CHPTR| 1

155 6 250
                                    

"Bersahaja adalah pangkal kebahagiaan, berlebihan adalah pangkal kehancuran"
-Alexa
______

"Kak Lea.. bangun.. banguun.." bocah perempuan itu menggoncang-goncang jepala Lea yang masih nyenyak tidur sampai fajar berlalu. "Uuh, Jeenyea?.. hah! Sudah jam segini?!" Setelah lirik kepada sepupu kecilnya Leaa melihat kepada jam dinding. Bila tidak cepat dia terlambat untuk hari pertama kuliahnya. "Aaaaaa..." sambil berteriak tidak jelas, laper lagi di kamar mandi untuk melakukan mandi bebek karena waktu yang sudah mepet. Jennyea terheran-heran melihat tingkah sepupunya yang dia anggap sedemikian absurb.

Setelah mandi yang waktunya dua kali lebih cepat dari biasanya, Lea kembali ke kamarnya untuk ganti pakaian dan mempersiapkan peralatan kuliahnya secepat mungkin. "Uh buku-buku.. pena.. Manhwa?" Lea tak ambil pusing dan memasukkan semua barang penting yang ada dalam jarak pandangannya ke dalam tasnya, kecuali Jeenyea. "Haduh, aku bakal telat!" Kata Lea panik sembari duduk di kursi makan.

"Tenang nak, nanti paman antar pakai mobil.." Gregory mencoba menenangkan keponakannya yang kini mulai makan dengan barbar, karena waktu sudah tidak bisa diajak kompromi. "Pelan-pelan Lea." saran bibi Smith kepada keponakan tercintanya yang makan roti dengan sangat cepat. "Ulp... ahhh, ayo paman! Berangkat!" Setelah menenggak singkat jus Labu, Lea langsung memanggul tasnya, menyalami bibinya dan cepat-cepat pergi keluar rumah menunggu pamannya yang bahkan belum menyentuh sarapannya.

"Wow, dia terburu-buru." Komen Gregory dengan santai sebelum melahap roti.

*****

Ramai lancar di jalan raya, kendaran berjubel dari ujung pukul ujung karena ini adalah jam masuk kerja dan jam masuk sekolah. "Paman! Kok berhenti?!" Tanya Lea yang tak sabaran. "Lampu merah." Gregory menjawab dengan entengnya menunjuk lampu merah dengan pewaktu yang menunjukkan lampu akan kembali hijau dalam 47 detik lagi. Tak ada pilihan lain, Lea harus menunggu di kursi belakang daripada menatap pewaktu lampu lalu lintas yang akan menambah parah rasa cemasnya. "Haff...." Lea sambil bertopang dagu melihat ke kiri dan kanan, kendaraan lain juga masih menunggu.

Tanpa sengaja, Lea melihat ada seseorang yang memakai kacamata hitam berjalan di trotoar dengan bantuan tongkat, bisa diasumsikan orang itu buta. Tiba-tiba entah karena tangannya licin karena keringat atau karena tunggakan apartemen yang 3 minggu belum dibayar, si buta tak sengaja menjatuhkan tongkatnya dan membuatnya panik sembari meraba-raba tanah seperti orang buta.

"Ouh... ee, paman, aku keluar sebentar.." Lea membuka pintu dan jalan ke trotoar. "Eh Lea! Mau kemana nak?" Gregory nampak bingung keponakannya mau pergi kemana, namun kebingungannya terjawab setelah melihat keponakannya membantu orang buta di trotoar, seberkas senyum bangga pun mengembang di sudut bibir sang paman.

"Terima kasih, pasti akan butuh waktu lebih lama untuk menemukan tongkat ini kalau kau tidak menolongku.." orang itu berterima kasih kepada Lea yang telah menolongnya, tapi tentu dia tidak dapat melihat siapa yang menolongnya karena keterbatasan fisiknya. "Sama-sama, lain hati-hati ya!..."

Orang buta itu tersenyum mendengar suara Lea, sedangkan Lea melihat ke pamannya yang memberi isyarat untuk kembali ke mobil. "Euh, aku pergi dulu ya, bye!" Lea hendak kembali mobil. "Tunggu! Aku.. boleh aku tahu namamu?" Pertanyaannya menunjukkan bahwa dia salah tingkah.

"Namaku Lea." Jawab Lea dengan senyuman. "Lea.. namaku Blean." Namun sayang, Lea sudah terlebih dahulu kembali ke mobil.

"Dia buta, nak?" Baru masuk dan Lea sudah diberi pertanyaan demikian oleh Gregory.

"Ee iya paman..." Lea menjawab singkat, Gregory menjadi senang. Selain mengetahui keponakannya adalah gadis yang sangat peduli, dia jadi tidak lagi mendengar gerutuan Lea yg takut terlambat datang ke kampus. "Aaaaa! Paman! Sudah jam segini!" Ternyata dugaannya salah total.

*****

"Semoga harimu menyenangkan!"

"Iya! Iya paman!" Lea langsung lari jarak dekat ke gedung universitas, para mahasiswa-mahasiswi di lobi pun terheran-heran melihat Lea yang seolah berusaha lari dari kenyataan.

"Maaf saya terlambat!" Lea memasuki ruangan jurusan yang dipilihnya. Namun, ruangan itu kosong melompong dari manusia. "Lah! Beneran terlambat!" Baru saja Lea berkata demikian, ada seorang perempuan yang berdiri di belakangnya.

"Eh, permisi," Lea lalu masuk ke ruangan dan membiarkan gadis itu masuk, bersama banyak mahasiswa-mahasiswi lainnya. "Eh... apa jangan-jangan aku belum terlambat ya?" Tanya Lea pada dirinya sendiri. "Dosennya palingan baru datang setengah jam lagi, santai~" kata seorang mahasiswi kepada Lea dengan entengnya.

Lea lega, untung sekali dia tidak telat di hari pertamanya, rasanya truk monster baru saja diangkat dari punggungnya. Lea lalu mencari tempat duduk kosong, dan dia menemukan satu, dipinggir mahasiswa yang pakai kacamata hitam.

Lea pun duduk disitu, menghela nafas lega. "Lea? Ka-kaukah itu?" Suara yang tidak asing, suara itu baru saja Lea dengar pagi ini. "Kamu?"

Lea terkejut bisa bertemu orang buta yang dia tolong tadi pagi disini. "Ternyata benar Lea, ini aku, Blean. Kamu ngampus disini? Ambil jurusan ini juga?"

Lea baru tahu kalau si buta itu bernama Blean, dan Blean langsung melontarkan pertanyaan beruntun kepada Lea. "I-iya, aku ngampus disini, ambil jurusan ini juga, kamu juga?" Lea balik bertanya dan senyum Blean makin mengembang. "Iya! Senang bisa sejurusan denganmu, Lea." Blean tampak girang.

"Ehe.. aku juga, senang bisa sejurusan sama kamu, Blean." Hanya itu yang Lea katakan, tidak lebih. Tapi bagi Blean yang mendengarnya, kalimat itu dianggap sebagai kode halus.

"..."

"..."

"... Blean?"

"Ah iya-iya Lea?" Blean jadi salah tingkah, pria buta ini jadi makin aneh saja.

"Kamu tahu tidak, dosen yang akan masuk ke ruangan kita itu seperti apa sih?" Tanya Lea yang baru saja mendapat topik untuk dibicarakan, daripada dia diam melulu yang mungkin akan membuat suasana menjadi canggung.

"Oh iya, jadi dosennya itu..." Blean mulai menjelaskan panjang kali seperdua alas kali tinggi tentang dosen mereka kepada Lea. "...beliau tidak killer-killer amat, tapi kalau sudah marah sebaiknya kita traktir beliau Lasagna." Mendengar penjelasan Blean, Lea ber-oh ria karena menurutnya dosen mereka sangatlah unik, atau mungkin cara Blean menceritakannya yang membuatnya terdengar unik.

Sementara Blean, dia begitu senang Lea mendengarnya meskipun hanya dibalas oh saja. Sepertinya suara Lea telah masuk ke dalam hatinya.

🌌🌌🌌

Hai! Terima kasih telah membaca bagian kali ini. Bagaimana menurut kalian? Di luar perkiraan? Yah kalau begitu tidak usah diperkirakan, nanti kecewa. Sampai jumpa!

Selada, 18 Mayonaise 2000 dicopet

Under NoteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang