2. Daily Halu

53 11 2
                                    

• ° . • • ° • . ⋆⋆⋆ . • ° • • . ° •

The Story
• First Love Never Die •

⋆——————🐻——————⋆

September 2017

Tiga hari sudah bulan ke-sembilan terlewati. Seperti hari-hari biasa, tak ada yang menjadi hari spesial bagi Davin dalam menjalani hidup tenangnya, selain tahun baru Islam 1439 H, membuatnya bersenang hati menyantap olahan daging buatan bunda dan kak Riana. Agaknya ia dapat bersenang hati di awal memakan daging yang sangat jarang ia makan, hingga lama kelamaan daging mulai terasa tak menyenangkan untuk masuk ke dalam perut.

Di malam ketiga takbiran, setelah selesai menunaikan solat Isya, Davin mendapati Rendra yang tengah menikmati sepiring daging panggang di teras rumahnya. Duduk santai menikmati karya kak Riana yang tak pernah gagal—setelah ia belajar memasak selama satu tahun.

Davin izin masuk ke dalam mengganti sarung dengan celana pendeknya, menemani Rendra yang bersemangat mengunyah daging lembut buatan kak Riana. Menikmati makanan mahal yang gratis dan hanya bisa didapatkan di hari Idul Adha ini.

"Menurut lo, Farel udah jalan jemput Veno, belum?"

Pada bintang yang bertebaran di langit malam, Davin bertanya pada Rendra. Tanpa saling menoleh, tanpa saling bertatap—Rendra berdeham setelah menenguk air hangat yang Davin siapkan untuknya. Lantas kepalanya menggeleng, alih-alih mengedikkan bahu.

"Sengaretnya gue kalau disuruh ke gereja pagi-pagi, lebih ngaret Farel yang diminta jemputin orang." Davin seketika menoleh ke arah Rendra yang kini tengah membereskan piring bekas makannya, terkekeh singkat mendengar julitan Rendra yang memang benar adanya.

Karena sahabatnya yang bernama Farel Pradipta itu lebih menyukai gagasan dijemput daripada menjemput.

"MIDNIGHT! GERBANG BUKAIN!"

Baru saja mereka membahas tentang Farel, laki-laki itu sudah menghentikan motornya di depan gerbang rumah Davin, berteriak tanpa kenal jika ini sudah malam hari.

Sedangkan Veno yang menumpang hanya duduk sembari bermain handphone di belakang, tanpa ada niatan untuk membuka gerbang.

Di teras, Davin menggeram kesal karena harus berjalan menuju gerbang depan.

"Lo bisa aja maju depan buka tanpa harus turun motor, Rel! Itu juga Veno kenapa gak lo teriakin untuk nolong? Harus banget gue gitu, dan kenapa juga gue mau-mau aja?!" Davin bersuara dengan nada tak bersahabat, namun tetap membukakan gerbang yang hanya sebatas dada-nya.

Setelahnya Farel menjalankan motor dan memarkirkan motor matic kesayangannya tepat disebelah mobil ayah Adi—dimana motor Rendra juga ikut terparkir disana.

Tanpa aba-aba Veno meloncat dari duduknya hingga membuat Farel serta motornya oleng ke kiri—berakibatkan menyenggol motor mahal Rendra.

"Gusti, VENOOO!"

"Apa?"

Davin yang pusing akhirnya menghela nafas sembari berlalu mendekati Rendra, hendak mengadu tentang motor hitamnya.

"Itu kenapa?" Rendra bertanya.

Davin duduk di tempatnya semula, "si Farel oleng gegara Veno," Rendra mengangguk sesaat Davin berdiam. "...motor lo ke gores, btw."

Rendra melotot dan ikut-ikut meloncat dari duduknya. Bergegas menghampiri kedua sahabatnya yang masih beradu dengan karakter masing-masing. Mengecek keadaan body Honda Sonic 150R Black nya, hampir mengeluarkan amarahnya mendapati ada goresan kecil jika saja kak Riana tidak datang menghampiri.

The Story : First Love Never DieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang