3. Kenalan Dong

53 5 4
                                    

Note : Maafkan updatenya lama, karena chapter ini sempat hilang waktu mau di publish hehe. Aku nggak tahu juga sih ada yang nunggu cerita ini apa nggak. Tapi nggak apa-apa, nggak ada salahnya juga untuk memberikan penjelasan kepada kalian eheee... anyways...
~ Selamat Membaca ~

***

Asma Khairunnisa (di hari yang sama)

Pukul empat sore, aku baru keluar dari rumah setelah seharian, eh seminggu aku tidak keluar rumah sama sekali. Hanya jalan-jalan dari kamar, ke halaman belakang, lalu dapur, ruang tamu, dan berakhir di teras depan rumah.

Tadi pagi ternyata Si Moncil menjatuhkan pot tanaman gantung milikku. Kata Ibuku, kucing oren itu lari-larian lalu terjun bebas dan menyenggol cantelan pot, hingga potnya terjatuh dan tanahnya berantakan kemana-mana. Aku yang sedang meet kelasan di dalam kamar segera beranjak ketika ibu yang sedang sibuk mengurus brownies menyuruhku melanjutkan beres-beres tanaman yang berantakan.

Ngomong-ngomong suasana sore hari ini enak sekali ya... anginnya sepoi-sepoi. Dan ketika melihat keatas itu... masyaAllah langitnya cantik sekali! Semburat kuning ke-oren-an matahari menyilaukan pandanganku.

Aku berencana untuk pergi ke Warung Mpok Laila untuk membeli gula dan garam. Gulanya untuk dibikin teh dan garamnya untuk persediaan. Biasanya kalau pagi, Mpok Laila berjualan nasi uduk di depan warungnya... ramai sekali. Aku pengin beli tetapi seringnya antre lama, malas jadinya hehe. Biasanya sih ibuku pesan dulu melalui WA ke Mpok Laila, baru nanti kalau sudah jadi aku tinggal ambil pesanannya deh.

Ketika sampai di warung Mpok Laila aku segera menyebutkan barang yang ingin kubeli. Oh aku lupa untuk membawa tas belanja!

Meskipun warung Mpok Laila seperti warung sembako biasanya, tetapi disini tidak lagi menyediakan kantong plastik. Jadi pembelinya harus membawa tas belanja sendiri. Ini semua berkat imbauan dari Pak RT untuk mengurangi sampah plastik di lingkungan kami, dan Mpok Laila pun menyetujui ide tersebut bahkan mendukung para pembelinya untuk membawa tas belanja atau tote bag sendiri.

"Neng mana tas nya?" Tanya Mpok Laila.

Aku menggaruk khimar hitam yang kukenakan.

"Lupa Mpok... aku pegang aja gapapa deh."

"Oh iye deh dikit ini ya belanjaannya."

"Iya... berapa Mpok totalnya?"

"Dua puluh rebu, Neng."

Aku menyerahkan selembar uang berwarna hijau, "Ini ya Mpok."

"Iya pas uangnya... makasih neng."

"Makasih kembali Mpok..."

"Eh Neng Asma."

Aku menghentikan langkah ketika Mpok Laila kembali memanggil, " kenapa Mpok?"

"Kamu kan rumahnya deket sama orang baru itu ya... nah ini kembaliin uang kembaliannya gih. Dia tadi pagi beli nasi lupa ambil kembalian, abisnye Mpok juga lupa soalnye banyak yang beli sih."

Eh aku spontan menggelengkan kepala.

"Aku nggak kenal Mpok, nanti aja deh sama ibu aku, biar disampein ke tetangga baru."

Mpok Laila mengerutkan keningnya, "Yailah neng kenalan dong... udah ga ape-ape nih kasiin gih, Mpok gaenak duit orang."

Aku menggigit bibir bagian dalam, duh bagaimana ya... aku malas sebenarnya. Astaghfirullah kayaknya sehari bisa lebih dari sekali aku mengucap kata malas deh. Padahal menolong orang kan mendapat pahala ya. Apa aku iyakan saja?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 30, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Pandemi RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang