2016
Baskara terasa begitu terik siang ini. Padahal sudah pukul 14.30 WIB, tetapi panas yang begitu menyengat seolah berkata sekarang baru jam satu siang. Semakin tahun, cuaca memang semakin tidak menentu. Namun, perkasanya matahari tidak berhasil menghentikan tiga orang gadis yang saat ini sedang menyebrangi trotoar jalan.
Hanya bermodalkan kaos putih berlengan pendek dan celana jeans biru serta sepatu dan tak lupa ransel kecil yang tersampir dipundak, ketiga perempuan tangguh itu berhasil membuat benda langit yang membakar itu tak berdaya. Mereka cukup menarik perhatian pengguna jalan lainnya. Bukannya merasa malu, mereka hanya terkikik melihat reaksi-reaksi di sekitar mereka yang keheranan. Kok bisa kulit mereka menahan didihan matahari yang luar biasa ini?
"Akhirnya sampai juga!" seru Star, salah satu dari antara ketiga perempuan tadi.
Di sinilah mereka sekarang. Berdiri di depan sebuah gedung bercat putih yang menjulang, dan bertuliskan Gramedia.
"Semoga ada kabar baik, hari ini!" pekik April dengan semangatnya.
"Amin." Star dan Dina menjawab serempak.
Tanpa keraguan, mereka melangkah masuk ke gedung itu.
Gedung itu memiliki lima lantai. Lantai satu dan dua adalah toko buku, lantai tiga hingga lima adalah ruang penerbit. Jika lantai tiga adalah ruang yang dikhususkan untuk pengajuan naskah serta tempat naskah-naskah lainnya yang sedang mengantri untuk diseleksi, maka Star, April, dan Dina menaiki tangga hingga sampai di lantai empat. Tempat pemberitahuan apakah naskahmu diterima untuk terbit di sana atau tidak. Sementara lantai lima adalah ruang kerja untuk tim penerbit.
"Mbak, bagaimana perkembangan naskah kami?" tanya Dina begitu sampai di bagian resepsionis.
"Ah ... kalian yang mengajukan naskah sebulan yang lalu, kan?" tanya wanita ber-nametag Anisa itu.
"Betul," balas Star bersemangat. Diikuti Dina dan April yang mengangguk kompak.
Anisa, si pelayan bagian resepsionis itu beranjak dari tempatnya dan berkata, "Mari ikut saya ke ruangan editor."
Dengan senyuman yang mengembang sempurna, Star, Dina, dan April mengikuti langkah Anisa dengan semangat. Hingga mereka masuk ke sebuah ruangan berpendingin yang terlalu luas untuk dihuni satu orang pekerja saja. Tampak dari meja kerja yang hanya ada satu di sana.
"Izin, Pak. Saya membawa tiga orang perempuan yang ingin menanyakan perihal naskah fiksi yang mereka ajukan sebulan yang lalu," tutur Anisa setelah mengetuk pintu terlebih dahulu.
"Silahkan masuk," balas seorang pria dari dalam ruangan tersebut.
Tiga perempuan berpakaian itu pun masuk dan tersenyum kikuk. Di dalam sana sudah ada seorang pria berkemeja maroon yang menatap mereka datar.
"Silahkan duduk," perintah pria berbadan tegap itu dengan suara baritonnya.
Usai mereka bertiga duduk di sofa, pria itu kembali berujar, "Perkenalkan, nama saya Zaki. Salah satu editor senior di Gramedia ini." Singkat, padat, dan cukup jelas.
"Pengarang naskah fiksi berjudul Ambisi siapa, ya?" tanya Zaki tanpa basa-basi.
"Saya, Pak." Star menyahut dengan tangan kanannya yang terangkat sedikit.
Zaki tidak bersuara, ia hanya menyerahkan sebuah map biru pada Star.
Mendapatkan map seperti itu membuat jantung Star berdetak tak beraturan. Gadis berkulit sawo matang itu memutuskan untuk tidak membuka mapnya. Ia menunggu dua temannya mendapatkan map juga agar mereka bisa membukanya bersama.
KAMU SEDANG MEMBACA
KEHILANGAN || Sebuah Antologi Cerpen
Short StoryANTOLOGI CERPEN PURPLE CLASS, KOMUNITAS RUMPUN PENA SASTRA ____________ Perpisahan atau pun kehilangan bukanlah hal yang diinginkan oleh setiap orang, apalagi jika bersama orang terkasih. Namun, mau tidak mau setiap insan akan mengalaminya. Cepat at...