Kedua insan itu terdiam, bergelung dengan pikiran nya masing - masing. Mendengarkan hujan yang bergemuruh, berlomba - lomba untuk turun ke bumi.
"Makasih." Ceplos perempuan itu sambil melirik sedikit pada Jun.
"Sama - sama." Jawab Jun singkat.
Hanya itu percakapan mereka, tidak ada yang berani melanjutkannya.
Tak lama setelah itu, hujan akhirnya reda. Jun segera pergi dari halte, tanpa melihat dan berbicara pada perempuan itu. Jun bukan nya sombong atau apa, ia hanya buru-buru. Takut Bunda khawatir, karena ini sudah malam.
Mungkin Jun sedikit egois, karena tidak menawarkan diri untuk mengantarkan perempuan tadi ke tempat tujuan nya. Jun pikir perempuan tadi terlihat tidak ingin bicara terlalu banyak, kurang percaya pada orang yang belum dikenalnya.
Jadi akhirnya Jun memutuskan untuk pulang duluan.
Tak lama setelah Jun pergi dari pandangan perempuan itu.
"Terima kasih." Ucap perempuan itu berterimakasih lagi.
Perempuan itu melihat ke arah samping tempat Jun duduk.
Perempuan itu tersenyum.
Melihat sebuah bungkusan ditempat laki - laki itu duduk.
°°°
Sesampainya di rumah, Jun langsung masuk ke dalam rumah.
Bunda sudah menunggu dirinya sedari tadi, khawatir terjadi sesuatu.
"Dari mana aja kamu? Kok lama?" Tanya Bunda dengan nada khawatir.
"Di daerah sana hujan Ndaa, jadi neduh dulu hehe. Maap ya Nda tadi ga ngabarin, lupa." Jun cuma nyengir.
"Ya udah gapapa, sekarang mandi ya, takut kena flu nanti."
"Iya Ndaaa sayang." Jun cengengesan.
"Oh iyah, jaket kamu kemana? Tadi pake jaket perasaan." Bunda baru inget.
"Ah itu. Tadi pas beli martabak, jaket nya ketinggalan. Inget nya pas tadi depan rumah hehe." Jun beralasan yang lain, karena ia tak mau ditanya-tanya oleh Bunda jika ia bilang, jaket nya ia berikan pada seorang perempuan di halte.
"Dasar yaa, masih muda aja dah pikun. Gimana nanti dah tua." Bunda geleng-geleng kepala.
"Makin pikun lah Bunda."
Suara yang tanpa ajakan, bergabung dengan obrolan mereka. Joshua menuruni tangga, menghampiri Bunda dan Jun.
"Yeehhh si anjir, nyambung aja lo." Jun melirik Joshua.
"Mana martabak gue?" Joshua menagih martabak yang ia pesan.
Jun mematung.
"DEMI APA SIH, MARTABAK NYA KETINGGALAN NJIR."
"Boong lo mah, ngomong aja kagak dibeliin." Joshua duduk di sofa.
"Beneran Josh, gue tadi bela-belain beli martabak, terus kejebak hujan. Ga kasian lo."
"Heleh."
"Beneran njir. Tadi gue neduh di halte, trus naro martabak nya di pinggir gue. Trus pas dah reda, gue langsung cabut, lupa bawa martabaknya njir." Jun menjelaskan kronologi nya.
"Ya udah lah terserah lo aja." Joshua menyalakan TV.
"Yowess gue mau mandi. BHAAAYY." Jun melangkahkan kakinya menaiki tangga, melupakan persoalan martabak yang ketinggalan dan pergi meninggalkan Joshua yang asik menonton TV.
Tak lama Jun meninggalkan Joshua, setelah mandi Jun ikut duduk disamping Joshua. Mereka berdua saling diam tak berbicara, karena mungkin memang tidak ada bahan untuk dibahas.
Suara mobil menggerung-gerung diluar, mendekati garasi rumah. Tertanda Ayah mereka berdua sudah pulang dari kantor.
Ayah membuka pintu, Bunda segera menyambut Ayah dan mencium tangan nya. Mereka berdua terlihat serasi, terlihat bahagia, tidak pernah bertengkar. Memang kenyataan nya seperti itu, selama mereka menikah, tidak ada kata bertengkar bagi mereka. Paling hanya bertengkar kecil yang berujung keduanya saling tertawa.
Jun dan Joshua hanya melihat mereka berdua mendekati sofa. Mereka berdua ingin memiliki hubungan dengan pasangan mereka nanti seperti Ayah dan Bunda.
"Eh kalian belom tidur." Ucap Ayah sambil duduk di sofa.
"Belom." Jawab mereka berdua berbarengan.
"Nih pesenan mu." Ayah memberikan bungkusan kepada Jun.
"Waahhh Ayah ga lupa ya."
"Iya dong, ayah masih muda. Gak kayak lo, pikun, dah tua." Cibir Joshua pada Jun.
"Hilih. Nih buat lo, ngegantiin martabak yang ketinggalan." Jun memberikan martabak nya kepada Joshua.
"Okay sip." Joshua menerima martabak nya dengan senang hati.
"Nyenyenye..." Jun meledeki Joshua.
Ayah dan Bunda hanya geleng-geleng melihat kelakuan anak-anaknya.
"Mau mandi dulu atau makan dulu Yah?" Tanya Bunda.
"Makan dulu deh, Yuk." Ajak Ayah pada Bunda untuk makan malam bersama.
"Eh kalian mau makan juga?" Tanya Bunda pada Jun dan Joshua.
"Ngga Bun. Joshua mau langsung tidur aja. Malam Bun, Yah." Joshua beranjak meninggalkan sofa.
"Jun juga deh. Malem Nda, Yah." Jun segera menyusul Joshua menaiki tangga.
"Ngikutin aja lo mah." Celetuk Joshua.
"Dih. Gak yah. Bhayy." Jun berlari ke kamar nya. Joshua juga segera memasuki kamarnya.
Ayah dan Bunda hanya memperhatikan mereka dari bawah. Segera pergi ke meja makan untuk makan malam.
Jun dan Joshua sudah didalam kamar nya masing - masing, kedua nya bersiap - siap menuju ke alam mimpinya.
Didalam kamar, Joshua belum tertidur. Ia berfikir untuk mengerjai Jun terlebih dahulu.
Tuuuuttt tuuuuuttt tuuuutt
Joshua menelpon Jun, tak lama Jun mengangkat telepon nya.
"Halo."
"Sini deh."
"Ngapain?"
"Sini aja dulu."
"Ngapain dih."
"Udah cepetan sinii...penting."
"Iye iyee."
Joshua menawan tawanya. Tak lama Jun pun datang tanpa mengetuk pintu kamar Joshua.
"Apa?"
"Matiin lampu plis." Pinta Joshua sambil tersenyum manis.
"SI ANJIIIIIIRRRRRRRRR!!!!" Jun berteriak kesal.
"AHAHAHHAHAHAHAHAAH ANJIR GUE NGAKAK BANGETTT, TANGGUNGJAWAB LO HAHAHHHAAHA!!"
Jun meninggalkan kamar Joshua tapi tak lama Jun kembali lagi ke kamar Joshua dengan tangan yang membawa guling.
Tanpa aba - aba dia melemparkan guling nya ke wajah Joshua, lalu pergi meninggalkan kamar Joshua. Ditutup nya pintu dengan keras.
"Haduhh capek ketawa muluu njir." Joshua mengusap wajah nya yang berkeringat akibat tertawa terus menerus.
Begitulah aktifikas malam dari si kembar tak seiras itu. Banyak sekali kerecehan yang terjadi.
°°°
Gimana nih ceritanya wkwkwk
Gaje banget dahhJangan lupa vote+comment nyaa^^
-shimakeii
KAMU SEDANG MEMBACA
Tak Seiras || Jun & Joshua
FanfictionKisah sederhana tentang saudara kembar yang tidak seiras. -Tak Seiras- -shimakeii, Agustus 2021