"Lihatlah dirimu yang sangat tidak berakal! Untuk apa berlayar ketepi? Membuang waktu kami saja." ucap mereka
"Hei ku butuh beristirahat sejenak" dalam hatinya Namun sang nahkoda terus berlayar
"Ah tak mengapa, mungkin kudapatkan tempat untuk berlabuh yang lebih elok disana" sukmanya membara lagi.
"Bodohnya dirimu! Berlayar tanpa henti, apa tidak kau pikirkan penumpangmu ini lelah menghantam runtutan ombak Yang bergejolak?" Teriak para penumpang.
" Perjalanan akan tetap berlangsung, ombak harus di tongkahkan atau kita yang tertongkah. Berhenti hanya akan membenamkan kapal!" Serunya atas mereka.
"beribu dalih seperti buih! Kami tidak membayar mu untuk itu wahai nahkoda yang pandir.
Hentikan kapal nya!
Hentikan kapalnya!
Hentikan kapalnya!"
Serbu para antek kapal yang kerap bergeming tiada henti mengolok sang nahkoda yang terus menerjang alunan ombak.
Suatu kala bana besar menghantam hidung kapal, sontak mengejutkan para antek yang geram nan gusar.
" tiada guna dan kebolehan kau ini!
Berkuping tapi tuli, punya mata namun buta!" melilah olok pada dirinya, yang nyaris kehilangan asa.
Namun sang nahkoda ini terus berlayar hingga berlabuh dengan sempurna.
"Andai semua tak mendengking keras, tidak akan berlabuh aman kami disini." Ucap kerumunan penumpang kapal.
Seringai sang nahkoda,meneguhkan hati atas ujaran mereka.

KAMU SEDANG MEMBACA
Selembar Kertas
PoetryKarya-karya berikut dibuat atas dasar renungan dan perasaan. Setiap kata-kata yang tidak bisa diungkapkan melainkan hanya melalui tulisan yang tertulis pada setiap lembar kisah kehidupan.