2

1 0 0
                                    

Hidup terlalu semu untuk aku yang kelabu dan kamu yang terlalu berwarna membuat aku terganggu
-


Setelah kejadian tempo hari kehidupanku kembali berjalan normal aku berhasil melewati masa-masa paling menyedihkan itu, setelah menghabiskan 2 kotak tisu dan juga membuat satu keluargaku panik bahkan kedua saudaraku sampai ingin menghajar kak Kenan yang telah berani menyakiti adik kesayangan mereka.

Keluargaku paling takut aku menangis dan sedih, sehingga aku lebih suka menutupi kesedihanku karena tidak ingin mereka terluka karena aku. Dirawat dan dibesarkan dengan penuh kasih sayang oleh mereka saja rasanya sudah sangat bersyukur, mereka tidak pernah membuatku merasa sendiri dirumah bahkan melalukan segala hal yang terbaik untukku.

"Jangan bengong" Aku digeser sedikit kepinggir sofa memberikan ruang untuk tubuh besar kak Given ia nampak kelelahan dengan urusan skripsinya, belum lagi harus mengurus aku dan kak Ziel saat ayah dan ibu pergi berlibur.

"siapa yang bengong" elakku, toh aku hanya sedikit berpikir saja tapi kak Given malah dengan santainya menunjuk ke arahku

"oh ya Del temen kakak butuh guru les buat adiknya, kamu mau ngambil gak?  mumpung anak yang terakhir les sama kamu udah berhenti juga" Kak Given bertanya kepadaku wajahnya nampak serius, dia ini sudah seperti manejer pribadiku setiap murid yang ku ajari berhenti dia selalu datang membawakan murid yang lain, awalnya dia dan keluargaku sempat tidak setuju keputusanku untuk menjadi guru private karena dianggap berbahaya dan keluarga kami masih punya uang untuk memenuhi segala kebutuhanku. Tapi, aku terus memohon kepadanya agar diijinkan melakukan hal itu jadi aku bisa sedikit mandiri dan tidak terlalu bergantung kepada mereka, pada akhirnya kak Given pun luluh tapi dengan satu syarat orang yang menjadi muridku kelak harus kerabat dari kenalan kak Given dan akhirnya dengan bantuan kak Given aku juga berhasil mendapatkan ijin dari ayah dan ibu.

"boleh kak nanti aku sesuain sama jadwalku" kak Given tersenyum dengan lembut di genggamanya kedua tanganku.

"kamu jangan kerja terlalu keras dong, nikmatin juga masa muda mu kakak sama mama papa masih punya uang kok buat nafkahin kamu" nah mulai lagi, dia kembali memasuki mode ceramahnya setelah ini kak Given pasti akan memeluk ku.

"aduhh kak aku udah main yang cukup kok" aku cemberut menatap kesal ke arahnya dan dia hanya membalasnya dengan senyuman.

"Padahal dulu kamu masih sekecil ini" dia mengeluarkan ibu jari dan telunjuknya lalu membentuk setengah lingkaran lalu memeluk ku.

"adik kakak jangan cepat besar, main yang banyak dengan kakak. jangan jatuh hati dengan cowok brengsek lagi, Delora harus bahagia, kehidupan Delora bukan kutukan tapi anugerah" dia berbisik dengan hangat.

Ku tepuk pelan pundak kak Given lalu memberikan senyuman terbaik ku "Kalau gitu, Del minta uang ya mau beli kue" kak Given tertawa lalu mengeluarkan 2 lembar uang berwarna merah dari sakunya dan memberikannya kepadaku.

"Coba sambil di cek P3K kita apa-apa aja yang habis, pakai uang tadi Delora beli ya"

"siap kapten" aku pun berlalu pergi meninggalkannya, masuk ke kamar ku lalu berganti pakaian tidak lupa mengoles sedikit make up ke wajahku barulah setelahnya aku bersiap untuk pergi keluar setelah melihat kotak P3K yang ada dirumah, baik ibu dan ayah maupun kak Given sangat memperhatikan kelengkapan kotak itu. Dari kecil aku dan kakak ku Ziel sering sekali luka, entah terjatuh, bertengkar, ataupun karena kecerobohan sendiri yang kadang membuat yang lebih tua kewalahan, saat ingin keluar dari rumah aku berpapasan dengan kak Ziel yang sepertinya baru pulang dia menatapku dengan tatapan meledek.

"Mau kemana, tumben rapi" kak Ziel memasukan sepatunya ke rak, tampilannya berantakan sekali, kulitnya memerah sepertinya terkena sunburn bahkan di tangan dan kakinya nampak beberapa luka gores, dengan backpack besar dipunggungnya kak Ziel baru pulang dari pendakian gunung pertamanya, aku tau dia sangat kesakitan bahkan hampir setiap malam jika ada sinyal dia menelpon kak Given dan mengeluh tapi dia tidak pernah sedikitpun mengeluh dihadapanku, karena bagi kak Ziel didepanku dia adalah sosok yang kuat.

"biasa beli kue, widih makin gede aja nih otot" ku tepuk-tepuk lengannya dan ia meringis pelan entah apa yang terjadi pada lengannya selama pendakian, namun pada dasarnya kak Ziel ini lemah akan sanjungan dan sanjungan dari ku berhasil membuatnya besar kepala.

"ooh jelas, kakak siapa dulu? nanti kakak ajak kamu daki ya jangan nangis gara-gara takut" aduh sial, aku ingin tertawa mendengarnya padahal dia sendiri sepertinya sudah tidak ada keinginan lagi untuk mendaki dan yang kemarin benar-benar menjadi mimpi buruk baginya. Omongan kak Ziel hanya ku balas dengan tawa saja, akupun berlalu pergi meninggalkannya berjalan menuju toko kue favoritku.

"Selamat datang Delora" sapaan pemilik toko terdengar begitu aku melangkah ya kaki kedalam toko tersebut, karena sedari kecil aku sudah sering kesini jadi dia cukup mengenalku.

"halo pa Edi" jawabku membalas sapaan beliau,  barulah setelah itu melangkahkan kakiku ke area kue yang aku sukai lalu mengambil beberapa untuk dibungkus serta mengambil puding kesukaan ku untuk dimakan dijalan pulang nanti.

Setelah seluruh belanjaan ku ditotalkan dan dibayar, aku pergi dan berjalan pulang kembali kerumah tapi kali ini aku singgah sebentar ke Apotek untuk membeli vitamin juga obat untuk kak Ziel dan beberapa isi kotak P3K yang diminta kak Given. Sembari menunggu barang pesanan ku dicarikan aku mengamati kondisi sekitar. Saat itu entah takdir atau apa aku kembali bertemu dengan sosok Nandana, kuamati sosoknya yang sekarang ini nampak berantakan berbeda jauh dengan kesan rapi yang dia bangun disekolah, sekarang dia benar-benar terlihat menyedihkan seperti berandalan nakal yang sedang sakit gigi nampaknya dia sadar sedang kuamati ia malah mengedipkan sebelah matanya kepadaku "Oh boy, that good" pikirku jujur saja mataku rasanya kembali terberkati setelah melihat kedipan Nandana, meskipun disekelilingku banyak laki-laki tampan namun Nandana berbeda.

Sejak mata kami bersinggungan ia berjalan dengan santai ke arahku, untungnya barang yang ku pesan tadi sudah siap aku langsung membayarnya sebelum Nandana sampai ke arahku kemudian beranjak pergi,  toh sepertinya urusannya juga belum selesai ia berbalik arah kembali karena dipanggil oleh penjaga Apotek.


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 02 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Love PlanningTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang