Tiga - Pilihan Ekstrakulikuler

22 2 0
                                    

Milih apa ya?

Eky menatap selembar kertas yang berisi tulisan tangan cantiknya yang seperti dokter. Melihat ke samping kanan, sahabat yang ketampanannya tidak melebihi dirinya juga sudah selesai mengisi. Sekarang anteng melipat kedua tangan di meja.

Eky menoleh ke samping kiri ingin menengok punya Abrar masih kosong sedang punya Daffin tidak terlihat lantaran jaraknya lumayan jauh apalagi tertutup tangan besar Abrar.

"Brar, kenapa belum ngisi?" tanyanya pelan. Sekarang masih jam pelajaran pak Tobing guru matematika. Sesungguhnya Eky ingin cabut ke kamar mandi tapi apalah daya tatapan tajam Rizky menciutkan nyalinya. Percayalah Rizky lebih menakutkan daripada guru konseling.

"Kertas Rizky masih kosong. Pengin olahraga cabang bola tapi gak pengin juga biarin Embem ngambil Ekskul sendirian," jawab Abrar lesu. Cowok itu sangat menyayangi sepak bola bahkan dari kecil sudah mengikuti club latihan sepak bola di lapangan rumahnya. Abrar bercita-cita jadi atlet sepak bola. Dan Rizky selalu menemaninya latihan dari SMP.

"Iya sih. Tapi bisa ngambil dua kan?"

"Kalau olahraga nggak bisa, Ky. Jadwalnya bentrok latihan. Nanti yang ada nggak bisa fokus. Kata Daffin ada tiga ekskul yang ingin Rizky ambil. Ekskul bahasa Internasional, PMR, dan Paskibra. Belum juga dua orang ini tadi ditawarin masuk anggota osis."

"Sepertinya Rivi juga ditawarin," sambung Daffin.

"Awak rasa Rizky lebih bagus PMR. Kan pengin jadi dokter remaja. Sama kelas bahasa juga. Jangan Paskib! Banyak cowoknya, susah nanti," kata Eky yang disetujui ketiganya.

Eky dan Rivi melompat-lompat kecil terlalu lelah berdiri di depan papan tulis. Tadi pak Tobing menghukum keduanya berdiri sampai mata pelajarannya selesai. Setelah acara bisik-bisik tetangga Eky siap. Rivi buat rusuh dengan berbalas pesan pada kakak kelas sampai ketahuan pak Tobing. Lantaran tidak ingin dihukum sendiri, Rivi membawa serta sahabatnya mengadu ke bapak itu kalau Eky melempar kertas ke Rizky. Untung saja kertasnya tidak sampai, kalau tidak cewek manis itu juga dihukum. Baru kelas X sudah sering merasakan hukuman.

"Kurang asem memang si Rivi. Dia yang berulah awak yang kenak!" kata Eky masih kesal pada sahabatnya. "Ko tuh sama kak Lani ada apa? udah berkirim pesan aja," katanya sewot, pasalnya baru tiga hari Rivi sudah dekat sekali sama kakak kelas bernama Melani anak cheerleader.

"Dia sendiri yang minta nomor telepon. Ya udah ladeni aja," jawabnya asal.

"Kalau aja tadi tuh memang si kertas ada. Terus Rizky baca dan kenak hukum juga. Habis ko Vi," ujar Abrar agak jantungan melihat perhukuman tadi.

"Suntikan mati udah siap. Untung Rizky gak dihukum," timpal Daffin.

"Kok agak bergidik ngeri kalau orang berduit udah ngomong," kata Rivi merinding. Bukan apa, Daffin jarang bicara sekalinya bicara seram bawa-bawa kematian.

Rizky tertawa lalu mencubit Rivi pelan. "Lain kali di kelas jangan main hp. Kalau belajar ya belajar. Masih kelas satu nggak boleh nakal," pesan Rizky.

"Baik sayangku. Oh ya, Rizky udah ngisi belum? Setelah istirahat dikumpul loh kertasnya."

"Ngambil Ekskul apa, Ky?" tanya Daffin.

"Pas..."

"JANGAN!" teriak keempatnya.

Eky langsung mengambil kertas Rizky dan membuang napas lega. "Kamu bisa kali mengerjai kami."

Rizky tertawa kencang membuat keempatnya terlena. Tertawa saja kemanisan cewek itu bertambah banyak, apalagi senyum. Bisa pingsan.

"Awalnya memang pengin ngambil Paskibra, tapi nggak akan bisa ngambil kelas bahasa internasional karena bentrok. Paskib harus latihan minimal seminggu empat kali. Sedang saya mau ngambil dua ekskul," jawab Rizky.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 31, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

POSESIF BESTFRIENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang