Tak suka mengawali hari, itu aku. Walaupun hanya sekedar minum teh atau kopi. Tidak sih, aku lebih suka minum susu. Tapi kalau dia berikan aku minuman soda merah atau sebuah apel tidak apa-apa, kok.
Ingat saja bahwasanya aku selektif warna merah. Alasannya karena aku lebih suka warna biru, itu saja.
Di pagi ini dia membawakanku sekotak bekal berwarna hijau, itu miliknya. Kenapa? Karena hijaunya ada motif katak. Sesekali aku ingin mengkritik dia yang menyukai katak. Bukan karena seleranya yang terlihat kekanakan, tapi itu karena ia selalu membawaku ketempat becek untuk mencari katak.
Aku membuka kotak bekal tersebut. Belum sempat kuintip isinya, dia menahanku. Dia memintaku untuk mengucapkan 'terimakasih' dengan tata kalimat seperti orang tengah menagih balas budi, memang iya.
Kotak itu kembali kututup, lalu memberinya jabat tangan karena aku malu lupa mengucap terimakasih. Dasar, katanya begitu sembari mengacak rambut yang sudah kusisir habis-habisan. Ya sudahlah, anggap saja begitu caraku memberi terimakaaih padamu.
•
Selamat datang waktu istirahat. Kini ku buka dengan serius kotak bekal yang dia berikan. Isinya nasi, rumput laut, wortel, bayam, kangkung...
Upaya apa lagi yang ingin dia ini lakukan?! Ingin membuatku mules habis-habisan setelah lama tak makan sayur, kah? Namun jika tak dimakan nanti dia sakit hati, kesal, marah, lalu menjepit bahu jaketku di tali jemuran padahal lenganku masih tersangkut disana.
Kuminum air putih terlebih dahulu, untuk pemanasan. Lalu ku sendok nasi dan rumput laut saja. Sisa sayurnya kumakan saat dirumah. Kupikir aku benar-benar jenius sampai dia datang membawa sekeranjang mawar merah. Lalu dengan dramatisnya menjatuhkan keranjang tersebut dengan ekspresi kosong.
Apa kau tidak suka bekalnya? Tanyanya dengan nada begitu sedih. Namun sesaat kemudian aku melemparkan penggaris plastik fleksibel kearahnya. Refleks ia menghindari serangan tersebut. Dia protes kepadaku karena memberikan serangan mendadak. Lalu memarahiku karena makan pilih-pilih.
Makanannya bisa membuatku sakit perut, itu jawabanku. Namun keras kepalanya muncul ketika ada yang membantah dirinya. Dia memaksaku untuk makan banyak agar bisa mencapai berat badan ideal seumuranku.
"Apa kau kira sayuran bisa membunuhmu?" Tanyanya sembari berkacak pinggang didepanku. Dibanding berdebat lagi, kurasa lebih baik memakan habis bekalnya. Kuharap perutku tidak kontraksi nanti.
•
Waktu itu sakit maag, sekarang mules karena makan sayur. Syukurnya aku diberikan mules saat istirahat jam ke-dua. Akan kumarahi dia setelah kembali dari wc.
Aku berjalan melewati pintu-pintu kecil didalam toilet lalu mampir sebentar untuk mencuci tangan dan merapihkan wajah. Setelahnya aku bergegas untuk meminta pertanggung jawaban atas sakit perut yang kualami kepada dia.
Ramai-ramai menutup jangkau penglihatanku. Kupikir sesuatu yang buruk terjadi kepada dia karena orang-orang dikelas sibuk membicarakannya.
'MAAF'
Itu kata yang terpampang lebar yang disusun dengan kelopak mawar berwarna merah di lantai. Saat yang lain tengah sibuk berfikir bahwa dia tengah latihan drama bersama anak kelasku yang juga satu ekskul dengannya. Tiba-tiba ia melambaikan tangan lalu menunduk beberapa kali. Perhatianku tersampaikan padanya, tapi apa-apaan ini?"Everyone, calm down. Why are you guys so noisy?" Tanya ketua kelas menerobos keramaian. Ah astaga, akhirnya datang penyelamat dari keributan ini. Datanglah seorang laki-laki berambut kepirangan karena di cat memasuki kelas dengan santainya. Dia orang yang kumaksud satu ekskul dengan Dia—yang menyusun mawar ini.
Ribut kembali terjadi, gelak tawa semua orang pecah. Pikirnya drama komedi benar terjadi.
"Aku bukan bermain drama, tau. Aku ini sedang minta maaf" Ucap dia membantah. Semua orang kembali diam dan mendengarkan serius, kalau bukan drama komedi lalu apa? Jangan-jangan permintaan maaf ke pacar rahasianya? Atau teman tapi mesranya? Atau mungkin-
Hawa disekitarku tiba-tiba terasa tidak enak, ternyata semuanya tengah menatapku sambil menahan cengir. Bukan! Ini bukan seperti yang kalian kira! "Yang mau kusampaikan maaf adalah padaa-" "INI!!!" Dorong teman-temanku termasuk ketua kelas untuk segera maju ke podium mawar merah. "Dengarlah permohonan maafku—" Ucapnya dengan nada dramatis. Ah tidak, tolong jangan lanjutkan!! "Kepada anda sang langit azura—" Kumohon jangan lanjutkan!!!
"Karena telah membuatmu mules setelah memakan bekalku kemarin lusa."
Sial.
Jadi itu alasan mengapa aku tidak suka mawar merah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kalau Kataku Ini Cerita
RandomSebuah arsip untuk menyimpan cerita sepanjang musim panas. Soal aku, dia, dan harap saja tak ada kamunya.