3. mon's birthday (1)

43 6 13
                                    

"Doy, apa kita ... bakal ketemu lagi?"

Dia  tertawa dan mengangguk. "Iya, lah."

"Maksudku, bukan sekadar di alam mimpi." Aku mendangak, menatap kedua matanya yang memperhatikanku sedari tadi. Tatapan itu ... terasa nyata.

Dia mundur sedikit lalu agak merendah, kami menjadi berhadap-hadapan. Dia lalu mengelus pipiku dengan lembut. "Iya. Pasti. Aku bakal berusaha sampai mati supaya bisa ketemu kamu. Di dunia nyata."

Aku menangis. Aku tau itu sangat sulit dilakukan. Aku tau bahwa kemungkinan besar kami tidak akan pernah bertemu lagi. Kenapa, kenapa? Kenapa semesta harus mempertemukan kami di dunia ini? Bahkan dunia ini hanya semu belaka! Kenapa semesta begitu kejam? Kenapa?

"Kenapa nangis? Hm?" Doyoung mengusap air mataku perlahan sambil terus menatapku dengan kesungguhan. "Aku bakal berusaha ingat kamu sampai akhir. Jadi, kamu juga, ya? Demi aku?"

Aku mengangguk dan terus menunduk. Aku tak sanggup menatap matanya. Sorot mata itu ... terlalu nyata dan menyakitkan. 

Grep.

Dia memelukku.




Drrt ... drrt

Ponsel Mon bergetar lama, ada telepon masuk. Mon menghela napas. Merusak suasana saja penelepon ini. Dia sedang duduk selonjor, membaca buku di kasur, menikmati me time satu jam sebelum tidur. Ponselnya dia taruh di meja sebelahnya. 

Mon menaruh bukunya di paha. Dia lalu mengambil ponselnya. Dia melihat siapa yang menelepon.

Oh. Kenapa Mon merasa ingin memukul orang ini sampai kapok dan di saat yang bersamaan jantungnya deg-deg-an begitu kencang? Enaknya Mon marah tidak, ya?

"Halo?"

"Yang, besok aku ke rumahmu, ya."

Mon mengernyit. "Tumben bilang dulu? Biasanya udah di depan baru telfon suruh bukain pintu."

Yangyang cengengesan. "Gak papa. Pokoknya besok aku ke sana! Gak usah dandan, Mon bareface itu Mon yang paling cantik. Dah, aku mau siap-siap."

"Looh, kamu siap-siap apaan?"

"Bukan buat ke rumahmu, By. Hahahaha. Aku mau keluar sama Bang Win. Ini orangnya udah di ruang tamu. Daah!"

Tut!

Mon menghela napas dan bergeleng-geleng, udah terbiasa sama kelakuan pacarnya. Sebenarnya Mon sedikit curiga sama Yangyang, tapi ... biasanya juga gitu, sih. 

Iya, Mon gak jadi marah.

"Hahh." Mon menghela napas lagi. Iya, biasanya juga gitu, batinnya. Dia lalu kembali menaruh smartphone-nya di atas meja dan mengambil bukunya tadi. 

Satu kalimat.

Dua kalimat.

Dak!

Buku tertutup.

"Hmm ... mencurigakan ...."

Mon meletakkan buku yang baru dia baca di meja dengan hati-hati. Dia lalu duduk bersila dan menopang dagunya. "Hm, Yangyang kenapa sebenernya?" Dan bertahan dengan posisi itu selama setengah menit.

Dak!

Mon menepuk tangannya sekali. "Oke. Gue gak bakal tidur sebelum mikir alasan Yangyang bertindak mencurigakan."

Tapi kayaknya lingkungan di sekitar Mon gak mendukungnya, deh. Angin AC berembus dengan lembut. Udara tidak terlalu panas dan juga tidak terlalu dingin. Smartphone Mon yang sering bergetar karena notifikasi cerita, kali ini tidak terjadi. Dan juga dua jam yang lalu dia baru makan malam yang hanya seperseratus dua puluh delapan lebih banyak daripada biasanya.

Seperti yang diharapkan (mungkin oleh lingkungan sekitar Mon, baik yang hidup maupun tidak), hal itu terjadi.

Seperti yang diharapkan (mungkin oleh lingkungan sekitar Mon, baik yang hidup maupun tidak), hal itu terjadi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

:::::::

soooo, next or no?

see ya! <3

aloevera.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang