam mataku dan menyandarkan mukanya yang mungil pada telapak tanganku sambil tersenyum kecil.

"Hahaha, Iwa-chan wajahmu! di wajahmu tertulis jelas bahwa kau menyukaiku". Oikawa yang tertawa dengan mata yang berkilauan dari air mata terlihat sangat cantik dan indah dan lagi-lagi sekeliling ruangan berubah menjadi putih, aku berada di dunia yang hanya ada aku dan Oikawa saja di dunia ini.

"Diam kau bodoh, wajahmu yang menangis sangat jelek!". Aku mengangkat tanganku yang lainnya dan menyeka air mata Oikawa.

"Bohong, pasti sebenarnya di dalam hatimu kau sedang berfikir bahwa aku terlihat sangat cantik dan imut!". Oikawa benar-benar bisa membacaku seperti buku yang terbuka. Mungkin sedari dulu ia tau bahwa aku menyukainya, namun hanya aku yang pecundang ini yang terus menghindarinya. Tapi.., meskipun begitu apakah ini adalah jalur yang benar? Apa yang akan terjadi setelah ini? Apakah aku bisa terus bersama dengannya.. selamanya?.

"Iwa-chan ada apa?". Aku menurunkan tanganku dari wajahnya dan meletakkan telapak tanganku pada tengkuk Oikawa yang terasa dingin, kemudian menariknya hingga wajahnya yang sedikit lebih tinggi dariku kini berada di satu jarak pandang yang sama denganku.

"I-iwa-chan?! Se-sebentar!! Time out!! Time out!!". Aku menatap matanya yang hanya terpaut beberapa centi dariku dan aku bisa melihat wajah Oikawa yang bodoh terlihat begitu tegang, aku bahkan bisa merasakan lehernya menjadi kaku. Aku sedikit mendangakkan kepalaku dan meniup kening Oikawa hingga poni coklatnya tersibak. Aku kemudian menatapnya dan tersenyum.

"Apa yang kau pikirkan bodoh?". Aku melepaskan tanganku dari tengkuknya dan mundur satu langkah kebelakang. Oikawa masih membeku untuk beberapa saat. Ia kemudian langsung memegang keningnya daengan kedua tangannya dan aku bisa melihat mukanya memerah hingga ke telinga dan lehernya. Sangat manis.

"Hey Oikawa bodoh! Wajahmu, tertulis jelas bahwa kau menyukaiku". Aku berjalan keluar ruangan, namun aku berhenti karena melupakan sesuatu. Aku kembali ke dalam ruangan dan menarik tangan Oikawa dalam genggamanku sambil membawanya keluar.

"Kita harus kembali ke kelas, udah kelas 3 gak bisa sering-sering bolos."

"Uuuwaaaa, jahat! Iwa-chan menggodaku, aku seperti orang bodoh!". Lagi-lagi ia merajuk, tapi ia tidak melepaskan tangannya dari genggamanku.

"Hentikan tangisanmu itu bodoh, kau terlihat imut saat menangis". Kini giliran aku yang bisa merasakan merah pipiku hingga ke telingaku. Dari luar jendela aku bisa melihat salju pertam turun, namun aku bisa merasakan hangat yang mengalir dari tangan yang ku genggam. Musim salju tidak pernah terasa sehangat ini sebelumnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 16, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Tripped [iwaOi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang