Akhirnya

25 2 0
                                    

Langit sore di atasku seperti terasa tersenyum melihatku berjalan denganya saat ini. Kutatap jalanan di depanku, sesekali melirik ketangannya yang selalu ingin ku genggam itu. Juga.

Melirik wajahnya yang tersilaukan sinar matahari. Aku ingin tahu apa yang dia pikirkan, setidaknya untuk saat ini.

Aku akan tenang bila aku tahu dia juga merasakan kegugupan yang aku rasakan. Keingintahuan ku semakin kuat setelah pandangan kami bertemu dan dia tersenyum manis padaku. Apakah menurutnya menyenangkan berjalan bersamaku?

Kecewa karena pertanyaanku tidak mungkin terjawab, tersenyum aku memandang matahari terbenam yang terlihat di ujung mataku.

Tamat.

Tunggu-tunggu! Ini belum selesai!

Setelah insiden pegang pundak di sekolah tadi. Saat ini aku, Hanabi. Sedang berjalan pulang bersama orang yang aku sukai, kak Naruto. Dan aku gugup, sangat gugup! bila kau tanya aku.

"Hanabi, apa kamu tidak nyaman pulang bersamaku?"

"T-Tidak!"

Aku tersentak oleh pertanyaanya. Aku dari tadi melamun kak Naruto! Jangan mengagetkanku tolong!

Hah... Jalan bersama dengan orang yang di sukai memanya selebay ini ya rasanya? Ku tarik kata-kataku untuk film-film romantis yang pernah aku tonton.

Eh? Tunggu, sepertinya ada yang salah. Hm.

Oh iya!

"M-Maksudku! Aku tidak keberatan kak bila pulang dengamu."

"O-Oh.. "

Apa? Apa? Kenapa jadi canggung? Ayolah kak. Bahas suatu topik biar situasi ini tidak mencekam! (Menurut Hanabi ini situasi mencekam)

"O-oh iya kak Naruto. Kakak pulang naik bis atau jalan kaki kak?"

"A-ah. Aku seringnya berjalan kaki. Hanabi kamu naik bis?"

Akhirnya pembicaraan cinta datang! (Dasar lebay si Hanabi)

"I-iya kak."

"O-oh."

(Hening)

Terjadi lagi! Dasar kak Naruto! Bisa-bisanya dia membiarkan situasi kembali jadi canggung. Aaa! Aku tidak tahan lagi! Apa aku lari saja ya? Tapi itukan sangat memalukan!

"Hanabi."

Secara reflek aku berhenti mengikuti kak Naruto. Itu juga membuat kami reflek menghadap satu sama lain. Aku menatap matanya sesaat dan tersadar selanjutnya, menunduk karena malu.

Dasar orang yang ku suka! Menyebalkan!

"Iya kak. Ada apa."

Entah kenapa suaraku jadi rendah, tidak tahu dia mendengarnya atau tidak. Kuharap dia tidak sadar karena aku menunduk saat ini menyembunyikan wajahku yang kurasa memerah karena situasi cinta ini(lebay lagi dah)

"Aku menyukaimu Hanabi. Dari dulu aku menyukaimu, jadi. Maukah kamu jadi pacarku?"

Hah? Apa? Dia menyukaiku?

"... "

"Hanabi kenapa kamu menangis?"

Menangis?

Kusentuh pipiku ternyata benar ada airmata di sana. Pandanganku pun bericak seolah ada gumpalan air yang menghalangi pandanganku.

Untuk sekarang aku tersadar karena itu. Aku tidak bisa bohong, perasaan senang ini membuatku menangis.

"Aku juga menyukaimu kak. Hiks.. Kenapa baru sekarang. Hiks.."

Terdengar egois aku mengucapkannya. Tapi bersamaan dengan perasaan senang, ada rasa tidak tahan yang juga keluar. Setelah penantian momen ini akhirmya datang, kenapa tidak dari dulu dia mengatakannya? Kenapa dunia penuh dengan drama lebay?! Hiks... (Note: Hanabi juga lebay)

"Maafkan aku Hanabi. Aku memang pengecut."

Tidak-tidak! Jangan rusak momentnya kak!

"Tidak apa. Jadi, aku mau pacaran denganmu. Kak Naruto."

Aku menatap matanya dengan senyum yang tidak bisa kutahan ini. Dia juga tersenyum menatapku.

Aku juga berharap yang dia katakan selanjutnya bukan "Tapi boong" ala orang negara kepulauan.

"Baiklah kita resmi ya Hanabi?"

Ternyata ini bukan mimpi, aku senang.

--

Kupikir Hanya Kertas BiasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang