Song: Somewhere in Windsor Garden - Adhitya Sofyan
Greenwich, College Approach Street - 06.00 GMT
Suasana hiruk pikuk di kota Greenwich berangsur-angsur terlihat. Toko roti mulai menerima pelanggan masuk. Beberapa orang mengendarai sepeda melintasi jalanan, sambil melihat matahari pagi yang baru terbit. Jalanan lengang tanpa adanya mobil atau kendaraan bermotor lainnya. Rerumputan hijau di tepi jalan meneteskan embun-embun pagi. Udara dingin pagi itu, memaksa para penduduk kota untuk mengenakan baju hangat. Di beberapa rumah tua, api unggun dibiarkan menyala. Rumah modern yang mempunyai penghangat juga melakukan hal yang sama. Berangsur-angsur, suasana Greenwich mulai merangkak ramai. Para pedagang, bersiap memulai hari mereka. Ada juga beberapa pasangan muda yang duduk-duduk di pinggir Sungai Thames, mencari pemandangan terbaik untuk melihat Sunrise sebelum berangkat sekolah. Kereta gantung di kota itu, mulai beroperasi. Mengantarkan para penumpang dari ujung kanan Sungai Thames ke ujung kiri. Begitupun sebaliknya.
Di tengah kota Greenwich, taman seluas 74 hektare terpampang menanti siraman sinar mentari pagi. Taman kota itu megah berdiri dipenuhi dengan rerumputan sejauh mata memandang. Beberapa burung berterbangan dan mendarat di sana. Hendak mencari makan sepertinya. Barangkali mereka bisa temukan ulat atau serangga lainnya.
Beberapa saat kemudian, burung-burung dara itu mengepak-ngepak sayap mereka, bergegas pergi. Sepertinya, hanya mereka yang tahu apa yang akan terjadi. Jauh dari sana, segumpal awan kelam menggantung di langit. Awan yang dalam tempo waktu lima menit, berubah menjadi semakin besar dan semakin besar. Awan penghujan itu pun mencucurkan tetesan-tetesan air ke bawah, yaitu ke permukaan kota yang baru saja memulai aktivitas pagi mereka. Sekonyong-konyong, hujan mengguyur kota.
Tanpa berita dan tanpa tanda. Tetesan air hujan hanya turun tanpa permisi, dan mendarat di sana. Beberapa tampias hujan mengenai jendela sebuah rumah tua nan kokoh di suatu kawasan perumahan dekat pusat kota itu. Embun-embun pagi, bercampur dengan air hujan, menempel pada jendela yang dingin. Di dalam rumah itu, di jalan College Approach nomor urut belasan rumah dari ujung, persis di sisi dalam dari jendela, seorang remaja laki-laki masih tertidur lelap memeluk gulingnya dengan meringkuk. Laki-laki berambut hitam itu, perlahan mulai terbangun. Ia mengumpulkan nyawanya untuk bisa membuka kedua matanya yang terkantuk-kantuk.
"Urrgghhh..."
Dia mengucek matanya. Mengedip-ngedipkan mata."It's raining outside? Brrr.... No wonder it's bloody cold in here."
*"Di luar hujan? Brrr.... Gak heran kalau di sini dingin mampus."Ucap Bara sambil keluar dari kepompong selimutnya.
Ia mengucek-ngucek matanya lagi dan membuka tirai jendela yang berada tepat di depan wajahnya. Bara menyentuh kaca tersebut dengan jarinya. Sebersit embun yang menggantung pada bagian sisi dalam jendelanya, terhapus sudah oleh jarinya. Sebuah refleksi bayangannya, terpantul buram dari jendela tersebut. Bara sedang melihat dirinya sendiri. Bara hanya mencoret asal.
"Brrr... "
Ia kemudian bangun dari tempat tidurnya dan pergi ke kamar mandi.
"Ini dimana ya?"
Sebuah suara menyadarkan Bara dari kantuk. Sontak usai sudah, masa kantuknya. Suara seorang gadis yang begitu jelas menghentikan langkahnya untuk mandi.
Bara berhenti berjalan. Ia menengok ke belakang, ke kanan dan kiri. Mencoba memastikan sumber suara tersebut.
"I think I just hear something."
*"Kayaknya gua denger sesuatu deh."
KAMU SEDANG MEMBACA
Gelombang°°
Teen FictionBara seorang highschool student di Inggris bisa mendengar suara seorang gadis dari dalam dirinya. Hal yang sama juga terjadi pada Runa, seorang gadis penari di Bali. Bedanya, suaranya adalah milik seorang laki-laki. Apa jadinya jika ada alasan dibal...