Enam, Haechan

16 2 5
                                    

Hari terakhir dua guru dari Jakarta berkunjung ke sekolah kami setelah satu minggu mengajari musik dan olahraga di tiga kelas.

Guru musik masuk ke kelas dengan membawa gitar dan berbincang-bincang untuk perpisahan dengan kami.

Di menit-menit terakhir beliau meminta kami untuk bernyanyi bersama dengan iringan gitar yang beliau mainkan.

"Mau nyanyi lagu apa?" Tanya beliau.

Kami semua diam, karena tidak tahu ingin bernyanyi lagu apa. Tetapi beberapa detik kemudian, aku teringat dengan lagu Maumere yang sudah pasti semua anak tahu.

"Maumere" Kataku dengan dengan suara yang tidak terlalu keras dan posisi badan menyamping, karena aku duduk di pojok kiri belakang.

Mataku bertemu mata Haechan ketika aku mengucapkan 'Maumere'.

Haechan langsung mengulangi apa yang aku ucapkan, "Maumere Pa"

"jreng... jreng... jreng..." Guru musik mencoba untuk memainkan kunci Maumere.

"Oke ayo, satu dua tiga" Hitungan dari guru musik sembari menggenjreng gitar.

Kami pun bernyanyi lagu Maumere, karena semangatnya bernyanyi, kami sampai lupa arah masuk ke bagian
'Putar ke kiri e, nona manis putarlah ke kiri ...'
Lalu dibenarkan oleh guru musik.

Dari ingatan ini aku bingung, kenapa Haechan bisa tahu kalau aku meminta untuk menyanyikan lagu Maumere?

Padahal posisi Haechan menyamping di pojok kanan bangku ke dua, terlalu jauh untuk mendengar apa yang aku ucapkan dengan suara yang tidak keras.
(

pikiran yang disampaikan melalui kontak mata kah?)

Terima kasih Bapa Ferdy
2019

memoriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang