Hanya pepohonan berlumut membentang sejauh mata memandang, begitu sunyi sehingga kesunyian itu menekan gendang telinga Mikasa. Suasana gelap, seperti senja di hari berawan, hanya ada seberkas cahaya tertinggal. Tidak terlalu buruk untuk sebuah tempat yang sedikit jauh dari peradaban. Jika tidak ada Levi tentu saja.
Ada semacam kesan mengancam yang ditunjukkan pria itu. Kesan itu muncul dari fakta bahwa mereka orang asing, bahwa suasana di sini gelap, dan fakta bahwa dari tatapan matanya yang menusuk itu seolah-olah ingin menguliti Mikasa.
Setelah Mikasa sampai ke dalam rumah ala barat milik Levi, suasana yang ada di sana terasa berat. Bangunan itu memang dibuat berbeda, tidak terlalu megah dan juga tidak terlalu minim. Seolah-olah itu adalah rumah yang pas bila hanya dihuni Levi dan dirinya.
Hanya mereka berdua.
Ya, tepat sekali. Di rumah itu, penghuninya nanti adalah Levi dan Mikasa saja, tidak akan ada yang lain lagi. Gadis itu pun langsung mendapatkan penjelasan tersebut dari bibir Levi sendiri.
Tanpa bersuara, Levi menariknya memasuki rumah. Setelah ia membuka salah satu pintu yang terletak di lantai dua, Mikasa sudah terlebih dulu dilempar olehnya sehingga ia terjatuh di lantai keramik kamar yang keras nan dingin.
Blam!
Suara itu mewakili pintu yang tertutup kencang.
Mikasa berusaha membuat dirinya menjadi terduduk. Dan saat pria yang jauh lebih pendek darinya itu mendekat, ia menyeret tubuhnya ke belakang dengan rasa khawatir, takut sesuatu yang buruk akan dilakukan pria itu padanya.
Tapi nyatanya Levi tidak sedang menghampirinya karena ia langsung mendudukkan diri di salah satu kursi di dekat pintu.
"Di dalam rumah ini, kau harus tahu kedudukanmu." Ia berkata dan Mikasa hanya mendengarkan. "Kau hanyalah pelayanku, mengerti?"
"Dan kau harus berterima kasih karena masih bisa bernafas sekarang, jadi sebaiknya kau membalasnya dengan mengerjakan semuanya untukku, bukan?"
Tidak ada suara dari Mikasa.
"Kau dengar, tidak!? Jawab yang benar!"
Buru-buru ia menunduk, menyembunyikan wajahnya. "Iya."
Levi mendengus meremehkan. "Baguslah kalau begitu."
"Sekarang... ganti bajumu!" Ia melempar sebuah baju maid hitam putih dengan aksen merah ke Mikasa. Barulah setelah Mikasa melengkapi pakaian yang dilempar ke pelukan tangannya, pria berbadan kekar itu berdesis tajam. "Bahkan baju yang kau kenakan sekarang lebih buruk dan kotor dari gorden yang terpasang di sini."
Pria itu menghina pakaiannya. Salah siapa jika pakaian Mikasa menjadi buruk dan kotor. Jika bukan karena iblis ini mengejar Mikasa tadi, pasti pakaiannya akan baik-baik saja. Meski yang pakaiannya tidak cantik, tapi cukup layak untuk dipandang.Tapi Mikasa tidak bisa berbuat apa-apa, selain diam dan menggerutu dalam hati.
Suasana kembali hening. Tak ada perintah selanjutnya, dan ia bingung harus melakukan apa.
Dengan takut-takut Mikasa mencoba berdiri dan menatap mata Levi yang sedang duduk agak jauh darinya.
Pria itu masih memandangnya dalam diam, tangannya mengetuk-ngetuk meja di samping bangkunya.
"Kau bodoh atau apa? Ganti bajumu sekarang juga!" Gertaknya dibarengi dengan gebrakan pada meja dan tentu saja menimbulkan suara keras yang membuat mata gadis itu sontak terpejam rapat.
Ia tidak akan pernah lagi berani untuk menatap langsung mata Levi. Ia takut.
Mikasa melangkahkan kakinya dengan gerak pelan, dan berniat berbalik badan, mencari ruangan yang memungkinkannya untuk berganti baju. Namun hanya ruangan kamar persegi dengan peralatannya tanpa ada pintu lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Whisper Of Caution
FanfictionRivaMikaEre ( LeviMika EreMika) Rated M (Pembaca di bawah umur, harap mundur) Summary : Mikasa adalah keturunan terakhir klan Shogun dari Hizuru. Suatu ketika, terjadi tragedi memilukan pada keluarganya, ia berhasil selamat. Namun seorang tentara Pa...