Bab 5

28 18 2
                                    

Sinar matahari berpendar pada ruangan segi empat yang didominasi warna putih itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sinar matahari berpendar pada ruangan segi empat yang didominasi warna putih itu. Sorot hangatnya masih bisa menembus celah gorden yang hanya menutup setengah bagian kaca besar kamar itu.

Wanita yang tertidur menghadap jendela itu mulai terusik. Dia mengernyit pelan saat cahaya silau itu menerobos masuk ke matanya dengan begitu sadis. Menarik napas panjang kemudian mengembuskannya, Oka memilih bangkit—duduk. Terus-terusan tidur hanya membuat kepalanya sakit, dan Oka benci rasa sakit.

Berjalan pelan ke arah pintu, Oka bisa mendengar suara nyanyian seorang wanita. Oka tahu betul itu bukan suara Naya karena Naya ‘tak begitu pandai bernyanyi. Tapi Oka ‘tak bisa menebak suara siapa itu. Jadi dengan rasa penasaran yang tinggi, Oka memutar knop pintu. Kepalanya melongok ke luar dan suara itu semakin terdengar jelas.

Oka menipiskan bibirnya melihat layar televisi yang  menampilkan penampilan musik akustik.

“Tentu. Mana mungkin Naya bisa menyanyi sebaik itu,” batin Oka. Wanita itu senyum geli.

Suara keributan di dapur membuat Oka mengangkat alis heran. Naya si anak mageran, yang biasanya memanfaatkan setengah hari minggunya untuk tidur, tapi pagi-pagi begini dia sudah sibuk di dapur?

"Eh, Ka, udah bangun?" sapa Naya yang tengah memotong sesuatu.

"Masak apa?" Oka berjalan ke pantry, melongok dari belakang tubuh Naya dan menemukan nasi goreng yang sudah disajikan di atas dua buah piring makan.

“Nasi goreng spesial. Kamu mau?” Naya menoleh dan mengangkat alisnya.

Oka hanya menarik bibirnya ke bawah kemudian dia mengambil gelas dan membuka kulkas. Keadaan kulkasnya yang semula seperti bencana, pagi ini ditemukan dalam keadaan sangat rapih dan bersih. Dia melirik ke arah sahabatnya yang sibuk memasukkan irisan cabai dan bawang merah ke dalam wajan untuk ditumis sebelum memasukkan telur kocoknya.

Kaya mengitari kaki Oka meminta makan. Wanita itu lantas meletakkan gelasnya dan menggendong kucing putih itu untuk memberinya makan. Pagi ini Kaya makan satu kaleng wet food salmon yang mana membuat Naya menghela napas ketika melihatnya.

“Aku aja menggoreng nasi sisa semalam sama telur dadar, kucing itu enak banget makan salmon pagi-pagi begini,” gumamnya dalam hati.

Setelah memberi makan, Oka kembali ke dapur untuk menuangkan susu pada gelasnya. “Kamu mau, Nay?” Sudut bibir Naya berkedut menahan senyum. Sahabatnya itu memang tidak bisa lama marah.

“Boleh. Di gelas kecil aja, ya, Ka.”

“Oke.”

Setelah selesai mendadar telur, Naya langsung memberikan satu piring untuk Oka yang sudah duduk manis di kursi makan. Dia menoleh ke belakang untuk melihat kucingnya yang sekarang sedang tidur telentang kekenyangan.

“Mimpi indah, tuh, si Kaya,” kekeh Naya sembari menarik kursi.

“Makasih, Nay.” Oka mulai menyantap nasi gorengnya. Keduanya sarapan pagi dalam diam, tidak seperti biasanya yang seringkali bergosip seperti ibu-ibu yang belanja di tukang sayur gerobak di pagi hari.

Imperfect Life (dauncokelat x FairyQueen)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang