Bab 1: Perkenalan

35 1 2
                                    

Bel sekolah berbunyi, tanda jam pelajaran telah berakhir. Walaupun hari ini tidak ada kegiatan belajar mengajar, Waktunya pulang. Hari ini adalah hari penerimaan Raport semester 2, itu artinya hari ini adalah hari kenaikan kelas. Segera aku bergegas menuju ke parkiran untuk menaiki sepeda motorku dan meninggalkan Sekolahan.

"Yahh, akhirnya Aku sudah kelas 3, tinggal setahun lagi dan Aku terbebas dari kehidupan SMA yang membosankan. Bahkan di hari kenaikan kelas ini orang tuaku tak datang kesekolahan, semenyedihkan inikah hidupku?". Gumamku berbicara sendiri yang baru saja sampai di depan rumah. "lalu selanjutnya bekerja, kemudian menikah, dan punya anak. Bukankah itu hal yang wajar?". Lanjutku menggumam.

Ketika aku hendak membuka pintu, tiba-tiba aku mendengar suara gaduh dari dalam rumah. Rupanya Ayah dan Ibuku lagi-lagi bertengkar. "Aku sudah tidak kuat, hatiku hancur, aku minta cerai!". Ketus Ibuku marah kepada Ayah. "Kau itu perempuan yang tak tau diuntung, tinggal mematuhiku apa susahnya?!" balas Ayahku dengan nada tinggi.

Mendengar hal tersebut dari balik pintu hatiku menjerit, kepalaku pusing. Anak mana yang tahan melihat orang tuanya bertengkar dan membawa-bawa kata cerai. Sontak aku membuka pintu dengan kasar dan berteriak "Cukup!, sudahlah Ayah, Ibu, tak bisakah kalian menyelesaikan masalah dengan kepala dingin"?.

Namun, perkataanku diabaikan. Keduanya bahkan tak menjawab pertanyaanku. "kalau memang itu yang kau mau, mulai sekarang kita pisah!. Ku beri waktu sampai besok pagi untuk beres-beres kemudian keluar dari rumah ini!". Ucap Ayahku memperburuk keadaan. "oke!, aku juga sudah muak tinggal dirumah ini, anak-anak akan ikut bersamaku!". Balas Ibuku yang sudah kehilangan kesabaran, "Terserah !!". Sahut ayahku yang kemudian pergi meninggalkan Rumah.

Setelah percekcokan hebat tersebut berakhir, Aku mendekati Ibu dan menanyakan apa yang sebenarnya telah terjadi. Sambil menangis Ibuku menceritakan semua yang telah terjadi. Ternyata, Ayahlah letak asal muasal masalah ini. Ibu sudah sejak setahun terakhir sudah berkali-kali memergoki Ayah selingkuh. Setahun Ibu menahan rasa sakit hati hingga akhirya hari ini Ia sudah tidak tahan lagi.

Kemudian aku mengantar Ibu kedalam kamar untuk menenangkan diri. Ketika aku hendak menuju kekamarku untuk menenangkan diri dan beristirahat, Aku mendengar suara tangisan dari dalam kamar adik perempuanku. Setelah aku masuk kekamarnya, Ternyata ia yang berusia lima tahun itu menangis tersedu-sedu karena mengetahui Ayah dan Ibu yang tadi bertengkar.
"Bang Azam, kenapa Ayah meninggalkan kita?". Ucap Adikku sambil menangis. "shof, Sudah ya jangan menangis. Disini masih ada abang yang tidak akan meninggalkanmu. Jawabku menenangkan Shofi sembari mengelus kepalanya. "huwwaaaa". Tangis Shofi kencang yang kemudian memelukku. Tak lama kemudian tangisnya berhenti dan kemudian Ia tertidur.

Aku meninggalkan kamarnya menuju ke kamarku sendiri.
Setelah sampi di kamar, aku berbaring sambil melamunkan peristiwa yang baru saja tejadi. Aku masih tidak percaya dengan keadaan saat ini. Semua terjadi begitu cepat. Pikirku , yahh, inilah yang dinamakan kehidupan. Tak selalu berjalan mulus seperti yang kita inginkan. Tanpa kusadari aku tenggelam dalam lamunan sampai akhirnya aku tertidur.

Keesokan harinya, pagi-pagi sekali Aku, Ibu, dan Shofi bersiap-siap pergi meninggalkn rumah. Jarum jam menunjukkan Pukul enam pagi, kami bertiga bergegas menuju ke Stasiun kereta api. Rencananya kami akan meninggalkan Jakarta menaiki kereta api menuju ke sebuah kota kecil di Jawa timur bagian selatan. Hal itu merupakan usaha Ibu untuk menjauh dari Ayah.

Akhirnya , sore hari kemudian kami tiba di Ponorogo. Sebuah kota kabupaten kecil di sebelah selatan Madiun. Udara di Ponorogo jauh lebih segar dari pada udara di Jakarta. Polusi udarapun minim, yaa,,, inilah Kota yang dikenal dengan nama Kota Reog. Reog merupakan kesenian tradisional yang berasal dari Ponorogo.

Dikala SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang