007

298 50 8
                                    

Suara langkah kaki rusa di atas tumpukan salju itu terdengar tidak begitu jelas. Ritsu yang biasanya tidak pernah bersemangat, tiba-tiba menjadi bertenaga. Tentu saja itu karena langit yang sudah mulai gelap dan sogokan tomat segar dari Mao sehingga Ritsu semangat seperti ini.

(Name) sedari tadi meremas pakaiannya tepat di dadanya. Menahan rasa sakit yang terasa seperti tertusuk ribuan jarum yang menyakitkan. Gadis itu kini berada di rangkulan Mao yang merangkulnya dengan erat. Matanya yang sayu menatap wajah Mao yang nampak fokus ke jalan di hadapannya.

Bukanlah kesengajaan. (Name) yang tidak hati-hati ketika Hokuto tidak sengaja lepas kendali. Pemuda bersurai gelap itu terkejut ketika melihat (name) yang terkena serangannya.

Karena merasa bersalah ia justru melarikan diri. (Name) yang tidak kuat menahan sakit akhirnya dibawa pergi oleh Mao.

Tanpa basa-basi, (name) meminta Mao mengantarnya kembali ke kerajaan. Mao yang tahu kondisinya sedang darurat tidak banyak bertanya apapun. Ia langsung menuruti kemauan (name), meskipun ia penasaran tentang itu.

"Oi (name), kenapa rambutmu terus memutih?" Tanya Mao.

"Nii-san... Dia.. Lepas kendali..." Ucap (name) dengan suara yang lirih.

Jarak mereka yang dekat itu tentu saja membuat Mao masih bisa mendengar suara (name).

"Bertahanlah dulu, kita akan segera sampai!" Ucap Mao.

Sekarang kenapa dia merasa panik?

---

"Tuan putri datang!"

Gerbang istana terbuka dengan gerakan yang sedikit lambat karena besarnya gerbang tersebut.

Awalnya Mao tidak diizinkan masuk karena para penjaga mengira Mao adalah penyusup. Namun setelah (name) angkat bicara, walau pelan, akhirnya penjaga membuka gerbang istana.

"Di-dimana Rei-san?" Tanya (name).

"Pangeran ada di ruang baca," Ucap salah satu pelayan.

"Bawa aku kesana!"

Tahu akan maksud (name), Mao pun membawa (name) ke ruang baca. Ruangan itu cukup redup karena tidak banyaknya pencahayaan seperti di lorong dan juga―

"Tidak ada siapapun disini," Gumam Mao.

Ia merebahkan tubuh (Name) pada sofa yang ada disana. Nampak gadis itu sudah terlalu lemas karena sesak di dadanya. Sementara Mao sendiri bingung harus bagaimana.

Untungnya beberapa saat kemudian Rei datang dengan wajah yang nampak tenang. Netra ruby nya menyorot ke arah (Name). Entah apa yang dipikirkannya saat ini, tatapan yang ia tunjukkan itu begitu sulit diartikan.

"Keluarlah, wagahai akan mengurusnya,"

Mao keluar dari ruangan itu dengan setengah hati. Ada perasaan khawatir jika harus meninggalkan (Name) di dalam sana. Namun disisi lain ia harusnya tahu bahwa Rei adalah tunangan (Name). Seharusnya tidak masalah jika ia menyerahkan hal ini pada Rei.

"Apa yang terjadi denganmu?" Tanya Rei saat melihat beberapa surai (Name) telah berubah menjadi putih seperti salju.

"Nii-san... Dia kehilangan kendali...." Ucap (Name) dengan nafas yang lemah.

"Tolong.... Hanya kamu yang bisa membantuku," Lanjut (name).

Tidak ada jawaban sedikitpun dari Rei. Ia hanya menatap gadis dihadapannya itu dengan tatapan yang datar. Namun perlahan-lahan sebuah seringai kecil muncul diwajahnya.

"Sayangnya, itu yang wagahai harapkan,"

"A-apa?"

Rei menjauhkan tubuhnya dari (name). Melangkah keluar dari ruang baca tersebut dan meninggalkan segudang tanda tanya pada (Name).

"Tunggu... Rei, apa maksudmu?"

"Kurung dia disini, jangan siapapun masuk," Ucap Rei pada salah satu pelayan yang ada disini.

"Rei! Rei!"

――――――――――

𝕱𝖗𝖔𝖟𝖊𝖓 || 𝕴𝖘𝖆𝖗𝖆 𝕸𝖆𝖔

Jujur, aku bingung gimana lanjutin nih book. Makin kesini napa rasanya makin absurd

𝐃𝐢𝐬𝐧𝐞𝐲 || FrozenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang