Negeri Tulip

3 0 0
                                    

Pagi hari semua terlihat sibuk, Ana, Rosa, mama dan papa, semua menyiapkan barang untuk berangkat ke Belanda, aku membereskan barang-barangku, lalu di meja makan aku minta izin untuk pulang saja ke kotaku, aku tidak mau tinggal sendiri, dirumah ini, ana berdiri "tidak, kau akan ikut, kalau kau tidak ikut, aku jg akan bersamamu disini" papa melihat ana heran, bukankah pulang kebelanda merupakan kesenangan ia, kenapa ia memilih tinggal, mama membisikkan sesuatu kepada papa, lalu papa mengangguk dan tersenyum.

Setelah itu kami berangkat bersama, di jalan melihat Kevin sedang menuju sekolah, ia menghampiri kami, "kalian kemana? Apakah pindah?" aku menjawab "iya, kami akan ke Belanda" Kevin minta ikut, dan papa tentu sangat setuju, Kevin pun pulang lagi dan kembali membawa barangnya.

Dengan menggunakan pesawat kami terbang ke Belanda pagi itu, sesampainya di Belanda, keesokan harinya suasana sangat berbeda, terlihat tentara berbaris, sangat siaga, padahal masih pukul 4 pagi, kami menuju rumah papa di Belanda, dan tiba-tiba, suara ledakan terdengar sehingga memecahkan kaca dirumah itu, lalu sirine perang berbunyi, suaranya sangat menyeramkan, lampu mati.

Ketika serangan itu reda, papa rencananya akan memberangkatkan kami mengungsi ke rumah nenek, orang tua mama, namun teman papa menyuruh papa menerbangkan kami ke inggris, karena Belanda sudah hampir dikuasai Jerman, aku dan Kevin menolak berangkat, dengan alasan ingin melindungi papa dan menemani papa, tentu saja mama dan adikku tidak setuju, namun karena takut akan terjadi serangan lagi, akhirnya mama merelakan aku tinggal dengan janji, harus kembali ke Inggris ketika ini usai, aku hanya mengangguk.

Tentu saja aku dan Kevin tidak ada pengalaman perang, ketika mendengar suara suara bom itu bertubi-tubi terdengar, papa hanya tenang, dan mengajak kami keuangan senjata, aku langsung memilih sebuah senapan dengan teropong itu, lalu Kevin jg mengambil senjata itu, papa menyuruh kami untuk naik keatas menara, memerintahkan untuk mengawasi musuh dari atas sana, kami bersemangat saja, menuju ke atas menara, sesampainya disana, kami melihat tempat dijatuhi bom itu ternyata sangat jauh sekali, "sial, papa hanya mengerjai kita" umpatku, Kevin menjawabku "tenang kita sudah masuk di perang terbesar se umat manusia sekarang, aku merasakan Jerman akan menuju kemari" aku dan Kevin tertidur diatas menara itu, ketika terbangun aku kembali melihat teropongku alangkah terkejutnya aku dan Kevin melihat Tank berbaris dengan lambang swastika, aku bergumam "itu Jerman, dimana papa?" ketika hendak turun aku melihat barisan tentara papa mulai menembak kearah barisan tank itu, menghitung 1 2 3 4 5 dan seterusnya untuk orang yang kami tembak dari atas, karena banyak yang terjatuh, tentara Jerman mulai menembaki kami, kami pun terus bersembunyi berpindah lalu menembaki lagi, dan akhirnya sebuah pesawat menjatuhkan bom di konvoi tank tersebut, sehingga hampir semua terbakar, kami berserakan girang mengucapkan "Menaaaaangggg" tentu saja kami turun, melihat papa didalam, bergetar, lalu berkata "yakinlah, Jerman akan mengirim tentara lebih banyak lagi" kami pun terdiam mendengarkan radio bahwa di perbatasan kota Jerman sudah mengirim lebih dari 40.000 orang tentara lengkap dengan tank 300 unit, papa memutuskan untuk mundur membawa sisa pasukan ke arah kota Amsterdam, ikut bertahan disana, ketika menuju Amsterdam, kami senang akan mendapat pasukan tambahan disana.

Namun apa yg terjadi, sampai di Amsterdam, kami melihat barisan tank Jerman sudah masuk ke jantung kota Belanda, kami pun hanya terdiam, begitu disuruh turun dari mobil dan seseorang tentara Jerman berkata "pemerintah kalian sudah menyerah, kenapa kalian masih berperang?" papa di bawa masuk ke ruangan, aku dan Kevin duduk di bangku kecil, karena kami tidak berseragam, kami dibiarkan oleh tentara Jerman, menganggap kami sebagai warga sipil. Setelah mengetahui papa akan di tahan di penjara, papa memberikan surat kepadaku melalui tentara Jerman itu"ini surat dari majikanmu" tentara Jerman itu pergi lagi.

Papa menulis suratnya dengan bahasa indonesia, sehingga Jerman tidak tau isi surat itu surat itu berisi 3 perintah papa "nak, papa akan di tahan disini, kalian jangan takut, papa seorang jenderal, papa akan aman, kalian pergi ke alamat ini, street 23,nomor 34,apartment star, nomor kamar 60 temui seorang pria disana, katakan, kau anakku, minta perlindungan. Aku dan Kevin mencari alamat itu dengan meninggalkan papa disana.

Sampai di alamat itu, Pria itu adalah adik dari papa, ia memberikan kami uang, untuk pergi ke Belgia, dengan menaiki kendaraan umum, dengan membawa kartu jenderal kami akan cepat di layani, kami tidak menunggu lama, langsung menuju ke stasiun, benar saja, stasiun penuh orang yg akan mengungsi, ketika memperlihatkan kartu kami ke penjaga, penjaga langsung membawa kami ke gerbong paling mewah, untuk berangkat ke Belgia.

Meninggalkan Belanda, dengan kartu jenderal ke Belgia, 24 jam di jalan, aku dan Kevin sampai di Belgia, membaca surat papa yg kedua "ketika kau di Belgia, perlihatkan kartu itu, lalu katakan  kalian elit Sniper Belanda, mereka akan memberimu perlengkapan perang"

Benar saja, penjaga itu mengantarkan kami ke seorang kapten, kapten itu pun memberikan kami perlengkapan perang, seperti seragam, senjata dan lainnya, lalu masuk ke dalam barisan tentara kapten itu, dan sang kapten mempersilahkan kami menuju barak Sniper, disana akan bertemu dengan Sniper lainnya.

My WarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang