Prolog

282 64 28
                                    

"Kahindra~"

Suara itu menggema disetiap dinding-dinding gedung tak terpakai tersebut. Seperti pemangsa yang tengah menggoda mangsanya sendiri agar terus berlari tanpa berhenti.

Gadis itu—Kahindra berlari ketakutan dengan wajah dipenuhi oleh airmata. Menaiki tangga-tangga beton yang terlihat begitu kotor dan pecek. Tapi ia tak perduli, karena saat ini ia harus segera kabur.

Suara pemukul besi yang sengaja di gesek di dinding gedung itu menambah kesan menyeramkan saat ini. Jantungnya berdetak dua kali lebih cepat ketika mendengarnya.

Ia takut.

Tapi ia terjebak ditempat ini.

Langkahnya berhenti saat sudah tak mendapati lagi jalan keluar kecuali sebuah jendela yang menganga lebar dengan hembusan angin malam yang cukup kencang. Ia berada dilantai 3 saat ini dan tak bisa lari kemanapun lagi.

"Nah, terjebak kan lo. Menyerah aja lah. Siniin ponsel lo."

Kahindra berbalik panik dan semakin menggenggam ponselnya kuat, ia menggeleng tanda menolak.

"Gak!"

Salah satu dari mereka berdecak,"Keras kepala banget, sih! Serahin aja ponselnya! Lagian lo udah gak bisa kabur lagi!"

"Gak! Pokoknya gak! Kenapa kalian lakuin ini sama gue?! Kenapa?! Hiks!" Kahindra menangis ketakutan.

"Bacot lo anjing!" kesal salah satu cewek di tempat itu, ia mendekat dengan cepat dan berusaha merebut ponsel Kahindra namun itu tak mudah. Kahindra benar-benar menggenggam benda itu erat.

"Lepasin! Lepasin gue bilang, Kahindra!"

"Gak mau! Hiks! Gakk!"

Aksi saling rebut-rebutan itu terjadi dengan cepat, cewek lainnya yang berada disana memutuskan untuk membantu temannya merebut ponsel Kahindra. Sementara sisa dari mereka hanya diam dan melihat.

"Jangan hanya diam, bego! Bantuin gue!" pekik cewek itu kepada teman-teman cowoknya yang lain. Membuat mereka langsung ikut membantu.

Namun, sayangnya salah satu dari mereka malah mendorong tubuh Kahindra cukup kuat hingga gadis itu terjatuh kebelakang dari jendela gedung lantai tiga dan menghantam tanah kosong di bawah. Darah mengucur dari kepala gadis itu begitupun dari hidung dan mulutnya. Tak lama hujan turun dengan deras dan mengguyur sekitar tanpa terlewat sama sekali. Seolah langitpun tengah mengasihani nasibnya yang malang.

Kahindra hanya diam dengan helaan nafas memelan. Pandangannya mengabur menatap mereka yang sepertinya panik atas kejadian ini dan pergi begitu saja meninggalkan dia.

Apa dia akan berakhir seperti ini?

Ia bahkan belum sempat meminta maaf kepada kakaknya—Kajeendra.

Kajeendra..

Kajeendra..

"Kajeendra, jangan benci gue. Maafin gue."
.

.

.

New York, 17 juni 2021

"KAJEENDRAA!"

Teriakan membahana itu menggema keseluruh penjuru rumah mewah itu namun tak ada balasan yang pasti. Seolah tak ada siapapun ditempat ini.

Pria berusia sekitar 30 tahun itu berdecak jengkel mendapati ruang tamu sudah seperti kapal pecah karena bekas pesta semalaman suntuk. Kelakuan gadis 16 tahun memang selalu membuatnya sakit kepala. Ia merupakan kakak sepupu gadis itu dan memang ditugaskan untuk mengurus dan mengawasinya selama tinggal di New York. Tapi kalau begini lama-lama iapun bisa stress mendadak.

K for KajeendraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang