Prolog

15 3 0
                                    

"Saya tidak sudi menikah dengan anda!" maki seorang gadis yang kini dalam keadaan terikat pada tiang.

Seorang pria yang mengenakan pakaian kebesaran khas raja, terlihat berjalan mendekat. Aura intimidasi sangat terasa hingga membuat orang-orang yang terikat semakin menunduk dalam.

Namun, hal itu tidak berlaku untuk seorang gadis yang mengenakan sebuah gaun berwana putih berlumuran darah. Gadis itu tetap mengangkat kepalanya angkuh dan sorot di matanya menggambarkan kebencian yang sangat mendalam.

Saat jarak sang raja dan gadis itu hanya tersisa dua langkah, sebuah senyum mengerikan terukir di wajah Raja Axel.

"Rupanya kamu tidak takut padaku, Putri Madelyn," ujar sang raja sambil membelai wajah Madelyn.

"Cih! Jauhkan tangan kotor anda dari wajah saya!"

Bukannya marah, sang raja semakin melebarkan senyumnya. Dia merasa sangat tertantang untuk menjinakkan gadis di hadapannya.

"Aku sudah berbaik hati membiarkanmu hidup, bahkan akan menjadikan dirimu sebagai ratuku. Ini kah balasannya untukku?" tanya Raja Axel seolah-olah terluka dengan penolakan Putri Madelyn.

Tidak ada satu kata pun yang terucap dari mulut sang putri. Dia memilih diam karena sudah terlalu muak dan badannya cukup lemas untuk menghadapi perdebatan panjang ini.

Diikat seharian tanpa makan dan minum cukup membuat tubuhnya menjadi tidak berdaya. Putri Madelyn tidak mengkhawatirkan dirinya yang masih sanggup menutupi rasa lapar dan haus. Dia justru mengkhawatirkan rakyatnya yang sudah merintih karena kelaparan.

"Menikah denganku atau ...," ucap sang Raja menggantung dan mendekatkan wajahnya ke telinga Putri Madelyn. "Rakyatmu akan aku bunuh tepat di hadapanmu."

"Lebih baik saya mati daripada harus menikah dengan raja kejam seperti anda!"

"Raja kejam. Hm, jadi itukah panggilan sayang yang kamu berikan untukku?" Lagi-lagi sang raja mendekatkan wajahnya ke telinga Putri Madelyn seraya berbisik, "Manis. Aku suka panggilan darimu itu."

"Bebaskan semua rakyat saya, mereka tidak pantas menjadi sandera. Berikan mereka kebebasan dan anda bisa membunuh saya. Saya berjanji tidak akan melawan!" teriak Putri Madelyn menghentikan langkah Raja Axel yang hendak kembali duduk di singgasana.

Senyum mengerikan itu kembali terukir di wajah sang raja. Dia menatap Putri Madelyn dengan sorot yang tidak bisa dibaca.

"Sayangnya kamu tidak akan pernah aku bunuh. Kamu akan tetap hidup. Karena nyawamu adalah jaminan mereka tetap bernapas," jelas Raja Axel disertai senyum mengejek.

"Kalau begitu jadikan saja aku pelayan, dan bebaskan semua rakyatku!"

Ucapan Putri Madelyn membuat penghuni istana terkejut. Namun, tidak untuk Raja Axel. Dia justru semakin tersenyum mengejek. Pria itu kembali mendekati sang putri dan berhenti di hadapannya.

"Pelayan? Di istanaku sudah terlalu banyak pelayan. Tapi mungkin kamu bisa menjadi pelayan istimewa." Raja Axel menjeda ucapannya sejenak dan kembali mendekat pada sang putri. "Kamu bisa menjadi pelayanku di ranjang, Putri Madelyn."

"Enyahlah! Saya tidak sudi berdekatan dengan anda!" bentak Putri Madelyn berharap sang raja segera menyingkir, dan menjauhkan wajah pria itu dari telinganya.

"Hm, sepertinya kamu menganggap ucapanku hanya gertakan semata, huh?" Raja Axel menjeda ucapannya sejenak lalu memanggil salah satu pengawalnya. "Pengawal! Bawa anak itu kemari!"

Salah satu dari puluhan pria yang berjejer rapi segera menyeret tahanan istimewa mereka. Dengan kasar, pengawal itu menjatuhkan si tahanan dan membuatnya bersimpuh di hadapan Raja Axel.

Mata sang putri terbuka lebar. Dia tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Seorang anak kecil yang dia anggap seperti adik sendiri, kini bersimpuh di lantai sambil terus menangis.

Putri Madelyn beralih menatap Raja Axel dengan api amarah. Gadis itu benar-benar sudah dikuasi oleh dendam dan amarah yang bersarang pada hatinya.

Tanpa mengindahkan tatapan dari sang putri, Raja Axel mencabut pedang perak miliknya dari sarung. Hal itu membuat suara gesekan yang mengerikan.

Putri Madelyn semakin kalut saat melihat Raja Axel mulai mendekati sosok anak kecil tadi. Bahkan tangan pria itu telah terangkat, dengan pedang yang siap menebas kapan saja.

Saat Raja Axel bersiap mengayunkan pedang untuk menebas kepala anak kecil di depannya, teriakan histeris mengalihkan perhatiannya.

***
Terima kasih sudah membaca. Buat kalian yang tidak sabaran tidak perlu baca, karena cerita ini akan aku tulis lambat.


GUARDIAN: The Queen's DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang