"Ma-makasih ya, aku nggak tahu kalau nggak ada kamu aku bakal kayak gimana." Jenna mendongak, menatap Rean dalam. Berterimakasih karena berkat pertolongan cowok itu, pembullyan yang dilakukan Disya serta teman-teman nya berakhir tadi.
Rean tersenyum. "Sama-sama. Besok, kalau cewek gue ngelakuin hal kayak tadi lagi, bilang aja. Gue bakal nolong lo kok."
Jenna menghangat, dia menunduk dan sedikit terharu dengan ucapan teman seangkatan nya itu.
"Yaudah, lo balik naik apa?" Tanya Rean.
Jenna diam, terlihat berpikir. "Aku biasa pulang naik bus. Papa sibuk banget." Jawab nya sesekali menepuk-nepuk rok nya yang masih basah sedikit.
Rean mengangguk.
"Kalo gitu, balik bareng gue mau?" Tawar Rean membuat Jenna menghentikan kegiatan membersihkan rok nya.
"Ta- tapi nanti Disya marah lagi sama ak-"
"Lo takut? Tenang, ada gue. Lagian, ini sebagai ucapan maaf atas nama cewek gue yang udah bikin lo kayak gini. Mau ya?" Tawar Rean lagi-lagi. Jenna bisa apa? Ditawari tumpangan gratis, dia hanya mengangguk mengiyakan sebelum berjalan meninggalkan area taman belakang sekolah.
Hingga tanpa mereka sadari, di balik dinding bermotif kotak-kotak itu terdapat Disya yang menahan tangis seraya mengumpati kedua orang itu.
"Ini udah lebih dari tiga kali. Kamu acuhin aku semenjak cewek nggak tahu diri itu hadir. Hebat Rean." Disya tertawa kecil walau air matanya masih terus mengalir melewati pipi mulus nya.
Lagi-lagi dirinya menangis, dihantam kenyataan bahwa semua orang yang hadir dikehidupan nya itu belum tentu selalu ada dan berpihak padanya. Sekalipun memiliki status.
Disya menunduk, kedua sahabat nya, Jihan dan Lisa sudah pulang duluan. Kata nya, orang tua masing-masing dari mereka sudah menunggu di rumah. Berbeda dengan Disya, bahkan Disya tidak pulang sekalipun dia yakin pasti tidak akan ada yang peduli padanya.
"Disya mau ikut Papa." Disya merenung, bibirnya bergetar. Hingga tiba-tiba ada yang menepuk bahu nya, membuat dia buru-buru menghapus sisa buliran air mata di pipi nya.
"Tapi tuhan belum ngijinin lo buat ikut Papa lo."
Disya menoleh dan mendapati Rendy yang sudah duduk manis di samping nya.
Rendy tersenyum saat melihat perubahan raut wajah Disya. Seperti biasa, dingin dan aura jahat nya terlihat.
"Copot topeng lo. Gue tahu lo nggak sejahat itu kok, lo itu sebenarnya cewek lembut." Ujar Rendy tersenyum santai.
Disya mendelik dengan bola mata yang masih memerah akibat menangis tadi.
"Apaan si lo. Tau apa lo tentang gue?!" Sentak Disya.
"Disya Disya. Lo tuh ya, kenapa sih nggak berubah aja. Lo tuh sebenarnya baik, lo bukan cewek pembully. Lo juga pinter, kalau lo berusaha. Gue yakin itu."
Disya tersinggung. Dia pun menatap nyalang cowok disamping nya. "Maksud lo apa sih?" Tanya nya.
Bukannya menjawab, Rendy malah tertawa renyah yang lagi-lagi semakin membuat Disya heran.
"Gue yakin banget lo bisa. Cuma, situasi kehidupan lo yang sekarang nggak baik. Makanya sikap dan kelakuan lo disekolah kayak gini, iya kan?" Rendy menaik-turunkan kedua alisnya dengan wajah tengil membuat Disya geram.
Cewek itu mengambil kerikil kecil yang kebetulan ada di kaki nya, kemudian melempar nya tepat ke wajah tengil Rendy.
"Lo bukan cenayang, nggak usah sok tahu!" Ucap nya kemudian berlalu meninggalkan cowok berpenampilan tengil itu.
.
.
.
.
Cklek!
Disya masuk kedalam rumah nya, dan lagi-lagi pemandangan yang ia lihat adalah, Bunda nya dan laptop. Iya, Bunda memang seperti itu, selalu gila kerja.
"Disya, kamu udah pulang nak? Sini sayang, Bunda punya sesuatu buat kamu." Dena, sang Bunda memberi aba-aba agar Disya berjalan kearah nya.
Dengan terpaksa, Disya berjalan kearah sang Bunda dengan tampang lesuh sehabis pulang sekolah.
Dena mengeluarkan kotak kado bersampul ungu kemudian menyodorkan nya pada anak semata wayang nya itu.
"Aku lagi nggak ulang tahun Bun." Ujar Disya acuh, tapi tangan nya tetap menerima kotak itu.
Dena hanya tersenyum. "Ya nggak papa, ini sebagai gift karena," Dena menjeda ucapan nya sebelum kemarin nafas dalam-dalam.
"Karena.. Bunda baru aja naik jabatan nak. Bunda dapet kepercayaan, dan alhamdulillah nya Bunda diangkat sekaligus buat jadi manager di kantor Bunda."
Disya menganga, kemudian ikut tersenyum kecil saat melihat sang Bunda begitu riang mengajak nya berputar tubuh seperti dansa.
"Tapi Bun, kalau udah jadi manager bakal lebih sibuk dari biasa nya dong?" Tanya Disya.
Seketika, Dena terdiam. Menatap sendu sang anak.
"Iya, maaf ya. Bunda jarang punya waktu buat kamu." Dena mengusap surai panjang Disya namun buru-buru ditepis oleh anak itu. Tanpa berkata, Disya kembali berjalan menaiki tangga, menuju kamar nya.
"Maafin Bunda, Disya. Bunda kayak gini juga demi kamu, demi kebahagiaan kamu nanti." Dena menangis, air matanya lolos begitu saja melewati pipi.
.
.
.
TBC.
Son Yun Hyeong (Yoyo iKON)
as
Rendy Fatranda.lanjut?
KAMU SEDANG MEMBACA
HEART
Teen FictionAdisya Kimberly Putri. Gadis dengan paras menawan, terkenal dengan kecantikan nya yang tiada tanding. Menjadi kekasih dari Adrean Putra Pratama adalah impian semua kaum hawa di sekolah nya. Ya, memang impian nya sekali. Menjalin hubungan yang serin...