5 : Sentul

265 41 12
                                    

Malam itu Bima dengan segala tekat dan penuh amarah langsung calling ornag bernama Yoga. Dia yang niat hati dinginin kepala malah justru semakin panas.

Dia harus balikin gelar kehormatan sebagai begundal paling ditakuti di sekolah yang padahal lebeling itu masih melekat apalagi di tambah Yoga yang terkenal sebagai kekasihnya sekarang udah pasti anak sekolah sebelah pun gak berani usik.

"Yakin lo mau balab sama gue?"

Yoga setia dengan senyum yang sejak tadi ngeremehin penampilan Bima. Tentu aja yang diejek begitu gak terima.

"Menurut lo kita udah sampe di arena begini"

Yoga satu langkah maju mendekat ke arah Bima yang berdiri di depanya sebenarnya Yoga ingin posisi yang lebih dekat dan kelihatan intim tapi ada motor ninja Bima yang ngehalangin ide jahilnya itu.

"Apa yang lo tawarin ke gue?"

"Lo harus ngebersihin nama baik gue, kalau gue bukan gay"

"Easy buat gue? Kalo gue yang menang?"

Bima sadar Yoga sekarang seakan mojokin dirinya yang memang cukup takut kalau yang diterima kekalahan tempo hari kan dia ngeliat langsung gimana performa Yoga di jalanan.

"Lo boleh pinta apapun sesuka lo semua keputusan lo"

"Termasuk kalo gue minta lo tidur sama gue?"

Emang gak bisa dihindari Bima memaki Yoga sekarang. Sikapnya udah keterlaluan di mata Bima semuanya udah kelewatan batas dengan jadiin badanya sebagai bahan taruhan mereka. Ngeliat muka merah Bima yang nahan amarah Yoga malah tertawa renyah seakan mengejek Bima.

"Hahaha lo gak perlu takut, gua cuman minta baju sekolah gue balik besok"

Yoga memang sosok panutan di sekolah tapi lain kalau sudah diluar namanya juga laki laki apalagi populer dan punya wajah tampan sudah  pasti jadi buaya.

"Ayok mulai gue gak punya banyak waktu"

Area udah disiapin start kedunya imbang terus mengungguli satu sama lain. Walau jujur Bima kewalahan mengimbangi performa Yoga yang kelas tandingnya Biya yang emang another level sama dia tapi dia gak bisa kalah dan menyerah gitu aja.

Denger Yoga membawa tubuh sebagai ganti taruhan tentu aja Bima memacu motornya lebih cepat sayangnya motonya gak bisa di ajak kerja sama. Tikungan terakhir dia meleset motor nya kelempar gitu aja dianya beguling di atas rumput.

Gak lama segerombolan orang langsung mengerubuni Bima yang tergeletak di tanah dengan keadaan yang masih syok. Gak lama sosok Yoga terlihat nerobos kerunan orang dengan muka cemas. Yoga mengecek keadaan Beomgyu melepas helmnya dengan hati hati dan memeriksa seluruh tubuh Beomgyu dengan perlahan.

"Akh!"

Yoga terkejut denger terikan Bima saat dia nyetuh bahunya. Rasanya Bima harus di bawa kerumah sakit.

"Akh hiks! Anjing sakit!"

Yoga paksa bopong Bima ke motornya bagai bocah umur lima tahun bima di taruh di atas tangki bengsin dan Yoga berkendara dengan satu tangan melingkar di perut Bima.

Sampe tujuan Yoga langsung bawa Bima ke ugd dan langsung dapet pertolongan pertama. Pemeriksaan singkat terlewat Yoga manunggu dokter yang menangani Bima muncul dari tirai.

Srek

Dokter perempuan berjam putih dengan kacamata yang bertenger apik di hidungnya mendekat ke Yoga.

"Kamu kerabatnya?"

"Iya dok"

"Pasien mengalami retak pada tulang pasien akan dirawat untuk sementara waktu di rumah sakit kamu bisa urus kamar dan biaya lain bersama suster ina dan urus semua di administrasi saya permisi"

Dptkter itu berlalu sekarang Yoga mengurus segala administrasi di bagian administrasi di pandu suster Ina.

"Pacarnya ya mas?"

Yoga melirik suster Ina

"Eum~ iya"

"Masnya keliatan khawatir banget saya jadi iri"

"Hehe bisa aja sus"

"Saya pindahkan pasien ke kamar kelas satu lantai tiga nomor kamar 102, saya tinggal kalo masnya gak ada pertanyaan lagi"

"Kira kira dia harus di rawat berapa lama sus?"

"Kami belum bisa memastikan besok pagi ada pemeriksaan lanjut untuk penanganan selanjutnya permisi mas"

Yoga berdecak mengusak rambut kasar. Harusnya dia ngalah dan gak perlu bekerja keras macam tadi dia harusnya tau kalau Bima pemula di jalur itu.

Karena Bima gak kenal siapa keluarga Yoga selain Biya. Handphone Bima di kunci dengan pola tentu aja Yoga gak bisa buka.

Dirinya melangkah menuju kamar Bima berada. Bima keliatan pules mungkin pengaruh obat. Yoga gak bisa ngelepas padanganya dari Bima yang tertidur dengan muka polosnya. Tanpa sadar dirinya tersenyum geli.

"Lo kalo diem manis padahal, maaf ya lo jadi begini karena keegoisan gue"

Yoga mengelus luka di lecet di pipi Bima. Dia ngerusak ciptaan tuhan yang begitu indah. Lama menunggui Bima pintu kamar di buka dengan sedikit kasar.

"Tenang dulu"

Yoga nahan bahu Biya sebelum itu cewek mengusik tidur nyeyak saudara kembarnya.

"Keadaannya gimana?"

Biya menatap miris Bima yang cuman berbaring di atas kasur rumah sakit sekarang.

"Pertama gue minta maaf kecelakaan ini karena gue"

"Gua paham kok tapi lo tetep gak boleh lepas tanggung jawab atas Bima"

"Gue enggak bakal, kata dokter lengan atas tangan kirinya retak dan dia butuh waktu buat pulih"

Biya menarik nafas menutup mata air matanya keluar gak ada isakan air mata itu keluar secara natural karena rasa khawatirnya. Yoga sendiri semakin ngerasa bersalah atas apa yang di alami Bima.

"Kalo gue gak lengah ngawasin dia pasti dia juga gak sampe begini"

"Ini total kesalahan gue bukan lo"

Biya menatap Yoga dengan tatapan yang sulit di jelaskan.

"Bisa ceritain kronologi nya"

Biya di giring duduk di sofa yang tersedia di ruang vip itu. Dengan detail Yoga ceritain apa yang dia lihat dan alami Biya juga gak menyelak omongan Yoga dan dengerin dengan seksama penjelasan Yoga.

"Lo bisa hubungin orang tuanya?"

Tanya Yoga yang bikin Biya tertawa kecil.

"Of course orang tua gue sama dia itu sama"

Yoga kaget dia kira Biya itu pacarnya Bima.

"Lo saudara kandung Bima?"

"Gue sama dia kembar lebih tepatnya kaget ya? Wajar sih, Lo sendiri? Lo pacaran sama kaka gue?"

"Gue gak hubungan dia sama gue gak ada baiknya"

"Berita lo rame di web sekolah gue, kalo emang lo demen deketinya pelan pelan emang gitu anaknya"

Biya menepuk pundak Yoga seakan memberi dukungan buat Yoga pdkt sama Bima.

"Heh percuma juga kita dari awal gak punya hubungan baik mana mungkin gue sama dia"

"Belom di coba udah nyerah dasar laki, ini kalo lo butuh bantuan hubungin gue aja sana pulang besok sekolah kan lo"

Yoga menerima kartu nama dengan latar hitam dan tulisan silver perpaduan yang sangat apik. Caffe xx Yoga belum pernah dengar sebelumnya.

"Gue pamit ya, sorry sekali lagi gue bakal jenguk dia besok"

Yoga megambil kunci motornya di meja nakas dekat berangkar Bima. Biya tersenyum sambil mengangguk singkat lambaian tangan juga ikut serta sebagai salam perpisahan.











Next-

Boleh?[book1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang