Aku ingin teriak. Melampiaskan segala amarah. Rasa kesal, kecewa, sedih, sakit, dan juga putus asa. Saat semua hal yang diharapkan tidak sesuai kenyataan. Saat ternyata orang yang dibanggakan ternyata mengecewakan. Saat keadaan yang memburuk tiba-tiba dan semakin menyesakkan
Aku ingin menangis sekencang-kencangnya. Kala semua orang hanya bisa menyalahkan tanpa mau mendengarkan pembelaan. Saat satu-satunya orang yang dipercaya juga membohongi dan mengecewakan. Saat rasa sakit yang tak bisa lagi ditahan.
Ketika sebuah tanya muncul. Berhakkah aku bahagia? Kapankah aku bahagia? Tidak menemukan jawabnya. Dan aku telah sampai pada titik diujung hari. Diujung rasa lelah, putus asa, dan ingin menyerah.
Kamu datang. Orang asing. Memberi sebatang coklat 500an kepada aku yang orang asing juga bagimu. Dengan cengiran seenaknya bilang. "Aku pernah jatuh dari atas jembatan sini kak. Dan rasanya sakit banget. Kalau aku jadi kakak aku gak akan melompat, mending makan coklat. Siapa tahu nanti rasa sedihnya minggat"
Dan aku seketika menangis. Terduduk dan tersedu-sedu di hadapannya. Dari banyaknya orang yang aku percaya. Aku harapkan. Orang asing ini lebih paham. Dia menarikku ke dalam pelukan yang sudah lama tak pernah aku rasakan. Menarikku keluar dari jurang keputus asaan.
"Nangis aja kak. Gak ada undang-undang larangan nangis. Kalau mau cerita sama Ara saja. Aku juga sebatang kara kok di dunia ini"
..................
"Kakak tinggal dimana?" Tanya Ara dan hanya aku jawab gelengan.
"Kakak gak punya tempat tinggal?" tanyanya lagi. Dan aku jawab anggukan.
"Kakak sudah makan?" lagi ku jawab gelengan
"Mau makan sesuatu?" aku tak ingin makan apapun saat ini aku menggeleng sebagai jawaban
"Kakak lagi sakit gigi ya? Atau malu ngomong karena ompong? Dari tdi ngangguk sama geleng terus" ujarnya sebal. Dan muka lucunya seketika membuatku terpana. Membuatku gemas. Tanpa sadar aku tersenyum kepadanya
"Ternyata kakak kalau senyum cantiknya nambah 200%" ujarnya berbinar. Membuatku malu saja
"Kakak mau ikut aku pulang?" tanyanya lagi kali aku mengangguk
"Aku tidurnya di emperan toko. Di kolong jembatan atau di taman. Kakak gak keberatan?" tanya ragu. Tapi kujawab dengan anggukan tanpa keraguan
"Ya udah kalau gitu kakak ikut Ara. Sepertinya malam ini kita tidurnya di kursi taman" ajaknya. Aku berjalan mengikutinya dari belakang dengan menggenggam coklat pemberiannya. Yang mungkin akan menjadi coklat favoritku. Aku tak peduli jikalau nanti ternyata dia penipu atau orang jahat. Hatiku mengatakan dia orang yang tulus. Dan kali ini aku ingin mempercayai hatiku sekali lagi.
........
"Malam ini kita tidur disini kak. Semoga aja gak ada razia dari satpol PP" Katanya setelah sampai di taman. Musim panas membuat malam ini tidak terlalu dingin. Dia menggelar tikar di atas rumput sebagai alas tidur di samping bangku panjang.
"Kakak mau tidur di bangku taman atau kardus?" tanyanya. Aku menunjuk kardus sebagai pilihan.
"Baiklah kalau begitu aku tidur di bangku." katanya lalu merebahkan badannya begitu saja. Tanpa bantal dan hanya berselimut jaket kumuh. Aku mengikuti jejaknya dan tidur di atas alas kardus.