Rumput Tetangga Gak Selamanya Lebih Hijau Dari Rumput Kita

7 0 0
                                    

Mataku perih. Entah sudah berapa lama aku tekun bekerja di kursi berputar ini. Oh, ya. Ternyata sudah waktunya makan siang. Saking seriusnya, sampai lupa jika di dalam sini hanya ada aku sendiri.

Drrt... drrt...

Aku terusik oleh getaran yang berasal dari dalam tasku. Kurogoh sebentar tas hitam selempang yang kutempatkan di pangkuan. Lalu memeriksa siapa yang coba-coba menggangguku di saat-saat perut keroncongan begini.

Uf, Mas Haikal? Ngapain nelepon aku, ya?

Buru-buru kuangkat panggilan itu dengan jantung berdegup cepat.

"Iya, Mas. Ada apa, ya?" jawabku gugup.

Di seberang sana terdengar helaan napas. "Kamu ini gimana sih, Sar? Kalo ada suami nelepon seharusnya ngucapin salam dulu, dong. Ini malah langsung to the point aja. Gak suka ya kalo Mas ganggu?"

Mataku terbelalak sesaat dan mengedip bingung. Apa-apaan ini? Belum apa-apa dia langsung mengguruiku? Aku terus mengatur diri untuk tidak emosi. Kalau aku ikut marah, suamiku itu marahnya pasti lebih parah. "Assalamualaikum, Mas. Kenapa nelepon Sarah di jam segini? Ada masalah, ya?'' tanyaku dengan nada diperhalus mungkin.

"Waalaikumsalam. Gak papa kok. Cuma mau tanya nanti malam kamu bakal lembur lagi atau gak?"

Aku mengerutkan dahi. Berpikir-pikir. "Hmm, kayaknya sih, lembur lagi, Mas. Pekerjaanku hari ini lagi banyak banget."

"Oh, gitu."

"Iya." Aku tersenyum. Berharap ada respon balik yang menyenangkan dari si dia. Tapi nyatanya...

Tuutt... tuutt..

Kutatap ponselku dengan mata melebar kaget dan mulut terbuka tak menyangka. Mas Haikal memutus teleponku? Aku berubah jutek dengan sikap cueknya yang kebangetan itu. Ish, tanya kek! Basa-basi dikit gitu!

Udah makan apa belum, Sayang? Atau paling enggak, bisa kan kasih perhatian sedikit dengan bilang, jangan lupa makan ya, Sayang. Atau apa kek gitu yang manis-manis.

Sepintas akupun merutuki pengharapan tak berujung itu setelah sadar selama ini Mas Haikal manggil "Sayang" ke akupun GAK PERNAH. Uh, sebel banget punya suami cueknya minta ampuuuun.

Kuputuskan untuk makan di tempat terdekat saja. Setelah turun dari lift dan keluar kantor, akupun berakhir di warteg ini. Warteg yang berdiri tepat di samping gerbang Kantorku berada. Lagian panas-panas begini malah males kalau harus makan siang di kafe mahal berpenyejuk buatan yang jaraknya harus ditempuh dengan kendaraan pribadi berkecepatan penuh. Haduh, ngabisin duit bensin aja, kan? Mending di sini. Udah murah, terjangkau, makanannyapun nyaman di lidah.

Ibu warteg yang mengantar pesananku tersenyum ramah seperti biasa.

Aku menanggapinya dengan senyum sopan yang sama.

Lalu mendadak ia bertanya, "Neng Sarah, kok makannya di sini? Gak gabung sama yang lain?''

Sesendok penuh nasi kulahap dan aku menatap Ibu warteg itu dengan pandangan bertanya. "Maksud Ibu, yang lain itu yang mana?"

"Loh, Neng Sarah gak tau? Pak Adit kan sudah wanti-wanti para karyawan buat makan-makan nanti sore di rumahnya. Neng Sarah diundang juga, kan?"

"Loh, saya kok gak tau ya, bu?"

"Neng udah buka WA blom?''

Aku menggeleng sambil terus mengunyah.

''Coba cek, Neng. Soalnya, katanya Pak Adit ngirimin pengumuman itu lewat WA grup."

Kuturuti saran itu. Dan benar saja. Ada banyak pesan WA yang masuk. Aish, bahkan di sana lagi penuh obrolan buat rame-rame bawa pasangan ke party nanti sore. Ampuun.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 23, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

KUMCER JATUH CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang