12.The Vent (edit)

14.8K 913 251
                                    

******************

Hari di sekolah berlalu begitu aja. Tugas rumah juga ngak ketinggalan, banyak malah. MOS berjalan membosankan. Bagi anak-anak sih lucu berkeliaran di sekolah memakai sarung plus atribut MOS kemudian mencari tanda tangan senior.

Gue dengan Tiur cukup lama menunggu di depan gerbang sekolah, kami menunggu Sabai. Mau minta tolong tunjukkan di mana itu letak 'lapangan samudra'. Karena besok ada jam olah raga yang akan di laksanakan di lapangan itu. Berhubung Ceri satu-satunya orang yang punya potensi dimintai tolong lagi badmood parah, jadilah pilihan kami cuma pada Sabai.

"Nah itu dia bang" tunjuk Tiur ke Sabai yang lagi jalan berdua sama Marsyah ke arah gerbang tempat kami menunggu.

"Nungguin gue?" tanya Sabai setelah tiba di hadapan kami. Gue dengan Tiur mengangguk.

"Sabai, temani kamilah ke lapangan samudra" pinta Tiur langsung. "Kami takut nyasar lagi besok. Teman sekelas kami banyak kali alasannya minta tunjuki aja, enggak tau lagi mau minta tolong siapa"

"Gue males" jawab Sabai datar.

"Kok ngak minta temeni gue aja tadi?" Tanya Marsyah menyaut.

"Bukannya mau meting sama nyonya besar?" balas Sabai

"Oh iya, padahal kangen banget main" Guman Marsyah cemberut.

"Lagian bukannya gak mau minta tolong sama kau. Tapi itu, tuh" Tiur menunjuk Gita yang datang dengan dagu. Marsyah dan Sabai menoleh ngeliat Gita yang datang langsung merangkul pinggang Marsyah dengan satu tangan dari samping.

"Ngapain ngeliatin gue?" tanya dia jutek. Matanya yang kepengen gue colok itu ngeliat ke arah Sabai, nyadar Sabai juga ngeliat dia, dia ngalihin matanya dan kayak jaga sikap sembunyi di balik Marsyah. ih kayak orang naksir-naksiran gue liat haha

"Katanya kamu mau nemenin Robby main basket di samudra?"

"Iya sih." Dia meletak dagunya di bahu kiri Marsyah "Setelah mastikan kamu aman dari siluman ular putih" Bisik dia pelan kemudian mencium bahu Marsyah. "Udah ah, ayok aku antar masuk mobil. Obie kelamaan nunggu aku" Gita langsung mendorong Marsyah menjauh ke kami. Membuka dan menutup pintu mobil Marsyah. Setelah mobil itu melaju, Gita berbalik dan kembali masuk lagi ke sekolah melewati kami dengan tatapan datar, dagu terangkat dan mengibas rambut dengan gaya angkuh.

Uuuugggghh..!!! pengen gue sambit pake batu itu monyet satu, songong banget!!

"Ayok" ucap Sabai memecah tatapan geram gue dan Tiur ke si Gita yang centil. "Buruan selagi gue berubah pikiran" ucap Sabai sambil melangkah dengan kedua tangan berlipat di dada.

Gue dan Tiurpun akhirnya ketawa dan berlari kecil mengejar langkah Sabai. Kami jalan kami menelusuri trotoar di rumah-rumah mewah menjulang tinggi. Buset, gue kira di Jakarta aja ada rumah gedongan. Jalan Sabai pelan, entah kenapa ni orang suka banget melipat tangan di dada.

Saat berbelok di persimpangan tiga, samar-samar gue mendengar suara ombak. Gue berhenti melangkah, mengerjapkan mata perlahan. Gue seperti ngeliat laut biru yang terbentang luas. Beneran laut atau cuma fatamorgana gue?

"Itu laut?" tanya Tiur terdengar di telinga gue.

Waaaaaaaaa berarti beneran laut!!!

Bibir gue tersenyum lebar, mata gue pun juga terbuka lebar seakan ngak percaya gue benaran ngeliat laut biru!!!

"aaaaaaaaaaaaaaa" teriak gue dengan Tiur berbarengan . "LAUUUUUUTTTT HAHAHAHA"

Gue dengan Tiur berlari kencang mengejar laut sambil ketawa-ketawa seperti orang gila. "Hahaha lauuuuuuut!!!" Kami sudah enggak perdulikan Sabai yang tertinggal jauh, kami berlari super kencang dan saling senggol, saling menarik tas karena saling ggak mau kedeluan dan saling menjerit sampai ketawa ngakak. Haha bodo amat dah kayak orang kampung, seumur hidup gue belum pernah ngeliat laut dengan mata dan kepala gue sendiri. Bahkan engak pernah nginjak pasir pantai.

The Story of Us ( lesbian )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang