1

2 0 0
                                    

Seorang anak yang tidak diinginkan.

Seorang anak yang tak dianggap.

Seorang anak yang tak dipedulikan.

Sungguh miris kehidupan Nafisya. Tapi ia tak menyerah untuk mendapatkan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Ia yakin bahwa suatu saat pasti orang tuanya akan menyayanginya.

"Heh, kamu sini."panggil sang mama.

"iya mah, ada apa?" ucap Fisya bertanya.

"Ambilin saya minum. Cepattt!" perintah sang mama.

"I-iya mah."

"Cepet!" Fisya tergopoh gopoh membawa minum yang diminta mamanya. Hingga tanpa sengaja ia tersandung kakinya sendiri yang mengakibatkan gelasnya pecah dan airnya mengenai pakaian sang mama.

"Argh, kamu ini gimana si, baju saya jadi basah gara-gara kamu." sang mama langsung berdiri dan menyeret Nafisya ke dalam gudang.

"Mah, ampun mah." ucap Nafisya sambil menangis menahan pecahan kaca yang mengenai tangannya.

"Kamu ini ya, dasar anak nggak guna." tangan sang mama terulur ke kepala Nafiya tapi bukan untuk dielus melainkan untuk dijambak.

"Arrghh" jambakkan mamanya sungguh kuat.

"Kamu tau, baju saya ini mahal. Gara-gara kamu baju saya jadi basah."

Apakah baju mama lebih berharga dari Fisya? padahal aku kan anak mama_ ucap Nafisya dalam batin.

"Mah, aku mohon udah mah." ucap Fisya memohon.

"Kamu itu harus diberi pelajaran biar ngga kurang ajar." ucap sang mama tanpa kasihan.

"arrghh" erangan kesakitan Fisya karena mamanya menendangnya hingga tembok.

Tingtong

"Beruntung kamu." akhirnya mamanya melepaskannya.

Fisya meringkuk di pojok tembok sambil menangis sesenggukkan dengan menahan sakit dibagian kepala dan perutnya.

Ya tuhan kenapa mama begitu jahat sama Fisya. Apa Fisya nggak disayang sama mama? apa Fisya nggak begitu berharga? rasanya dadaku sesak ya tuhan. Fisya sakit, sakit banget.

***

Malam pun tiba, Fisya masih di dalam gudang. Perutnya keroncongan akibat belum makan dari siang. Sang mama lupa akan dirinya yang masih ada di gudang.

"Mah, buka pintunya Fisya laper, Fisya pengin makan. Mah, mah buka pintunya." Fisya menggedor gedor pintu sambil menahan sakit di perutnya.

"Berisik, tau nggak. kamu itu ganggu aja." akhirnya pintu terbuka walau mamanya harus mengomel.

Sang mama melenggang pergi meninggalkan Fisya sendiri. Fisya berjalan menuju meja makan yang terdapat kedua orang tuanya. Ia akan duduk tapi suara papanya membuat ia mengurungkan niatnya.

"Mau ngapain kamu!" seru sang papa.

"Mau makan pa. Fisya laper pengin makan." ucap polos sang anak

"Enggak boleh, kamu kalau mau makan di dapur aja. Males saya liat muka kamu, buat saya nggak nafsu."

Jlebb

Ucapan sang papanya sungguh membuat fisya sakit hati. Walau begitu ia menuruti perintah sang papa untuk makan di dapur.

"b-baik pah." air matanya menetes begitu saja tanpa bisa dihentikan.

***

"Eh, non. Non kenapa kesini?" ucap sang pembantu, mbok Ati.

"eh kok non nangis si, jangan nangis ntar cantiknya ilang." ucap mbok Ati sambil mengusap air mata Fisya.

"F-fisya nggak b-boleh makan s-sama mama papa m-mbok." ucapnya sesenggukan. Hati mbok Ati ikut sakit saat mendengar itu. Mbok Ati langsung memeluk Fisya dan mengelus punggungnya untuk menenangkannya.

"non Fisya sini makan sama mbok. Mbok tadi masak makanan kesukaan non loh." mbok Ati hanya bisa mengalihkan pembicaraan supaya Fisya tidak sedih lagi.

Mata Fisya langsung berbinar. Mbok ati tersenyum hangat melihat binar mata itu.

"Ya sudah yuk non, ntar keburu dingin." ucap mbok Ati sambil terkekikik geli.

"Mbok ini enak banget. Makasih ya mbok." ucap Fisya.

Setelah makan malam selesai Fisya kembali ke kamarnya yang berada di lantai satu dekat pojok. Ia tidak ditempatkan di kamar lantai dua oleh orang tuanya. Dulu ia sempat meminta untuk pindah, namun berakhir dengan amarah sang ayah yang memuncak.

Saat memasuki kamar, langsung disuguhi warna pastel yang sangat ia sukai. Walau tak sebesar kamar orang tuanya tapi, ia merasa nyaman ditempat itu. Ia langsung menghampiri kasur yang ukurannya hanya untuk satu orang saja.

"Huh, hari ini sungguh melelahkan seperti hari-hari sebelumnya. Enggak ada yang berbeda. Aku ingin satu hari saja merasakan kebahagiaan. Pengin dipeluk mama, pengin dielus rambut sama papa. Andai itu semua terjadi pasti rasanya seneng banget."

Fisya hanya bisa berkhayal tanpa bisa menjadi kenyataan. Ekspektasi memah lebih indah dari kenyataan. Dengan menghela nafas ia tertidur menuju alam mimpi yang indah.

### selamat tidur Fisya semoga khayalanmu menjadi nyata :)

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 26, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Bukan Yang SesungguhnyaWhere stories live. Discover now