1

51 7 3
                                    

Suara adzan Maghrib menggema di seluruh pondok pesantren An-nur

Menjadi santriah di pesantren An-Nur itu susah susah gampang, akan susah kalau kalian melanggar peraturan, dan akan gampang kalau kalian menjalani hari hari kalian tanpa membuat ulah sedikitpun

Karena sanksi yang akan diberi kalau kalian berani membuat ulah itu bukan main main

"Hasna, Ba'da Maghrib kamu di utus Gus Rahman menemui beliau di ndalem"

"Aku lagi gak buat ulah Yun"

"Aku juga ndak ngerti, selesai piket ndalem tadi aku diberi pesan begitu sama Gus Rahman"

"Maunya apa sih itu orang? Gak puas kali ya bikin aku malu?!"

"Pasti masalah setoran na"

"Udah selesai yunia, emang kelakuan tuh orang bikin orang darah tinggi terus! Pantes istrinya meninggal! Yakin aku kalau Ning Zahra gak kuat ngadepin sikap annoying dan sok boss nya itu!" Hasna memakai mukena yang sudah ia bawa sedari tadi

"Astaghfirullah Hasna! Istighfar kamu!" Hasna merutuki mulutnya yang tidak pernah bisa di rem kalau sedang dilanda emosi

"Ayo ke masjid! Telat nanti kita" Hasna menghela nafas lalu berjalan mengikuti sahabatnya, yunia

Setelah menyelesaikan sholat Maghrib Hasna segera meraih Khimar dan berjalan dengan tenang menuju ndalem

"Assalamualaikum" Hasna melirik pojok ruang tamu, di sana duduk dua orang laki-laki yang sangat Hasna kenali

"Waalaikumsalam warahmatullah, duduk" tidak ada hawa mencekam yang Hasna rasakan, jadi dengan tenang dan sedikit menundukkan tubuh Hasna duduk di ubin tepat di hadapan Kyai Ahmad, Ayah dari Gus Rahman

"Duduk di atas Shafira"

"Ten mriki mawon Gus"

(Di sini saja gus)

"Pindah Shafira" Hasna menghela nafasnya lalu duduk tepat di hadapan Gus Rahman

"Wonten nopo Gus njenengan nimbali kulo?"

"Abi mu kritis Shafira"

'Deg'

Hasna menatap lekat Gus Rahman yang menatap ke arah vas bunga di atas meja

"Gus Rahman mboten angsal ngoten, Abi kulo sehat wal afiyat Gus"

(Gus Rahman jangan begitu, abi saya sehat wal afiyat)

"Sore tadi saya dapat telfon dari Hasan, maaf tidak memberi tahu kamu langsung, saya tidak melihat kamu seharian ini" Hasna sudah meneteskan air matanya

"Tapi Abi sehat Gus, Abi *mboten gadah riwayat penyakit apapun"

(*Tidak punya)

"Yai Ali jatuh dari tangga saat mau benarkan ranting anggur di halaman belakang" Hasna diam, kali ini dia membenarkan ucapan Gus Rahman, karena abi nya sangat menyayangi tanaman anggur di belakang rumah yang tumbuh tinggi dan lebat

"Saya harap kamu tenang, banyak berdoa untuk kondisi beliau, saya antar kamu pulang setelah sholat isya"

"Sak niki mawon Gus, kulo siap siap"

"Tenang Shafira, setelah sholat isya saya antar kamu bertemu yai Ali"

Hasna menangis dalam diam, tangannya meremas kuat ujung khimarnya untuk menahan suara tangisnya

Langkah kakinya berjalan menuju pondok Putri, rasa khawatir dan rasa takut menyelimuti diri Hasna begitu saja
.
.
.
.

Tangan yang semula hangat berubah menjadi dingin, genggaman hasna perkuat, Hasna takut hal buruk terjadi pada Abi nya

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 29, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Assalamualaikum, GusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang