Bab 1 - Susur Galur di Langit Yogyakarta

201 30 9
                                    


Sebelumnya, terima kasih sudah membuka workku! ^^
Selamat membaca!

Ketika surya berpendar melintang, tiga awan terbang menyempurnakan hampanya biru langit ditemani teh hangat buatan ibuk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ketika surya berpendar melintang, tiga awan terbang menyempurnakan hampanya biru langit ditemani teh hangat buatan ibuk. Terlihat kepulan asap dari teh yang ibuk buat, membuat bapak percaya bahwa teh itu dibuat menggunakan air yang baru saja mendidih. Kata bapak, "Kalo nggak mendidih nggak cinta". Beserta roti roma kelapa dan emping sudah menjadi langganan bapak tiap pagi.

"Pak mau lebaran idul adha, kira-kira harga sapi sampe berapa?" Pria yang baru saja membuyarkan isi kepala bapak pada pohon manggis depan rumah, perlahan ikut menatap pohon manggis yang sebentar lagi berbuah. Kini bapak berpikir sedikit keras, "Berapa ya? Coba bapak survei ke kandang dulu. Sapinya segembrot apa."

Bapak ini merupakan seorang pengusaha, tapi Bita tidak tahu usaha apa saja yang bapak jalankan selama ini selain peternakan. Bita bahkan tidak pernah bertanya, karena bapak pasti hanya akan menjawab dengan seulas senyuman. Bukan jawaban bukan? Setahu Bita, dahulu bapak seorang nahkoda, bapak mengarungi laut selama 20 tahun. Dan berhenti mengarunginya ketika ia berusia 50 tahun. Dan kini usia bapak menginjak 57 tahun.

"Mas, kamu bukannya tahun depan ke Amerika to? Masih mau masarin sapi-sapi bapak?" tanya bapak menepuk pundak kakak sulung Bita itu.

Sembari mengangguk pria berusia 29 tahun lebih 6 bulan itu bersandar pada kursi kayu kemudian memutar kepalanya 90° menatap bapak yang masih memandanginya. Benar, kakak sulung Bita ini memang akan ke Amerika untuk bekerja di sana. Sebenarnya, tawaran pekerjaan itu sudah tersimpan sejak lama pada lembar jurnal Mas Maja. Akan tetapi, alangkah baiknya Mas Maja mempersiapkan bekal apa yang harus ia bawa ke sana.

Bapak beralih mengelus-elus perutnya yang membuncit faktor usia. "Fokus ke kerjaanmu aja. Seperti yang bapak bilang ke anak-anak yang lain, jangan disambi-sambi, nanti hasilnya nggak optimal."

"Kan Maja tinggal berangkat, Pak. Maja juga nggak begitu sibuk akhir-akhir ini." Anak sulung bapak itu tetap meyakinkan jika dirinya masih bisa memasarkan sapi-sapi bapak.

"Kamu kerja di bagian opo to mas? Bapak lupa ee." Entah beliau memang berniat mengganti topik pembicaraan atau bagaimana. Yang jelas bapak adalah orang yang tidak ingin merepotkan anak-anaknya selagi dia bisa menjunjung tanggung jawabnya sendirian.

"Komposer, pak."

"Kenapa ndak yang nulis lirik. Kan bagus-bagus karyamu yang ditunjukkin ke Bapak waktu itu."

"Kadang Maja nulis liriknya, tapi fokus Maja di bagian komposernya aja."

"Yo-"

"Pak? Gimana? Boleh ya Maja masarin sapi-sapi bapak?" Mas Maja memotong pembicaraan bapak, sebab tujuannya duduk di depan teras ini bukan untuk membicarakan pekerjaannya ataupun berkelakar. "Maja kan tahun depan udah pergi. Sekarang, waktunya Maja bantuin bapak mumpung masih di rumah." Mas Maja juga begitu antusias jika soal berbisnis dengan bapak. Mas Maja ini seperti manager bagi bapak. Tidak cukup sampai di situ, bahkan Mas Maja ini seperti partner kerja profesional dan juga terkadang bisa mengatur keuangan bahkan apapun yang berbau bisnis, musik, dan motivasi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 14 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Prosa Milik Jakarta || JAKETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang