Chapter 16 (END)

363 36 23
                                    

Sejak kepindahan Jihoon ke London enam bulan yang lalu Woojin memutuskan untuk bekerja paruh waktu sebagai pelayan di salah satu cafe di dekat kampusnya. Tujuannya tentu saja untuk mengumpulkan uang agar bisa menyusul Jihoon ke London.

Sebenarnya ayah Woojin sudah menawarkan untuk membiayai kepergian Woojin ke London, namun Woojin menolaknya dengan alasan dia ingin berusaha dengan kemampuannya sendiri untuk pergi menyusul Jihoon.

Awalnya Woojin begitu bersemangat namun akhir-akhir ini dia mulai merasa lelah karena dia juga baru saja memulai semester baru.

Seperti saat ini Woojin berjalan gontai masuk ke dalam rumahnya. Dia terus berjalan lurus menuju ke arah kamarnya, mengabaikan sang ibu dan Daehwi yang beberapa kali memanggilnya dari arah dapur.

Woojin membuka kamarnya dan meletakkan tas ranselnya di sofa single yang ada di sudut kamarnya.

" Wah gue beneran kecapekan kayanya sampai bisa liat Jihoon di kamar gue. " gumam Woojin saat dalam benaknya melihat sosok Jihoon tengah duduk di atas tempat tidurnya dan memandang ke arahnya.

" Lo kenapa sih ngomong sendiri? " tanya bayangan Jihoon yang kini berjalan mendekat ke arah Woojin.

" Wah gue udah gila kayanya sampai gue bisa denger suara Jihoon dengan jelas gini. " ucap Woojin masih dengan memandang takjub sosok Jihoon yang dianggapnya sebuah bayangan halusinasinya semata itu.

Ctakk...

Sebuah sentilan keras mendarat di dahi Woojin.

" Aw sakit Hoon. " protes Woojin namun tak lama wajahnya berubah terkejut.

" Lhoo kok bayangan nyentil gue berasa sakit? " pekiknya kemudian.

" Bayangan pala lo pitak! Ini gue beneran!! " kesal Jihoon.

" Lhoo J-jihoon? " pekik Woojin terkejut sekali lagi.

" Telat. " kesal Jihoon lalu berbalik kembali duduk di kasur Woojin.

" Kok lo ada di sini? " tanya Woojin masih dengan kedua mata sipitnya yang membelalak terkejut itu.

" Bunda lo yang nyuruh gue nunggu di sini. " jawab Jihoon.

" Bukan itu. Maksud gue kok lo ada di Korea? Sejak kapan? Lo gak bilang apa-apa sama gue kemaren? Terus kapan lo dateng? Sama siapa? Sampai kapan? Giman---"

Pertanyaan bertubi Woojin terputus karena Jihoon lebih dulu meletakkan jarinya di depan bibir Woojin.

" Ssstt, lo berisik. " ucap Jihoon dalam jarak kurang dari 10 senti di depan wajah Woojin.

Kedua mata Woojin berkaca-kaca lalu dalam satu gerakan pria itu menarik sang sahabat ke dalam pelukannya.

" Hoon gue kangen sama lo. Kangen banget sampe mau mati rasanya. " ucap Woojin dengan kedua tangan memeluk erat tubuh Jihoon.

"Tapi gak mati beneran kan? " sahut Jihoon balik.

" Cih emang lo mau liat gue mati gara-gara kangen sama lo? " decih Woojin sambil membingkai kedua pipi Jihoon dengan tangannya.

" Nggak. Jangan mati, nanti gak ada yang ngerusuhin hidup gue lagi. " jawab Jihoon masih dengan kedua tangan melingkar di pinggang Woojin.

Woojin tersenyum lalu mengelus pelan pipi Jihoon. Memandangi wajah cantik di depannya itu dengan seksama.

Perlahan Woojin mendekatkan wajahnya ke wajah Jihoon, membuat si manis turut memejamkan mata.

Ceklek..

Dengan gerakan cepat mereka berdua saling menjauhkan diri.

" Oops.. kayanya Bunda ganggu nih. " ucap Ibu Woojin yang muncul dari balik pintu.

Beyond The Window (2Park)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang