[THITI]

20 3 0
                                    

"Den, kata bapak nanti disuruh ke ruang kerjanya."

Kalau Bi Inah sudah menyuruhnya seperti itu, tandanya ia melakukan kesalahan. Thiti menghembuskan nafasnya berat, kali ini kesalahan apa lagi yang ia perbuat?. Bukan sekali-dua kali, Thiti dipanggil ke ruang kerja Papanya hanya untuk diceramahi ini-itu. Padahal bagi Thiti, beberapa tindakan yang ia lakukan sudah benar, tapi entah mengapa Papanya itu malah menganggap sebaliknya. Thiti hanya bisa menarik kedua sudut bibirnya sambil mengucapkan terimakasih kepada Bi Inah.

Kini, Thiti sudah berada di depan ruang kerja, tangannya ia ayunkan untuk mengetuk pintu ruangan tersebut hingga sebuah suara dari dalam menyuruhnya untuk masuk, barulah ia memutar knop pintu dan mendorongnya. Lelaki itu mendapati sang Ayah sedang berbincang ria dengan kliennya diseberang sana. 

"Tenang, Pak. Soal proyek yang ada di Bandung sudah saya tangani, tinggal kita cari cara gimana para warga yang ada disitu mau kita pindahkan,"

"Hahaha, bisa saja bapak ini. Yasudahlah ya, Pak. Nanti kita sambung lagi,"

Setelah mematikan sambungan telefon, Papa menatap Thiti dengan wajah datar, berbanding terbalik saat lelaki tua itu berbincang dengan klien.

"Kamu sudah tau kesalahan kamu apa?" tanya Papa dengan nada yang tegas.

Thiti mengangkat bahunya malas, "Ya mana aku taulah, Pa. Orang aku disekolah baik-baik aja."

 "Itu biru-biru di bibir kamu apa buktinya?!" ucap Papa dengan nada yang sedikit tinggi, kemudian beliau melanjutkan, "Thiti, udah Papa bilang berkali-kali, jangan pernah ikut tawuran atau apalah itu namanya!" tegas Papanya.

Thiti menghembuskan nafasnya, "Pa, Thiti cuma nyelamatin anak yang dibully sama temennya, apa itu salah?"

Papanya terdiam sejenak, "Thi, Papa cuma mau kamu gaikut kayak gitu, zaman sekarang lebih baik kita tidak ikut campur urusan orang lain. Tugas kamu cuma belajar, lulus masuk universitas ternama, dan lulus tepat waktu."

Thiti terkejut mendengar penuturan Papanya, maksud Papanya jika ia melihat tindakan kriminal di depan matanya, ia harus diam saja begitu? Bagaimana kata-kata itu keluar dari mulut seorang anggota pemimpin rakyat yang setiap harinya mereka berurusan dengan undang-undang? Thiti benar-benar tidak habis pikir dengan lelaki tua itu. Tapi, lagi-lagi, Thiti malas berdebat dengan sang Papa dan memilih untuk mematuhi perintahnya.

"Iya, Pa. Thiti minta maaf, Thiti janji gaakan ulangi lagi."

"Kamu tuh jangan janji-janji terus kalo gaada niat buat berubah. Thi, kamu tuh anak anggota DPR, harusnya bisa jaga sikap," seru Papa.

"Ini yang terakhir, Pa. Thiti janji," cicit Thiti. 

Papa hanya bisa menghembuskan nafasnya kasar, "Yasudah, kamu bisa keluar sekarang."

Lagi-lagi, Thiti tidak bisa mengeluarkan pendapatnya, semua itu hanya tertahan di dalam benaknya, menumpuk di dalam sana tanpa tahu sewaktu-waktu itu akan meledak.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 31, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Boyfriend Project [TAYNEW]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang