; mine, but- | Chandra
.Dengan penuh semangat aku datang ke sekolah baruku, semangat malas maksudku. Tak ada kesenangan sedikitpun terpancar dari wajahku, semua tampak biasa saja, tidak ada yang istimewa walaupun hari ini hari pertamaku di Sekolah Menengah Pertama.
Dengan membonceng supra legendaris bapak aku berangkat ke sekolah. Jaraknya cukup jauh sih jika aku harus berjalan kaki. Sekitar 5 kilometer? entahlah, tapi jika bukan karna paksaan bapak aku lebih memilih sekolah di sekolah muhammadiyah sebelah rumah yang jaraknya tak lebih dari 500 meter.
Apalagi? telat bangun masih bisa bersantai. Lapar? pulang, makan. Bukankah menyenangkan jika di sebelah rumah terdapat tempat pendidikan dari TK-SMK/SMA? tapi bapak lebih memilih menyekolahkanku dengan jarak jauh. Telat bangun sudah pasti panik, uang saku tipis. Lapar? tahan sampai sore. Belum lagi saat tidak ada kendaraan umum saat pulang sekolah, oh ayolah.. itu hal paling mengerikan.
Kami memasuki parkiran depan sekolah, setelah berpamitan bapak kembali menaiki motornya untuk pulang. Okay, aku bukan anak Sekolah Dasar lagi yang harus didampingi orang tua hanya untuk masuk ke sekolah. Beruntung, banyak beberapa anak dari lulusan SD ku sebelumnya, bahkan tak sedikit teman masa TK ku juga disana. Aku bukan tipe anak pemalu dan canggung jika hanya berkenalan dan bergabung untuk sekedar mengobrol atau membicarakan tentang hari ini. Tidak ada kakak kelas, yang berangkat hari ini hanya kumpulan siswa SMP baru yang bahkan masih menggunakan seragam SD.
Aku diberi tahu tentang kelas yang sudah dibagi, aku menghampiri papan pengumuman untuk melihatnya. Liya, temanku saat Sekolah Dasar mengikutiku meskipun ia sendiri sudah mengetahui letak kelasnya. Aku mencari namaku dari kelas A-C, herannya aku tak dapat menemukan namaku disana. Aku panik sambil berkata heboh kepada Liya. Sampai akhirnya Liya ikut menudingkan jari telunjuknya di daftar nama dan berakhir memukul bahuku sedikit kencang karena dirinya menemukan namaku di daftar kelas B, satu kelas dengan dirinya.
"Sialan, gue pikir gue ga keterima dimari.. kalo iya pulang nangis gue." keluhku.
"Makannya nyari pake mata, jangan mata batin.. buta lo kalo pake itu mah." decak Liya sambil memutar bola matanya.
"Buset kalo ngomong.. tajem bener. Betewe belum bisa masuk kelas? ngapain masih pada diluar?" tanyaku heran. Tapi memang benar, semua tidak masuk kedalam kelas dan masih di luar bahkan beberapa didampingi orang tuanya. Liya mengangkat bahunya, mengartikan bahwa dirinya sama sepertiku yang tidak tahu alasannya.
Tiba-tiba beberapa anak menghampiri kami, "Boleh masuk setelah upacara penyambutan, by the way.. ayo ke lapangan, katanya bentar lagi dimulai." ajak mereka. Aku dan Liya menganggukan kepala, lantas mengikuti langkah mereka di belakang.
*****Membosankan, upacara sudah selesai sebenarnya dan berjalan sangat membosankan. Dan kini yang paling membuat kami terkejut. Upacara yang sebenarnya bukan sekarang, tapi minggu depan bersama dengan semua kakak kelas kami. Dan hebatnya, siswa tahun pertama yang harus menjadi petugas upacara, yang dimana itu adalah kami.
Guru penjas sudah berdiri di depan barisan, pemilihan benar benar dipilih secara acak. Siswa baru mana yang tidak akan grogi menunggu keputusan sang guru. Semua sudah mulai dipilih satu persatu, nafasku sedikit tidak teratur takut takut diriku yang akan ditunjuk selanjutnya.
Guru tersebut melihat kembali catatannya, aku sedikit mengangkat kepalaku untuk melihatnya. Sialnya, mata kami bertemu dan ya.. seperti yang kuduga, aku terpilih untuk bagian pengiring paduan suara alias dirigen. Aku mengumpat dalam hati, padahal saat Sekolah Dasar aku adalah bagian pembawa acara, bagaimana mungkin diriku yang tanpa pengalaman menjadi dirigen dipilih untuk maju minggu depan? aku ingin protes, tapi wajah guru itu seperti memaksaku untuk menurut dan maju kedepan bersama dengan siswa sial lainnya. Agaknya aku harus sedikit bersyukur karena tidak menjadi pengibar bendera, itu mimpi buruk bagiku.
KAMU SEDANG MEMBACA
[1] mine, but- | Chandra
Teen Fiction[ mine, but- | Chandra ] ^akan mulai di tulis setelah Ramadhan^ Adimas Chandra Devano, Kalian tahu cerita tentang konyol nya seorang Adimas? Si Playboy anak ponpes? hahhahahhh Duality, gue juga bingung. Adimas, untuk dia yang suka buat gue goyah di...