The Ghots

14 1 0
                                    

CTARRR!

“Ah............” Seorang gadis berteriak, dia terkejut dengan apa yang dilihatnya. Gadis tersebut sangat terkejut melihat Mei yang ingin menusuknya tadi. Bukan hanya gadis itu yang terkejut, tetapi Mei juga terkejut dengan apa yang dilihatnya. Kini dihadapannya terlihat seorang gadis dengan seluruh tubuhnya yang basah kuyup karena air hujan. Ternyata orang yang ingin di bunuh oleh Mei tadi adalah Zara.

TENG! TENG! TENG!

Jam dinding yang terbuat dari kayu gaharu di rumah utama Zara berbunyi. Jam tersebut menunjukkan pukul 00:00 . Mereka berdua masih berdiri terdiam di tempat masing-masing, keduanya sama-sama syok atas apa yang terjadi tadi. Zara merasakan dinginnya angin hujan yang semakin kencang masuk ke dalam tubuhnya. Dia berusaha menenangkan dirinya sedari tadi. Kini Zara harus bertanya kepada Mei tentang kenapa dia memegang sebuah pisau dan ingin menusuk Zara.

“Maaf... Maaf... Maafkan Aku...” Mei seketika terduduk dan menjatuhkan pisaunya. Zara hanya menatap Mei dengan pandangan keheranan, dia kini benar-benar butuh penjelasan dari Mei. Tapi dia tahu, bahwa sekarang Mei sepertinya lebih butuh menenangkan dirinya. Zara menutup pintu rumah dan pergi beranjak membawa pisau yang terjatuh tadi ke dapur, dari dapur Zara keluar membawakan Mei segelas air putih.

“Minumlah dulu dan tenangkan dirimu” Zara membawa Mei duduk di sofa ruang tamu. Terlihat sedari tadi keringat di dahi Mei tidak henti-hentinya keluar dan dia juga menangis. Zara duduk disebelah Mei dan mengelus punggungnya, dia kini berusaha menenangkan pikiran sahabatnya itu. Pikiran Zara masih bertanya-tanya atas apa yang terjadi barusan. Akhirnya Mei membuka suara.

“Tadi Aku haus dan lapar, minum di kamarku juga habis. Jadi Aku pergi ke dapur sendirian... Ketika Aku di dapur, Aku mendengar suara benda jatuh dan melihat bayangan orang di jendela...” Mei menunjuk jendela tempat dimana tadi dia melihat seseorang disana.

“Terus Aku takut dan mulai berfikir apakah itu maling? Atau mungkin saja itu hantu. Tapi Aku tidak bisa melihat dengan jelas. ketika Aku menghidupkan saklar lampu, Aku tidak melihat seseorang. Jadi Aku kembali lagi ke dapur, sesaat setelah itu ada orang mengetuk pintu... Aku benar-benar takut jadi Aku membawa pisau. Aku tidak tahu kalau itu adalah Kamu... Maafkan Aku... Aku benar-benar tidak tahu kalau itu Kamu...” Mei menjelaskannya panjang-lebar dengan tangis yang terisak-isak, kini Zara paham dengan apa yang terjadi tadi.

“Aku mengerti atas apa yang terjadi... Kamu tidak bersalah, wajar saja Kamu takut. Lagi pula kenapa kamu keluar sendirian? Kenapa tidak membangukan Reva? Kan kamar kalian bersebelahan” Kata Zara masih sambil mengelus pundak Mei.

‘Benar juga, kenapa Aku tidak membangunkan Reva ya?’ Mei seketika sadar, seharusnya dia minta ditemani oleh Reva ke dapur. Ataupun kalau Reva tidak bangun, dia bisa pergi ke lantai 2 dan membangunkan Grissya.

“Aku tidak ingat akan hal itu... Aku benar-benar haus dan lapar. Jadi Aku lansung bergegas ke dapur dan membuat salad serta memanaskan sup” Mei sudah mulai tenang. Zara beranjak dari kasur Mei dan pergi ke dapur. Dia membawakan Mei sup yang tadi sudah dipanaskan, salad, dan membawakan ceret yang berisi air putih. Mei mulai menyantap sup tadi, tanpa dia baru sadar sedari tadi baju Zara masih basah.

“Zara... kenapa kamu balik ke rumah? Dan apakah tenda kemah kamu basa?” Mei menghentikan kegiatan memakan salad dan supnya.

“Angin malam yang berhembus sangat dingin, jadi Aku memutuskan untuk mengambil selimut yang tebal dan sweater ke dalam rumah. Tapi Aku baru ingat, bahwa Aku lupa membawa kunci rumah dan juga ponsel. Lalu Aku meninggalkan tenda kemahku dan pergi kesini, lalu mengetuk pintu karena bel di rumah sedang rusak. Aku pikir kalian tidak dengar karena hujan yang sangat deras, Aku tetap menunggu di teras. Setelah pintu terbuka, Aku tidak melihat siapa orang yang membukakan pintu, jadi Aku berbalik melihat kearah pintu dan ternyata Kamu sudah memegang pisau” Zara menjelaskan alasan kenapa dia kembali ke rumah.

“Maafkan Aku ya...” Mei menyesal atas perbuatannya tadi yang terhitung gegabah.

“Tidak masalah, lagi pula Aku juga salah. Seharusnya Aku berteriak memanggil nama kalian berempat, tetapi Aku mengetuk pintu dan membuatmu takut. Kalau Aku jadi Kamu, mungkin Aku akan melakukan hal yang sama” Zara tersenyum hangat kepada Mei.

“Ya sudah, Aku balik ke kamarku ya. Aku mau ganti baju dulu, lalu Aku akan kembali kesini lagi dan kita akan tidur bersama” Zara beranjak dari kasur yang berukurang king size itu, namun dengan cepat tangannya ditahan oleh Mei. Zara berbalik menatap Mei.

“Itu... Tolong jangan bilang dengan teman yang lain ya, tentang kejadian malam ini. Aku takut mereka akan cemas dan khawatir” Mata Mei memelas kepada Zara. Kini dia tidak mau memberitahukan kejadian malam ini kepada temannya yang lain. Dia takut nanti teman-temannya akan cemas dan acara menginap di rumah zara akan berakhir dengan cepat.

“Baiklah... Aku tidak akan mengatakannya kepada siapapun” Zara tersenyum lembut menatap Mei. Zara benar-benar merasa bersalah atas apa yang dialami Mei tadi, seharusnya dia bisa membuat temannya merasa aman dan nyaman ketika berada di rumahnya.

Di tempat lain...

“Lain kali Aku harus lebih berhati-hati. Agar tidak ada yang curiga diantara mereka” Ucap seorang perempuan, dia duduk di kursi sembari meminum kopi hangat. Terdengar suara petir yang bergemuruh dari luar, perempuan itu berjalan menuju jendela paviliun, lalu dia membuka gorden, dan melihat derasnya hujan dari dalam.

“Rencana pertama berhasil, ini baru awal. Aku harus berhasil untuk selanjutnya. Dan kini Aku sudah mendapatkan yang terpenting” Perempuan itu  tersenyum tipis ke arah luar jendela, ditangannya dia menggenggam sesuatu. Dia menutup gorden paviliun, lalu melangkahkan kakinya menuju tempat tidur dan berbaring diatasnya.

Ghots From The Past : Hell(o) ZaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang