Leave.

107 21 3
                                    

"Siapa bilang aku ingin jadi Pelangi untuk orang Buta Warna? Aku cukup jadi Matahari saja; yang tahunya hanya bersinar sesudah badai menerpa." -QUIET-

-
-
-
-

Dulu, dia tidak seperti ini. Dulu, dia tidak kesepian. Dulu, dia tidak rasakan apa itu sunyi. Benar, dulu, sebelum semua berubah. Taehyung benci ingat, benci sekali, tapi mengapa seolah ingin tambahkan luka pada hati yang sudah robek?

Pagi itu tepat pukul enam lewat tujuh belas menit, udara pun masih terlampau dingin, dia sudah berada di dekat sungai, menatap jauh ke depan dengan pancaran kosong. Isi kepala terus bersuara, menyuruh untuk pergi jauh lebih baik daripada bertahan. Namun, ada ragu di mata. Maka kepalan tangan menguat; tekatnya bulat, lalu adegan selanjutnya Taehyung buka kunci pada roda, menggerakkan tangan—jalankan kursinya ke arah pinggir sungai untuk jatuhkan diri.

Sayangnya, tidak berjalan mulus. Tubuh Taehyung kaku, suara bak hilang begitu ada yang menahan aksinya.

"Apa kau gila, huh?!" Sontak dapat bentakan keras, orang ini kenapa malah menolong?! "Ingin menyudahi hidup? Berapa kebaikan yang telah kau perbuat? Jangan menambah dosa dengan kau mati sia-sia." Tentu saja itu bukan kata penenang.

Taehyung akhirnya buka mulut, nadanya dingin. "Dan katakan padaku berapa banyak lagi luka baru yang harus kutanggung? Kalau kau mau jadi aku, silakan. Aku siap menukarnya."

Terdiam.

Taehyung segera menepis tangan pria tersebut, bergerak mundur dan pergi, tinggalkan dia yang mematung sendiri.

Sempat Taehyung larikan mata sembabnya pada satu orang lain yang tidak jauh darinya dengan pria tadi, tapi Taehyung lebih cepat berbelok arah; tidak mau berlama-lama.

Tepukan di bahu menyadarkan pria yang masih terdiam, lalu langsung dapat atensi. Seolah mengerti tatapan dari onix di hadapan, helakan napas sesak entah kenapa, Kim Hyun Joong berujar pelan, "Anak itu mencoba menceburkan diri ke sungai."

"Apa?!"

Terkejut? Jelas.

Sempat tahan napas beberapa detik, Jeongguk tak menyangka dapat cerita seperti ini saat hari baru akan dimulai.

Kim Hyun Joong meremas bahu lelaki perawat singkat. "Bila suatu saat kau bertemu lagi dengan dia, jangan ragu tolong atau cegah. Karena kita tidak tahu anak itu akan berbuat apa selanjutnya."

Jeon Jeongguk diam, bola mata lelaki itu bergulir menatap jalan yang dilalui pemuda tadi, berharap bisa temukan bayangnya yang kini total lenyap; sisakan angin pagi yang sepi.

.

.

.

Di depan pintu warna putih, dia beku; sama sekali tidak berani bergerak tuk ketuk daunnya. Basahi permukaan bibir sebentar, dia menggeleng pada diri sendiri. "Tidak ... kau sudah sejauh ini, tidak mungkin kembali lagi tanpa hasil, 'kan?" Bergumam dengan tangan terkepal erat—coba yakini bahwa dia kuat. "Apapun reaksinya nanti, harus siap."

Sebelum punggung tangan mendarat tuk ketuk pintu, seseorang telah lebih dulu menarik ke dalam dan keduanya sontak terkejut.

"Oh." Yang lebih terkejut sebenarnya bukanlah sang Perawat Laki-laki, melainkan orang berkemeja cokelat yang dilapisi jaket biru itu. "Maaf." Dia mundur dua langkah ke belakang; persilakan satu tenaga medis keluar.

Jeon Jeongguk beri senyum tipis setelah benar-benar tutup rapat pintu pasiennya. "Cari siapa?" Sudah itu layangkan tanya pada orang di depan.

Perawakan lelaki ini tidak terlalu pendek pun tidak terlalu tinggi, kulitnya putih juga miliki wajah yang manis; setidaknya itu yang bisa Jeongguk deskripsikan saat lihat dia.

Terlihat gugup, Jeongguk masih sabar menunggu. "Aku ... apa benar, ini adalah kamar rawat orang yang bernama, Kim Taehyung?"

Kepala bersurai hitam kelam beri anggukan, dan dapat binar bahagia dari manik abu-abu. "Jadi, aku tidak salah?! Ya Tuhan, terima kasih!" gumamnya, bersyukur.

Jeongguk rupanya agak bingung, pasalnya, hampir seminggu dia tidak lihat atau temukan satu pun orang yang datang ke sini untuk jenguk si Pemuda Manis Irit Bicara. Dia sempat pikir kalau Taehyung adalah anak tunawisma. "Ada keperluan apa Anda dengan Kim Taehyung, kalau saya boleh tahu? Ah, atau Anda kerabatnya? Kenapa baru sekarang munculkan diri?"

Tck, lelaki perawat ini! Kenapa bertanya beruntun?! Oh satu lagi, nada bicaranya pun dingin—buat lelaki di depan bisu.

Bukan apa-apa, Jeon Jeongguk kesal saja dengan orang-orang yang kenal Taehyung, sudah tahu anak itu butuh malah tidak dihiraukan.

Diam-diam lelaki perawat mengumpat dalam hati.

"A-aku temannya. Dan maaf, aku baru tahu tadi kalau Taehyung masuk rumah sakit." Pandangannya turun menatap lantai, tidak berani balas tatapan dari perawat laki-laki; karena demi Tuhan, Jeongguk berikan tatap tajam mengintimidasi. "Namaku Park Jimin." Seolah tahu bahwa Jeongguk menunggu, Jimin sebut namanya tanpa diminta.

Si Jeon mengangguk mengerti. "Baiklah, kalau begitu tunggu sebentar di sini. Saya akan masuk ke dalam lagi untuk beritahu pasien ada yang ingin bertemu. Permisi."

Napas yang sempat ditahan akhirnya keluar, Jimin dibuat bungkam sekaligus tak berkutik saat di mana si Perawat Tampan tadi bertanya; oh ayolah, aura lelaki itu dominan sekali! Dia jadi tidak berani melawan—takut-takut dihajar apabila menyela.

***

Taehyung tengah berbaring, mengistirahatkan tubuhnya yang pegal sehabis duduk di kursi roda; tentu saja dibantu Jeongguk. Dua orang itu masih belum banyak bicara—ah, coret! Hanya Jeongguk yang selalu mulai obrolan, tentunya ditanggapi tidak minat oleh Taehyung—paling sekedar tanya sedikit lalu dapat jawab singkat dari si Kim.

Yeah, selalu saja begitu.

"Maaf, menganggu istirahatmu, Taehyung-Ssi?" Suara husky milik Jeongguk terdengar lagi menyambangi telinga, Taehyung agak kesal.

"Hm?" Tanpa melihat balik lelaki itu di samping, Taehyung bergumam terganggu.

"Ada yang ingin bertemu, dan dia di luar."

Taehyung awalnya sedang pejamkan mata, kini terpaksa dibuat terbuka, melarikan maniknya ke Jeongguk. Lelaki yang setia beri tatapan lembut nan teduh itu diam di tempatnya. "Si-siapa?"

Ada beberapa hal yang tidak Jeon Jeongguk mengerti di dunia ini; salah satunya getar pada suara Kim Taehyung saat itu.

Pendengaran Jeon Jeongguk tidaklah bermasalah, dia jelas peka ada yang tidak beres dari nada yang Taehyung keluarkan.

"Park Jimin." Selanjutnya ekspresi Taehyung kaku. Buru-buru Jeongguk mendekat. "Hei, kalau kau tidak mau bertemu dengan dia, tidak apa. Akan aku–"

"Pergi." Jeongguk terdiam. "Aku tidak ingin bertemu siapapun, termasuk dia apalagi kau!" Baiklah, sekarang Jeongguk tidak bergerak.

Seolah dunia dia berhenti, Jeongguk menyesal telah buat mata itu basah; lagi.

+
+
+
+

To be continued.

Mehehehe, menggantung dengan indahnya. Hahaha~

See you next chapter, Guys! 😗👋🏻

𝚀𝚄𝙸𝙴𝚃 - 𝙺𝚅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang