Pertanyaan pertama Jeongguk pada Kim Taehyung adalah: "Apa benar kau membunuh nelayan itu?"
Dan reaksi sang siren sungguh di luar dugaan.
"Dia yang hendak memotong kepalaku lebih dulu!" pekiknya marah; pisau dapurnya melayang lalu menancap ke dinding kayu. Serpihan wortel sisa potong cincang tercecer. "Dia bilang dia butuh uang, dan kalau dia berhasil membawa pulang kepalaku, walikotanya akan memberinya banyak uang. Karena siren lain telah memakan habis anak perempuan satu-satunya."
"Jadi Bulbo hanya termakan isu."
"Ya, benar." Taehyung meninggalkan kursinya, menuju pisau yang semula dia lempar gara-gara marah.
Di luar, matahari mulai tergelincir. Sinar oranye membias lewat jendela-jendela berdebu.
Taehyung dilarang membersihkan area itu, hingga sekarang debunya seolah permanen menempel pada kaca. Alasan Bulbo adalah agar tidak ada orang lain mengintip. Untuk seorang penculik, ternyata pria itu cukup posesif. Jeongguk merasakan urat dahinya berkedut.
Bar akan dibuka dalam dua setengah jam. Dan sejam lagi, seluruh karyawan Bulbo akan tiba—termasuk Katrina si fae. Di waktu-waktu inilah, Taehyung akan mempersiapkan diri. Ah. Dan dia butuh makan.
"Kau vegetarian."
Taehyung menggeleng. "Tidak juga. Aku pernah mencicipi daging seorang pelaut. Walaupun tidak enak. Aku lebih suka udang atau kepiting."
Jeongguk lalu mendengus. "Kukira siren adalah pembunuh handal dari lautan?"
"Iya, beberapa dari kami. Aku hanya malas berhubungan dengan manusia, itu saja." Memasukkan potongan-potongan wortel itu ke mulutnya, Taehyung mulai mengunyah. Tak lupa menawarkan beberapa untuk tamunya, namun ditolak dengan halus. "Oh, ya. Kau pasti lebih suka makan di bar. Cobalah daging ham. Orang dapur memasaknya dengan baik."
Jeongguk lantas membuat catatan.
"Aku sudah menjawab pertanyaan demi pertanyaan darimu sore ini." Taehyung berkata lagi, sembari meletakkan garpu di meja. Potongan wortelnya ludes. Serta gelas yang sudah kosong. "Kapan aku bebas?"
"Bayaranku tak cukup hanya dengan menjawab pertanyaan, Cantik." Sang demon mendenguskan tawa. Dia duduk melipat lengan. Tak hanya sekali matanya menangkap pandangan intens Taehyung padanya.
"Lantas?"
Memutuskan untuk mengujinya lebih jauh, Jeongguk mencondongkan tubuh.
Mereka berdua duduk berseberangan dengan meja makan kayu membatasi. Tak terlalu lebar. Jika Jeongguk meraih ke depan, dengan mudah dia bisa menjangkau si empunya ruangan.
Kala hazel itu kembali terpancang padanya, Jeongguk melipat lengan; lagi, kali ini di permukaan meja. Kaus hitam lengan panjang gagal menutupi lekukan otot lengan. Sesuatu dalam pandangan Taehyung mendamba.
"Well, katakanlah … aku butuh lebih banyak." Kata-kata itu diucapkan dalam bisikan. Seringai mengembang kala sang siren kesulitan menelan.
—
Mungkin sudah kesebelas kalinya malam ini, Katrina melempar pandangan penuh selidik pada Jeongguk kapan pun fae itu mendapat kesempatan.
Sang demon telah berada di sini bahkan sebelum bar mulai beroperasi. Dia duduk di hadapan Taehyung yang makan dengan lahap, membantu siren itu memilih baju, bahkan mengantarkannya ke luar. Oh, ya, serta menempati kursi bar dengan pemandangan paling strategis. Katrina butuh penjelasan, Jeongguk tahu. Cepat atau lambat, si fae penuh keingintahuan itu akan menagihnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Love is a Bitch • KOOKV
FanfictionTaehyung dipekerjakan di sebuah kelab malam karena nyanyiannya mampu menarik pengunjung, menyihir mereka seolah ikut merasakan kemuraman yang sama. Jeon Jeongguk hanya mampir untuk minum, dan mungkin sepiring makan malam. ••• - siren!taehyung, demo...