Curse ⚠︎

67 11 49
                                    

⚠︎ Warning! ⚠︎
Terdapat adegan yang mengandung unsur 17+
Silakan loncat ke bab selanjutnya jika belum cukup umur

***

"Hah! Dasar labil!" teriak Anca sembari keluar rumah. Disusul teriakan Lea dari dalam rumah yang memintanya untuk tidak pulang. Benar-benar totalitas.

Ia berjalan menjauh, sembari berusaha menahan beban tubuh. Hingga ketika sudah sedikit jauh, Anca berhenti. Lalu bersandar di dinding rumah seseorang. Netranya menatap ke sekeliling. Sepi, seakan-akan desa ini hanya ditinggali oleh mereka berdua saja. Yah, mungkin penduduk desa memulai ritual malamnya.

Sudah dimulai ya? batin Anca saat mendengar keributan di belakangnya. Ia pun menyimpan botol soju yang dibawahnya, lalu berlari ke arah Bukit Ydra secepat mungkin. Untunglah ia meminum sedikit, membuat efeknya hanya sebentar.

Tak membutuhkan waktu lama, pelaku keributan di belakang Anca sudah berada di sampingnya. Empat kaki kuda hitam itu ternyata bisa berlari lebih cepat dari dugaan Anca.

Tak ingin berlama-lama, Anca langsung meraih tali kekang kuda hitam itu. Lalu secepat kilat naik ke kuda tersebut. Meleset, ia malah terguling-guling di tanah dan terseret karena masih mencengkeram tali kekangnya.

Masih tetap dengan kenekatannya, Anca kembali bangkit. Ia kembali berlari mengimbangi kuda hitam itu. Lalu secepat kilat mencoba menaiki kuda itu. Berhasil, Anca bernapas lega dan mengayunkan tali kekang yang sejak tadi digenggamnya beberapa kali. Berusaha agar laju sang kuda lebih cepat.

Anca melirik ke belakang. Untunglah dia mencampur ramuan transparan tingkat menengah pada botol sojunya. Sehingga membuatnya tidak diketahui orang lain, termasuk ahli alekimia biasa. Maaf, Lea. Aku membohongimu, karena ... ini ujianku, bukan ujianmu. Aku juga tidak ingin bergantung padamu, aku ini ... bukan beban, batin Anca. Sedikit merasa bersalah memang, apalagi sudah membohongi Lea dengan diam-diam mencampur ramuan penidur dalam botol yang dipegang Lea.

--------

Semakin dekat dengan Bukit Ydra, Anca mulai memelankan laju kudanya. Sayup-sayup ia mulai mendengar suara seorang wanita dan pria. Dengan hati-hati ia menuruni kuda dan mengikat tali kekangnya di pohon. Anca bersyukur karena Biru meminta pada magic animal kuda hitam, membuatnya tidak terlihat karena malam.

Anca mulai berjalan kembali. Menyusuri area Bukit Ydra. Tak lupa membawa busur kesayangannya yang untung saja semua benda mati ikut transparan jika disentuh olehnya.

Semakin lama Anca menemukan sebuah bangunan mirip gubuk tak jauh dari tempatnya berdiri. Ada juga sepasang pria dan wanita yang tengah mengamati sesuatu. Anca kembali berjongkok, mengamati dari balik semak-semak.

"Hei, Gio! Bagaimana bisa kau dengan mudah membawa gadis ini ke sini? Padahal jelas-jelas aku merasakan kekuatan yang besar dari dalam dirinya," tanya sang wanita yang Anca tebak adalah Dena jika didengar dari suaranya.

Pria yang dipanggil Gio itu mengendikkan bahu. "Entah, tau-tau dia sudah tidur di kamarnya. Padahal salah satu botol yang sudah dia habiskan sendirian, hanya berisi ramuan yang membuat kekuatannya menurun."

Dena berdecak. "Sudahlah, sekarang cepat ambil darahnya sebelum diketahui si Anso. Bukankah darah keturunan kerajaan sangat berharga bagi pengikut kegelapan?" Dena berbalik dan tersenyum sinis. Pikirannya mulai membayangkan kekuatan yang sangat menakjubkan setelah mempersembahkan darah keturunan murni kerajaan.

"Iya, iya! Ambilkan belati dan mangkuk, sana!" perintah Gio yang mendapat decakan malas oleh Dena.

Perlahan, Anca akhirnya mulai bisa melihat seseorang yang entah tertidur atau pingsan di balik mereka. Seorang gadis bersurai biru dan mereka juga menyebut nama Anso. Tunggu, Lea! batin Anca dengan mata membulat.

The Next GuardianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang