Chapter 3

537 63 22
                                    

Sudah hampir dua bulan lamanya ia tinggal bersama Levi. Selama itu pula ia sudah lupa caranya tertawa. Dan tak jarang pula ia melewati satu hari dengan berbagai siksaan, setidaknya bisa dibilang begitu. Ia dipaksa bekerja seorang diri membersihkan dan merawat rumah yang terbilang cukup besar. 

Tak lupa Levi yang memerintahnya mengerjakan semua hal tanpa mengeluh. Pria itu penggila kebersihan, jika ada satu debu pun yang menempel pada perabotannya, dipastikan ia akan menerima hari yang buruk.

Sederhana. Tapi baginya ini sangat menyiksa.

Namun, Mikasa tetap bersyukur. Meski pukulan serta tamparan Levi sering melukai kulitnya, pria berdarah Eldia itu belum pernah mencoba sesuatu yang 'benar-benar' menodainya.

Ia hanya berpikir sederhana, Levi adalah orang Eropa, dan sejak kapan mereka tertarik untuk melakukan seks bersama bocah Asia sepertinya?

Itulah alasan utama kenapa Mikasa masih tahan menerima segala perlakuan keras darinya.

Lagipula, Levi jarang sekali menghabiskan dua puluh empat jamnya di dalam rumah. Kadang pria itu pergi dan pulang besok, atau seminggu kemudian. Tidak menentu.

Ya, seperti sekarang. Pria itu belum kembali. Pernah terbesit pikiran untuk kabur. Tapi ia bingung harus lari kemana. Dia tidak tahu seperti apa Paradis, tidak ada orang yang dikenalnya. Mungkin pada akhirnya ia akan tertangkap lagi. Dan mungkin ia akan menerima hal yang lebih buruk dari sekedar menjadi pelayan Levi.

Mikasa bergidik ngeri. Tidak mau memikirkan itu lebih lanjut.

Usai menyelesaikan sebagian tugas beres-beres, Mikasa tinggal mencuci piring agar pekerjaannya hari ini cepat selesai. Dan berhubung ada waktu luang, ia mengistirahatkan dirinya ke salah satu bangku kecil yang berada di dapur. Ia menghela nafas, dan menyandarkan kepalanya ke dinding. Entah kenapa ia jadi ingin tidur.

"Hei."

Dengan kedua bahu yang tegang karena kaget, Mikasa menoleh ke arah suara yang terdengar dari belakang.

Ketika ia melihat sosok familiar itu, ia langsung berdiri. Kedua matanya membulat sempurna.

"E-Eren?" Bisiknya sambil berjalan mundur satu langkah. Wajahnya semakin pucat.

Ya, itu Eren Yeager. Pria Marley yang sempat ditemuinya dulu.

Eren pun berjalan santai menuju Mikasa yang ada di pinggir dapur.

"Bagaimana kau bisa masuk kemari?"

"Bukan hal penting."

Tidak tahu kenapa, jantungnya berdetak cepat, lalu berdebar lagi dua kali lebih cepat. Tapi walaupun begitu, ia tetap mengusahakan dirinya agar terus menunduk dan menjauhkan jaraknya dari si Marley. Pikirannya melayang kembali pada peristiwa satu bulan yang lalu. Di mana Eren membohonginya.

"Kenapa cemberut seperti itu? Aku hanya ingin memeriksa keadaanmu."

"Jangan sok baik!" Tanpa disangka, Mikasa menyalang dengan suara yang cukup tinggi.

"Kenapa kau bertingkah seperti itu?" Eren mengernyit tidak mengerti. "Seperti bukan Mikasa yang kutemui waktu itu."

Gadis itu menggeleng pelan. "Aku bukan orang yang bisa kau bodohi lagi."

"..."

"Benar, kan?" Sela Mikasa sambil meremas lipatan rok hitamnya. "Kau sekutunya?"

Langkah Eren berhenti ketika sudah tiga meter di depan Mikasa. Matanya masih menatap gadis yang sedang menunduk itu.

"Kami memang pernah berteman, tapi bukan berarti kami bekerja sama."

Mikasa terdiam, dan saat ia melirikkan matanya ke Eren, pria itu tersenyum.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 02, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Whisper Of CautionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang