BAGIAN 8

107 8 0
                                    

"Kisanak! Tidak usah bersembunyi! Keluarlah!" teriak Rangga, disertai sedikit pengerahan tenaga dalam.
"Hua ha ha...! Inilah aku! Inilah aku..!"
Diiringi suara tawa keras menggelegar, berkelebat sesosok tubuh yang kemudian mendarat di depan Pendekar Rajawali Sakti pada jarak lima belas langkah. Kini jelas siapa yang muncul. Seorang lelaki berusia lanjut dengan pakaian sederhana. Rambutnya panjang dan telah memutih serta awut-awutan. Demikian pula cambang serta jenggotnya. Sepintas lalu kelihatan kalau lelaki tua itu seperti gelandangan yang tidak pernah mandi selama berbulan-bulan.
Rangga tidak terlalu mengerutkan dahi untuk menebak siapa laki-laki itu. Sebab tak lama kemudian berkelebat satu sosok tubuh, dan mendarat di samping laki-laki tua itu. Satu sosok pemuda aneh yang tak lain Rangkamaya alias si Cupu Manik.
"Jadi kaukah yang telah memukul murid kesayanganku?!" tuding orang tua itu sambil tertawa meremehkan.
"Jadi pemuda itu muridmu?" Rangga malah bertanya.
"Jawab pertanyaanku!" bentak orang tua itu lantang.
"Siapa yang bertanya padaku?" sahut Rangga seenaknya.
Belum apa-apa orang tua itu hendak menggertak Rangga dengan hardikan serta wajah garang. Jelas ini menunjukkan sikap tidak bersahabat. Karena lagaknya mirip seorang raja bengis yang tengah menakut-nakuti rakyat jelata.
"Kurang ajar! Berani kau bertingkah di dengan si Topo Manik! Kupecahkan batok kepalamu, Bocah tengik!" dengus orang tua bernama si Topo Manik, guru si Cupu Manik.
Bersamaan dengan itu si Topo Manik langsung melompat menyerang sambil mengibaskan tangannya.
"Uts!" Dengan mengerahkan jurus 'Sembilan Langkah Ajaib' Pendekar Rajawali Sakti melompat ke samping, menghindari kepalan tangan Topo Manik yang bertenaga dalam cukup hebat. Dan baru saja Rangga menegakkan tubuhnya, sebelah kaki Topo Manik berbalik dan menyapu lehernya.
"Orang tua ini benar-benar ingin membunuhku.. Uts!" Pendekar Rajawali Sakti cepat mencondongkan tubuhnya bagai orang mabuk, sehingga serangan itu kembali menemui tempat kosong.
"Terkutuk! Hebat juga kau, he?!" dengus Topo Manik. Seketika laki-laki tua itu memutar kakinya, menyapu kaki Rangga yang belum sempat tegak kembali.
"Hup!" Diluar dugaan, Rangga menghindarinya dengan melenting ke atas. Beberapa kali tubuhnya berputaran, Lalu melayang turun. Namun baru saja kaki Rangga mendarat di tanah. Topo Manik telah berkelebat melepaskan pukulan bertubi-tubi.
Bet! Set!
Karena serangan itu begitu cepat, Rangga terpaksa menangkis dengan kibasan tangan,
Plakl Plak!
"Uh...!" Rangga mengeluh dalam hati, ketika merasakan kalau tenaga dalam laki-laki tua itu cukup hebat. Buktinya Topo Manik sudah melanjutkan dengan serangan berikutnya, Pendekar Rajawali Sakti mencelat ke belakang untuk menghindarinya.
"Bocah brengsek! Apa kau bisanya hanya melompat-lompat seperti bajing?! Kata muridku kau hebat! Ayo, perlihatkan kepadaku kehebatanmu itu!" bentak Topo Manik geram.
"Orang tua, jangan terlalu memaksaku. Sebaiknya kita selesaikan persoalan ini dengan kepala dingin," tukas Rangga.
"Kepala dingin bapakmu! Kau hina muridku! Kau celakai dia! Masihkah kau mencoba menyuruhku untuk berkepala dingin?! Huh! Kalau sudah kupecahkan batok kepalamu, baru kepalaku bisa dingin!" bentak Topo Manik semakin kalap.
Rangga yang masih menggunakan jurus 'Sembilan Langkah Ajaib' sejauh ini mampu menghindari serangan-serangan. Bahkan cukup berhasil mengecohkan. Tapi belakangan hal itu ternyata tidak cukup. Sebab dalam keadaan mengamuk seperti sekarang, terasa betul kedahsyatan jurus-jurus yang dimainkan Topo Manik.
"Bocah brengsek! Kau akan merasakan jurus 'Si Gila Mengamuk'! Jurus ini ciptaanku sendiri, Kau lihat? Hebat, bukan?!" bentak Topo Manik.
Sebenarnya laki-laki tua bertampang gembel ini tengah marah. Tapi dalam keadaan begitu, justru masih sempat menyombongkan diri dengan memamerkan jurus-jurusnya segala. Jurus itu sendiri memang tidak bisa dibuat main-main, Serangannya hebat dan kuat. Juga, sulit diduga ke mana arah gerakannya. Untuk beberapa saat Pendekar Rajawali Sakti dibuat bingung.
"Hm,... Orang tua ini benar-benar menginginkan nyawaku. Aku pun tidak bisa tinggal diam!" desis Rangga mulai geram.
Kesabaran Rangga agaknya seperti diinjak-injak orang tua yang tidak kalah aneh dengan muridnya itu. Maka seketika tubuhnya mencelat memainkan jurus 'Sayap Rajawali Membelah Mega',
"Hiyaaa...!"
Gerakan Pendekar Rajawali Sakti yang cepat, membuat Topo Manik terkejut. Dengan sebisa-bisanya, dia berusaha memapak kibasan tangan Rangga.
"Hiiih!"
Deb!
Tapi tahu-tahu Pendekar Rajawali Sakti menarik pulang serangannya. Dan pada waktu yang amat singkat, jurusnya dirubah menjadi 'Pukulan Maut Paruh Rajawali', Tangannya yang membentuk paruh rajawali bergerak cepat mengibas, Dan....
Des!
"Aaakh..!"
Satu hantaman keras menggedor dada Topo Manik, hingga menjerit kesakitan. Tubuhnya terlempar beberapa langkah ke belakang sambil merasakan isi dadanya terasa remuk.
"Hup!" Meski begitu, laki-laki tua itu masih mampu melenting. Dia jumpalitan beberapa kali lalu berdiri tegak di atas kedua telapak kakinya. Wajahnya merah padam penuh amarah. Matanya melotot garang kepada Rangga.
"Guru, kau tidak apa-apa?!" Rangkamaya memburu gurunya dengan nada khawatir.
"Aku tidak apa-apa!" sahut Topo Manik
"Kalau dia terlalu hebat, biar kita bereskan berdua saja...," usul si Cupu Manik
"Sebenarnya aku mampu membereskannya seorang diri. Tapi kalau kau hendak bantu, tentu saja mana bisa kutolak. Selama ini toh semua keinginanmu tak pernah kutolak. Lagi pula biar lebih cepat selesai kerja kita," sahut Topo Manik, dengan kata-kata penuh bunga.
"Betul! Betul sekali, Guru!" sahut Rangkamaya sambil mengangguk-angguk.
"Kenapa mesti lama-lama? Ayo kita bereskan secepatnya durjana keparat ini, Guru!"
"Benar juga, Ayo kita bereskan sekarang!" sambut Topo Manik.
Saat itu juga Topo Manik mengeluarkan sepasang senjata andalannya mirip pedang, Namun bentuknya agak melengkung. Bagian ujungnya lebih besar dari pangkalnya dan bergerigi. Kedua senjata itu dipegang di masing-masing tangan. Sedangkan Rangkamaya tidak menggunakan senjata, kecuali kedua taji di kaki dan paruh di jidatnya.
"Yeaaa.!!"
"Hm.... Mereka memang sama-sama gila!" umpat Rangga.
Saat itu juga pertarungan sengit kembali terjadi. Kali ini Rangga terpaksa harus meningkatkan kekuatannya, menghadapi keroyokan. Gabungan murid dan guru itu memang tidak bisa dipandang enteng. Dan Rangga bisa merasakannya lewat serangan mereka yang gencar dan kompak. Bila sang guru menyerang dari depan, maka muridnya menunggu di belakang atau di samping. Begitu juga sebaliknya. Sehingga untuk sesaat Pendekar Rajawali Sakti dibuat kalang kabut.
"Hehehe..! Kau benar juga, Muridku. Sebentar lagi bocah ini akan kita pilah-pilah jadi beberapa potong!" leceh Topo Manik.
"Aku ingin kepala dan kedua cekernya, Guru!" teriak Rangkamaya.
"Hehehe..,! Dan aku badan serta kedua pahanya!" timpal Topo Manik seperti hendak membagi potongan ayam saja.
Dan Rangga betul-betul muak mendengar ocehan mereka. Meski dia terus menghindar bukan berarti tidak mampu mengatasi, saat ini dia bertangan kosong. Jadi tidak mungkin menahan senjata tanpa senjata pula.
"Hei, Bocah! Percuma saja pedangmu kau bawa-bawa! Apa itu hiasan saja? Ayo cabut. Dan perlihatkan bahwa kau bisa menggunakannya. Atau barangkali kau tak becus mempergunakannya?"
"Kalian terlalu memaksaku, Baiklah." Saat itu juga Rangga menggerakkan tangannya ke punggung, Lalu....
Sring!
"Heh?!"
Begitu Pedang Pusaka Rajawali Sakti tercabut, cahaya biru langsung memancar dari batang pedang. Seketika, Topo Manik dan muridnya berseru kaget. Dalam suasana malam yang pekat begini pedang bercahaya biru itu benar-benar mengandung perbawa. Bahkan bulu roma mereka berdiri.
Wuuus..!
Pendekar Rajawali Sakti agaknya tidak mau lagi berlama-lama. Sudah jelas bahwa mereka menginginkan nyawanya lagi. Maka buat apa pula mengasihani. Maka pedangnya langsung berkelebat secepat kilat.
Murid dan guru itu pontang-panting menyelamatkan diri. Dalam keadaan begitu, Topo Manik coba menangkis dengan kedua bilah senjatanya. Tapi...,
Tras!
"Hei, celaka!" desis laki-laki tua itu kaget ketika melihat sepasang senjata kebanggaannya putus ditebas pedang. Pada saat yang sama pedang Rangga terus berkelebat mengancam.
"Uts..,!" Nyaris saja Topo Manik terluka kalau saja tidak cepat melempar tubuhnya ke samping bergulingan. Sementara Rangkamaya jadi ciut nyalinya melihat gurunya terdesak demikian rupa.
"Aku akan memaafkan kalian kalau menyerah dan bersedia dihukum sesuai perbuatan! Terutama kau Rangkamaya! Kau telah membuat kesusahan dimana-mana dan membunuh banyak orang!" teriak Pendekar Rajawali Sakti lantang.
"Aku tidak bersalah! Mereka yang bersalah. Dan seharusnya mereka yang meminta maaf padaku, karena selama ini telah membunuh serta menyiksa saudara-saudaraku!" bantah Rangkamaya garang.
"Ya, muridku tidak bersalah! Mereka yang bersalah. Termasuk juga kau!" timpal Topo Manik, setelah melenting bangkit.
"Ingatlah! Kau manusia, Rangkamaya! Sama dengan mereka. Otakmu benar-benar sinting menganggap ayam-ayam itu sebagai saudara-saudaramu!" tegas Rangga, menyadari kekeliruan pemuda aneh itu.
"Kurang ajar! Kau menyebut muridku sinting?! Kubunuh kau! Kubunuh kau..!" teriak Topo Manik kalap. "Hiaaa...!"
Sementara Rangkamaya tidak kalah kalapnya. Bersama-sama, mereka menyerang menggunakan pukulan-pukulan jarak jauh. Sebab untuk melawan dari dekat, rasanya sulit untuk bisa menerobos permainan pedang Pendekar Rajawali Sakti.
"Hm.... Jangan memaksaku untuk membunuh kalian!" dengus Rangga geram, sambil berkelit-kelit menghindari pukulan jarak jauh kedua orang lawannya.
"Keparat! Kau merendahkan aku, Bocah?! Kau kira aku lalat yang bisa kau bunuh seenaknya?!" hardik orang tua itu geram, seraya menghentakkan tangan kirinya.
Wesss...!
Seketika meluruk sinar kuning ke arah Pendekar Rajawali Sakti. Namun dengan gerakan indah, Rangga melenting ke belakang sambil jungkir balik. Kesempatan itu digunakan Topo Manik untuk menerkam punggung.
"Hiiih!"
Tapi tanpa diduga Pendekar Rajawali Sakti mengibaskan pedangnya ke belakang tanpa menoleh lagi. Begitu cepat gerakannya, sehingga....
Brues!
"Aaa...!" Topo Manik memekik setinggi langit begitu pedang Pendekar Rajawali Sakti menembus dadanya. Tubuhnya terjungkal jatuh, begitu Rangga mencabut pedangnya. Sebentar dia menggelepar sebelum tewas dalam keadaan menghitam.
Melihat gurunya tewas, Rangkamaya semakin kalap. Langsung diserangnya Pendekar Rajawali Sakti dengan membabi-buta.
"Kau bunuh guruku! Kau bunuh guruku...! Aku akan membunuhmu! Akan kubunuh kau..!"
"Rangkamaya, sadarlah! Kau masih punya kesempatan untuk memperbaiki dirimu!" teriak Rangga yang sudah menyarungkan pedangnya. Seketika Rangga mencelat ke atas menghindari terkaman.
"Yeaaa...!" Namun Rangkamaya tak peduli lagi. Tubuhnya terus menyerang Rangga dengan kibasan tangan maupun sambaran taji pada kaki.
"Kreaaakh...!" Rangkamaya berteriak menggelegar. Pada satu kesempatan, kuku-kukunya yang tajam berseliweran, mengincar leher dan perut Pendekar Rajawali Sakti. Namun dengan enak sekali, Rangga memapaknya.
Plak! Plak!
Tubuh Rangkamaya terdorong ke belakang akibat benturan keras berisi tenaga dalam tinggi. Tapi pemuda aneh itu seperti tidak mempedulikan rasa sakit yang diderita. Dan kembali dia melompat dengan mengirimkan tendangan geledek.
Pendekar Rajawali Sakti berkelit ke samping, lalu berputar cepat. Kemudian sebelah kakinya menghantam ke perut.
Des!
"Aaakh...!" Rangkamaya menjerit kesakitan. Tubuhnya terhuyung-huyung ke belakang. Namun begitu, dia kembali bernafsu menyerang. Tubuhnya melompat menerkam dengan kedua taji di kaki mengarah leher.
Siuuut!
Namun Rangga cepat tanggap. Cepat dikerahkannya jurus 'Sayap Rajawali Membelah Mega' pada tingkat yang paling terakhir. Dan begitu serangan Rangkamaya luput, Pendekar Rajawali Sakti sudah merubah jurusnya menjadi 'Rajawali Menukik Menyambar Mangsa'. Begitu cepat gerakannya, membuat Rangkamaya yang baru saja berbalik jadi tercekat. Dan tiba-tiba saja kibasan tangan Pendekar Rajawali Sakti yang membentuk paruh rajawali telah bergerak mengibas berisi tenaga dalam penuh. Sehingga....
Prakk...!
"Aaa...!" Rangkamaya memekik kesakitan dengan suara parau. Tubuhnya betul-betul terjungkal ke belakang dengan kepala pecah. Darahnya langsung berhamburan bercampur cairan putih. Begitu ambruk di tanah, dia tak bangun lagi.
"Maafkan aku. Kau tidak memberi pilihan lain padaku..." ucap Rangga, lirih begitu mendarat di tanah lagi.
Untuk beberapa saat Pendekar Rajawali Sakti terpaku di tempatnya memandangi mayat Rangkamaya. Beberapa penduduk desa mendekat dengan obor di tangan. Sementara yang lainnya dan sejak tadi telah terjaga dari tidurnya karena keributan itu, buru-buru keluar. Sepertinya mereka hendak meyakinkan bahwa biang perusuh selama ini sudah tewas sehingga mereka bisa bernapas lega.
"Kasihan. Dia masih muda. Seharusnya perjalanan hidupnya masih panjang..." lanjut Rangga bergumam sendiri ketika melihat beberapa penduduk berdiri di dekatnya.
"Memang mestinya begitu. Tapi ibarat penyakit dia adalah bibit yang berbahaya, Rangga. Kecil saja sudah membunuh banyak orang. Tidak terbayangkan bila dia merajalela. Entah berapa nyawa yang melayang di tangannya," timpal Ki Tambuk
"Benar, Rangga!" sambung Ki Selo.
"Tidak perlu disesali kematiannya. Rangkamaya memang tidak waras dan sulit untuk mengobatinya. Kalau pun dia hidup, maka hanya akan menimbulkan malapetaka saja. Dia tidak akan pernah berhenti dari cita-citanya itu sejak dulu"
"Ya, Kalian benar,"
"Jadi, tidak usah bersedih. Apalagi sampai merasa bersalah. Kalaupun kau merasa bersalah telah membunuhnya, maka ingatlah berapa orang yang telah dibunuh Rangkamaya? Juga berapa korban lagi yang akan jatuh kalau dia masih tetap berkeliaran?" tandas Ki Selo.
Rangga mengangguk-angguk.
"Sebaiknya mayat mereka dibereskan sekarang saja, Ki. Menjelang subuh nanti kita kebumikan bersama-sama. Bagaimanapun, mereka adalah manusia juga seperti kita. Maka sudah selayaknya dikebumikan."
Ki Tambuk segera memerintahkan beberapa penduduk untuk mengurusi ketiga mayat itu. Mulanya mereka enggan mengingat kebencian mereka terhadap Rangkamaya. Namun kepala desa berusaha memberi pengertian kepada mereka. Dan syukur mereka bisa mengerti.
"Kurasa tugasku di sini telah selesai, Ki. Dan selanjutnya kau bisa menata desa ini kembali," lanjut Pendekar Rajawali Sakti.
"Sebaiknya kau tinggal di sini dan menetap barang beberapa hari, Rangga," ujar Ki Tambuk
"Apakah kau akan pergi malam ini juga?" tanya Ki Surapati dengan hati nelangsa.
"Tinggallah di sini beberapa hari, Rangga, " bujuk Ki Selo.
Dan yang lainnya pun berusaha menahannya, sehingga Pendekar Rajawali Sakti jadi tidak enak hati.
"Baiklah.... Aku akan tinggal semalam di sini..."
"Kenapa mesti semalam..,?" tanya Ki Tambuk
"Kisanak.. Yang terpenting urusan di sini telah selesai. Aku tidak bisa berada terlalu lama di satu tempat setelah urusanku selesai. Masih banyak persoalan lain yang menantiku. Selama tenagaku masih dibutuhkan, maka selama itu pula aku akan terus mengembara," papar Rangga.
Mendengar itu, para penduduk Desa Loyang mengangguk-angguk. Disadari bahwa tugas yang diemban pemuda itu benar-benar mulia. Meski mereka ingin menahannya lebih lama. Namun apa yang dikatakannya benar. Masih banyak lagi orang-orang yang membutuhkan tenaga dan bantuannya.

***

TAMAT

174. Pendekar Rajawali Sakti : Sepasang Taji IblisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang