10 : Rain

1.2K 143 7
                                    

L E V I   A C K E R M A N

Angry!Levi x Stubborn!Readers

-

     "Apa yang kau pikirkan, (y/n)? Kau tahu hal itu bisa membahayakan dirimu, kan?" Tanya Levi dengan nada yang rendah, namun sangat dingin. Seolah ia menahan semua amarah dalam dirinya dan mencoba untuk tenang.

     Pagi ini sebagian anggota Survey Corps melakukan ekspedisi ke luar tembok dan tentunya berhadapan dengan titan adalah hal yang pasti. Beberapa anggota harus meregang nyawa hanya untuk informasi yang tidak sepadan dengan kematian mereka. Tetapi, Commander Erwin dan Captain Levi memastikan kematian mereka tak akan sia - sia. 

     Di lain sisi, aku sangat benci jika harus kehilangan kerabat dekat dan berusaha sekuat mungkin untuk menyelamatkan mereka. Memang tidak mudah dan sangat membahayakan nyawaku, tetapi itu bukanlah alasan untuk berhenti menyelamatkan anggota sebanyak mungkin. Namun, sayangnya Levi tidak setuju dengan hal tersebut. 

     "Aku memikirkan nyawa mereka yang diambang kematian, Levi. Mereka memiliki keluarga, kekasih, dan orang - orang yang mereka kasihi. Apa mereka tidak layak untuk hidup?" Tanyaku, berusaha untuk tidak mengeluarkan amarah.

     "Itu resiko yang telah mereka pahami saat bergabung dengan Survey Corps." Tegas Levi. 

     "Benar! Itu resiko diriku karena bergabung dengan Survey Corps. Mengapa kau begitu kesal dengan diriku yang membahayakan nyawa untuk menolong mereka?" 

     Rumah yang kami tinggali sangat hening dan hanya dipenuhi dengan suara detak jantung masing - masing. Syukurlah letak rumah ini sedikit jauh dari pemukiman warga lainnya, karena mereka mungkin akan lelah mendengarkan argumen kami yang hampir setiap hari dengan topik yang berbeda.

     "Ajukan pertanyaan bodoh seperti itu sekali lagi, kupastikan commander Erwin akan memindahkan dirimu ke polisi militer." Ancam Levi.

     "Aku lelah dengan semua ucapan dan ancaman bodoh yang kau berikan." Ujarku dan mencoba untuk pergi dari hadapannya.

     Dengan sigap, Levi menggenggam kedua lenganku dengan sangat erat hingga tubuhku merasa sakit. Tatapan Levi terlihat sangat kesal dan aku mencoba untuk tidak membalas tatapan itu. 

     "Lihat kedua mataku saat kita sedang berbicara." Tegas Levi.

     Aku memutuskan untuk menatapnya dengan tatapan jengkel. Ini bukan pertama kalinya Levi bersikap menyebalkan. Aku bukan lagi anggota baru yang akan gemetar bila bertemu titan. Aku dapat mengatakan bahwa diriku adalah salah satu anggota yang kuat, bahkan Mike mengakui itu. Levi tidak seharusnya bersikap seperti ini.

     "Kau tidak akan ikut ekspedisi selanjutnya karena tidak mematuhi diriku. Sudah kubilang kau harus tetap berada di belakangku, namun otak bodohmu berkata lain." Ujar Levi.

     Aku melepas genggaman Levi dengan kasar dan segera bergegas menuju kamar mandi. Aku sudah muak dengan perlakukan Levi yang terus menyuruhku untuk mematuhi semua perintah tak masuk akal dari dirinya. Syukurlah rumah ini memiliki dua kamar tidur dan Levi paham bila kami sedang berada di kondisi yang tidak baik, ia akan tidur di kamar yang berbeda denganku. 

     Aku segera membersihkan diri dan mengganti pakaian. Tak banyak aktivitas yang kulakukan sebelum tidur, seperti membuat teh hangat dan menyikat gigi. Begitupun dengan Levi, hanya saja malam ini kami melakukannya dengan terpisah. 

     Aku mengistirahatkan tubuh di atas ranjang yang hangat, namun entah mengapa pikiranku tidak membiarkan tubuh ini untuk beristirahat. Aku memaksakan untuk tetap tertidur dan mengumpulkan energi yang telah digunakan saat ekspedisi.

     Bisa dikatakan bahwa aku mudah terbangun saat tidur, sehingga saat hujan lebat melanda wilayah ini, aku akan terbangun. Seperti malam ini, aku memutuskan untuk mengambil selimut tambahan untuk menutupi seluruh tubuhku. Namun, satu hal yang membuatku terkejut adalah mendapati Levi yang sedang tertidur di atas bangku kayu yang bersebrangan dengan ranjangku. 

    Ia terlihat sedikit tidak nyaman dan kedinginan karena tidak membawa selimut. Mengapa ia tidak tidur di ranjangku?

     "Levi." Panggilku perlahan. 

     Seberapa kesalnya diriku pada Levi, aku tetap tidak bisa membiarkannya seperti ini. Ia telah menghabiskan energi yang banyak saat ekspedisi pagi ini. Levi seharusnya beristirahat dengan layak.

     "Hm? A-apa aku mengigau? Maaf telah membangunkanmu, (y/n)." Ujarnya, setengah sadar.

     "Hey, kenapa kau tidur di bangku, Levi? Kau kan bisa tidur di ranjangku. Ayo." Ujarku sembari menggiring Levi menuju ranjang untuk beristirahat.

     Saat kami telah mengistirahatkan tubuh, Levi memutuskan untuk mendekapkan tubuhnya dalam pelukanku. Ia mendekatkan kepalanya pada dadaku dan mencoba untuk mengatur napas. 

     "Aku tahu seharusnya kita menjaga jarak saat kondisi sedang tidak baik. Maaf aku melanggar peraturan itu. Jika saja hujan tidak turun dengan lebat dan petir tidak menyambar dengan keras, aku masih bisa menepati janji itu." Jelas Levi.

     Hujan. Petir. Bagaimana aku bisa lupa?! Levi membenci hujan dan petir. Kedua hal tersebut mengingatkan dirinya pada Isabel dan Farlan yang tewas saat ekspedisi dan dalam keadaan hujan lebat. 

     "Hanya saja hujan dan petir membuatku.."

     "Tidak usah dilanjut, Levi. Aku paham." Tegasku dengan lembut.

     Kami terdiam untuk sesaat dan kurasa Levi dapat merasakan detak jantungku yang semakin cepat. Mungkin ini sebabnya Levi bersikap menyebalkan. Ia berusaha melindungiku. 

     "Maaf, aku tidak bermaksud untuk bersikap kasar terhadap dirimu." Ujar Levi.

     "Aku tidak bisa merasakan perasaan itu lagi. Perasaan ketidakberdayaan diriku untuk melindungi orang yang kukasihi. Betapa tidak bergunanya diriku dan ketidakmampuan diriku untuk melindungi mereka dengan sekuat tenaga." Lanjutnya.

     "Levi..."

     "Memikirkan dirimu yang akan meregang nyawa ditangan para titan sialan itu sangat membuatku gila, (y/n)." 

     "Anggota yang kau selamatkan memang memiliki keluarga atau seseorang yang menunggu mereka pulang ke rumah. Diriku pun demikian. Aku berhak melindungi orang yang sangat kukasihi, bukan? Aku berharap kau paham mengapa aku bersikap seperti ini." Suara Levi hampir tak terdengar olehku, namun syukurlah petir tidak menyambar lagi dan hujan kian mengecil. Jadi, aku dapat mendengar betapa tulusnya Levi saat ini. 

     "Jika apa yang terjadi pada Isabel dan Farlan, terjadi pada dirimu, aku..."

     "Aku tidak akan pernah memaafkan diriku. Selamanya."

     Terkadang aku mengakui betapa bodohnya diriku. Saat kami melakukan ekspedisi bersama, aku tidak terlalu memikirkan bagaimana kondisi Levi karena kuyakin ia akan baik - baik saja. Maksudku, ia adalah humanity strongest soldier dengan darah Ackerman.  Hal buruk apa yang akan terjadi pada dirinya? Namun, hal ini membuatku buta. Aku tidak pernah melihat hal dari sudut pandang dirinya.

     Aku tidak pernah berpikir bagaimana kecemasannya akan meningkat bila seseorang yang ia kasihi tidak dalam pandangannya. Bagaimana ketakutannya akan meluap saat tidak mengetahui apakah orang yang ia kasihi hidup atau mati. Aku tidak pernah merasakan itu dan tidak memahami hal itu. Aku tidak seharusnya bersikap menyebalkan terhadap Levi.

     "Levi, aku yang seharusnya meminta maaf pada dirimu. Aku tidak seharusnya bersikap demikian dan paham mengapa kau bersikap protective seperti ini." Ujarku.

     Levi menatap kedua mataku untuk beberapa saat dan memutuskan untuk mendaratkan bibir lembut miliknya pada bibirku. Ciuman yang ia berikan terasa sangat lembut dan penuh dengan kasih sayang. 

    "Aku sangat bersyukur kita masih diberikan kesempatan untuk bersama." Ujar Levi disela - sela sesi ciuman.

     Aku hanya mengangguk pelan dan kembali menarik wajah Levi untuk menyatukan kedua bibir kami lagi. 

-

Author Note:

Terima kasih telah membaca buku ini^^

One Shots [Levi Ackerman]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang