Denting bel berbunyi ketika pintu berlapis kaca transparan dibuka. Jennie melangkah masuk ke dalam cafe bernuansa vintage yang berada di tengah kota Seoul. Sekarang pukul 06:30 pagi, yang berarti masih ada setengah jam sebelum cafe dibuka.
"Selamat pagi Jennie! Siap untuk memulai hari?" Roseanne, rekan kerja sekaligus sobat Jennie menyapa dari balik counter kasir.
Jennie mengacungkan kedua jempolnya di udara sambil tersenyum lebar, menampilkan gummy smilenya yang menawan. Roseanne kembali fokus menatap layar monitor dan mencatat data-data keuangan ketika Jennie berjalan melewatinya menuju ruang staff di area belakang cafe.
Dengan cekatan Jennie mengikat rambut hitam sebahunya menjadi ekor kuda. Kemudian mengambil topi cokelat tua dan apron dengan warna senada yang terpampang tulisan Lumos Cafe dibagian depan.
Roseanne masih berkutat dengan layar monitor dan setumpuk kertas saat Jennie kembali dari ruang staff. Sesuai tugasnya, Jennie menuju ke sudut cafe yang terdapat mesin kopi dan banyak container kecil berisi bermacam-macam bubuk minuman dan kantong teh.
Ya, Jennie bekerja sebagai barista.
Ketika Jennie mengisi ulang container yang hampir habis, suara dering ponsel terdengar samar-samar memenuhi ruangan.
"Ponselmu, Jen?" tanya Roseanne, menatap Jennie yang menggelengkan kepala.
Jennie menggerakkan tangannya, berkomunikasi dengan bahasa isyarat. [Ponselku ada di saku celana, kayaknya ponselmu, deh]
Roseanne menepuk jidatnya, teringat jika ia meninggalkan ponselnya di ruang staff saat sedang mengisi daya. "Aku ke belakang dulu, chat aja kalau ada apa-apa."
Jennie membuat tanda OK dengan jarinya.
Sudah hampir satu tahun keduanya bekerja di Lumos Cafe, dan sekarang Jennie tidak perlu menulis apa yang ingin ia katakan di selembar kertas atau mengetiknya di ponsel karena Roseanne memahami bahasa isyarat. Dulu, wanita itu sangat bersemangat ketika belajar bahasa isyarat agar ia dan Jennie bisa berkomunikasi tanpa hambatan.
Selagi menunggu Roseanne kembali, Jennie memutuskan untuk membersihkan meja dan kursi. Denting bel terdengar tepat ketika jam dinding menunjukkan pukul tujuh.
Pelanggan pertama telah datang. Seorang pria dengan setelan jas hitam kantoran dan sepatu pantofel yang mengkilap seperti baru saja di semir.
Jennie menegakkan badannya, menyembunyikan kain lap dan cairan pembersih dibelakang tubuhnya. Dia memasang senyum terbaik.
Halo, selamat pagi, selamat datang di Lumos Cafe.
Sayangnya Jennie hanya bisa mengatakannya di dalam hati. Genggaman tangannya pada kain lap kian mengerat. Melayani pelanggan selalu menjadi pekerjaan Roseanne dan sekarang Jennie tidak tahu harus melakukan apa selain tersenyum dan mengangguk.
"Apakah cafenya sudah buka?" Pria itu bertanya, tampak bingung.
Jennie tersenyum, lalu mengangguk. Kemudian mengayunkan tanganya sebagai isyarat agar pria itu mengikutinya. Pria berusia hampir kepala tiga itu mengekori dari belakang diiringi suara sepatu mahalnya yang menapak di lantai kayu.
Jennie berdiri dibalik counter kasir, menyerahkan daftar menu ke hadapan pria itu sambil tersenyum.
Ingin memesan apa?
Untungnya pria itu dapat mengartikan ekspresi Jennie. Dia membolak balik halaman buku menu. Sesekali mata bundarnya mencuri pandang ke arah Jennie, bingung mengapa wanita itu tidak berbicara sama sekali.
Jennie melirik pintu kayu yang menuju bagian belakang cafe, berharap Roseanne segera kembali dari ruang staff.
Setelah membaca seluruh daftar menu, pria itu menunjuk gambar dua minuman yang menarik perhatiannya. "Apa bedanya flat white dan latte?"
Jennie mengambil selembar kertas dan pulpen dari laci counter, menulis jawabannya, namun tinta pulpennya macet di tengah kalimat. Dia segera merogoh saku celana untuk mengambil ponselnya dan mengetikkan sesuatu disana.
Pria itu menatap Jennie yang dengan santainya bermain ponsel dan tidak mengindahkan pertanyaannya. "Ehem, apa bedanya flat white dan latte?" Dia berdehem dengan sengaja.
Tunggu sebentar ya.
Jennie mengangguk tanpa mengalihkan pandangan dari ponsel, membuat pria itu mengerutkan dahinya.
"Kamu ini sebenarnya serius bekerja atau tidak, sih? Kalau begini caramu memperlakukan seorang pembeli lebih baik tidak usah bekerja saja."
Jennie terbelalak dan segera menunjukkan layar ponselnya, namun pria itu lebih dulu berbalik sambil menggerutu. "Buang-buang waktu saja."
Tunggu!
Tanpa berpikir panjang Jennie mencondongkan badannya dari balik counter kasir dan menarik ujung setelan jas pria itu.
"A-apa yang kamu lakukan?!" Pria itu tergagap, meninggikan nada suaranya.
Jennie sedikit tersentak. Sekali lagi menunjukkan layar ponselnya ke hadapan pria itu, namun pintu yang menghubungkan bagian depan dan belakang cafe dibuka, mengalihkan perhatian mereka berdua.
Roseanne terkejut demi melihat pemandangan dihadapannya. "A-apa yang terjadi?"
Perlahan Jennie melepas cekalan tangannya dari ujung jas pria itu dan menggerakkan tangannya. Menjelaskan secara singkat pada Roseanne bahwa pria itu menanyakan perbedaan flat white dan latte. Ketika ia mengetik di ponsel untuk menjawab pertanyaannya, pria itu salah sangka dan berkata bahwa ia tidak serius bekerja.
Roseanne mengangguk paham sedangkan pria itu terpaku pada gerakan tangan Jennie.
"Maaf atas ketidaknyamanannya." Roseanne membuka suara.
"Anda salah paham. Saat anda melihatnya bermain ponsel, sebenarnya dia lagi mengetik jawaban untuk pertanyaan anda. Dan dia berbicara melalui tangannya karena dia tidak bisa berbicara dengan suaranya."
Bagai tersambar petir di siang bolong, pria itu sama sekali tidak berkutik. Jennie tersenyum canggung dan kembali menggerakkan tangannya.
[Sampaikan padanya aku minta maaf karena seenak jidat menarik jasnya]
Pria itu menatap Roseanne, menunggu wanita itu mengartikan gerakan tangan Jennie. "Teman saya meminta maaf telah menarik jas anda." Roseanne menjelaskan.
Tatapan pria itu berpaling pada Jennie yang segera menundukkan pandangan. Seketika rasa bersalah memenuhi rongga dadanya.
"Saya sungguh menyesal, saya tidak tahu kondisimu tapi bukan berarti saya boleh mengatakan sesuatu seperti tadi." Pria itu menggigit bibir bawahnya. "Saya harap kamu memaafkan saya."
Kali ini Jennie tidak menggunakan bahasa isyarat melainkan mengetik balasannya di ponsel dan segera memberikannya pada pria itu.
[Tidak apa-apa, kejadian seperti ini sering terjadi😁]
Dibawahnya tertulis.
[Mas jadi memesan minuman apa?]
"Ah, saya masih belum tahu perbedaan flat white dan latte." Pria itu berkata, dengan canggung menggaruk tengkuk lehernya. Ketika mengembalikan ponsel Jennie, tangan mereka tidak sengaja bersentuhan selama sedetik, menciptakan gelenyar aneh seperti tersengat listrik di permukaan kulit pria itu.
[]
gimana nih chapter pertamanya?
i hope y'all like it as much as i do. jangan lupa beri apresiasi dengan meninggalkan jejak.see ya in next chapter ♡
KAMU SEDANG MEMBACA
SILENCE | Jenkook
FanfictionSejak pertemuannya dengan si wanita tanpa suara, Jungkook mulai merasakan berbagai perasaan yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Jenkook love story. ©2021rubyjenkookie