"Langit pun ber elegi"

9 1 0
                                    


Deru air menghempas langit, menyambut deretan gemuruh saling menyapa, menghempas segala yang di lalui nya, seolah tak mempedulikan apapun itu.

Dia tetap mengalir, semakin dan semakin kencang.

Bergemuruh riuh, berderai menari.

Meninggalkan jejak, bagi mereka yang di lalui nya.

Sebagian berpesta, sebagian terpana.

Hujan di sore ini, kembali mengalunkan tulisan lama tentang mu.

Membangun harapan, menoreh asa.

Seperti yang selalu terbesit di benakku, menanti pelangi mewarnai ku setelah kau basahi relung langit ku.

Terkadang, seolah membenarkan bahwa tak selalu pelangi setelah hujan.

Hadirmu hanya menyisakan relung basah dan dingin.

Masih teringat, saat kau datang basahi tandusnya jiwaku yang telah lama gersang.

Harapan pun perlahan bersemai, perlahan namun terarah.

Sampai pada waktu ku percaya, kalau kau sungguh.

Sampai pada waktu ku yakin, kalau kau benar.

Tandusnya jiwaku perlahan menemukan oasis, Walau terkesan fatamorgana, tapi hadirmu meyakinkan ku, bahwa itu nyata.

Semakin dan semakin kau torehkan, semua yang telah berlalu, biarlah begitu adanya.

Seolah mengartikan bahwa pelangi akan selalu terangkai.

Kembali, jiwa ini menemukan habitat nya.

Kembali, jiwa ini menumbuhkan rasa kalau kepercayaan itu ada dan nyata.

Namun..

Hujan mu tak seindah syair ku tentang mu.

Gamang..bak menunggu apakah besok akan hujan ataukah mentari akan bersinar.

Perlahan, kayakinan ku tentang mu seakan surut.

Hanya dingin dan asing yang kau tinggalkan setelah hujan mu.

Kau gores nestapa.

Dan semakin menegaskan bahwa, tak selalu pelangi setelah hujan.

Seakan jiwa ber elegi, meratap semua indah yang telah kau ukir.

Kau memaksa untuk mundur, bahkan tanpa sepatah kata pun.

Tapi satu hal yang perlu engkau tau.

Tatkala pelangi mu memudar, akan selalu ada aku sebagai hujan untuk melukiskan kembali pelangi baru mu.

-semoga pelangi mu bersambut dengan tulisanku tentangmu-

Mks,2406






Tulisanku Tentangmu (3)....Where stories live. Discover now